Saking viral Suku Togutil masuk ke area tambang di Kaorahe di wilayah hutan Halmahera, Maluku Utara, Kementerian Sosial sampai mengecek kebenaran yang terjadi di area tambang.
Keluarnya tiga warga Suku Togutil yang mendiami hutan Halmahera itu dikaitkan dengan penyerangan yang dilakukan Suku Togutil kepada pekerja tambang dan sebaliknya.
Safrudin Abdulrahman, antropolog yang juga seorang dosen di Universitas Khairun Ternate, menyebut video dan respons warganet itu diperhatikan oleh Kemensos. Safrudin yang juga menjabat sebagai konsultan Kementerian Sosial untuk pemberdayaan komunitas adat terpencil pun melaporkan situasi di sana.
"Saya sampai dihubungi orang Kemensos karena viralnya video Suku Togutil yang masuk ke area tambang. Mereka menanyakan apakah ada serangan dari Suku Tugotil ke pekerja tambang atau sebaliknya. Serta mereka juga menanyakan apakah warga ini tercatat sebagai binaan mereka," kata Safrudin saat dihubungi detikcom, Jumat (30/5/2024).
Akhirnya, Safrudin menjelaskan kepada Kemensos bahwa fenomena mendekatnya Suku Tugotil ke area pertambangan adalah hal yang biasa dan bukan pertama kali terjadi.
"Area yang mereka (Suku Tugotil) tempati di hutan Halmahera Timur dan Halmahera Tengah itu kan dua Kabupaten yang dimasuki oleh perusahaan tambang besar dan mereka meringsek masuk ke dalam hutan. Otomatis wilayah dan tempat tinggal orang Tugotil semakin sempit. Juga wilayah berburu mereka dan wilayah mereka meramu atau mencari makanan itu semakin sempit juga. Ini membuat mereka sering keluar ke wilayah tambang seperti itu untuk meminta makanan," kata Safrudin.
Namun, faktor kelaparan bukanlah hal utama penyebab keluarnya Suku Togutil dari hutan. Hal itulah yang dijelaskan Safrudin kepada pihak Kemensos.
"Mereka kan pindah-pindah tuh, terus mereka lewati wilayah yang berdekatan dengan area perusahaan atau tambang. Ya mereka keluar untuk sekedar minta makan atau meminta apa. Mereka keluar dari hutan itu bukan hal baru, dari dulu mereka seperti itu. Hal inilah yang saya jelaskan ke Kemensos," ujar Safrudin.
Terkait isu penyerangan, Safrudin membantah. Sebagai antropolog yang meneliti dan hidup dengan Suku Togutil sejak tahun 2002, menjelaskan bahwa dalam video yang viral tidak ada kesan penyerangan di sana.
"Kita harus melihat video itu, tidak ada indikasi penyerangan sama sekali. Apakah mereka keluar dengan panahnya yang memang siap untuk menyerang orang perusahaan?," ujar dia.
"Ataukah orang perusahaan yang melihat mereka dengan kecurigaan sehingga mereka pun bersiap-siap untuk menyerang? Kan tidak. Mereka cuma nongol, muncul saja begitu dan meminta makan. Karena kebetulan mereka dalam satu perjalanan yang cukup jauh dan mereka kelaparan. Dan mereka singgah," katanya.
Safrudin menjelaskan bahwa dalam video tersebut terdengar teriakan 'Hobata' yang artinya teman atau saudara. Kemudian, mereka (Suku Togutil dan pekerja tambang) saling komunikasi dengan bahasa Tobelo.
Suku Togutil menanyakan apakah ada makanan kepada pekerja tambang. Lalu, pekerja tambang menawarkan makanan kepada mereka. Seperti yang terlihat di video, orang orang Suku Togutil ini pun makan bersama.
"Mereka hanya minta makanan saja, tidak minta beras atau apa. Dalam video lain kan juga ada mereka diantar baik-baik masuk ke hutan. Nah mereka nanti akan cerita kepada saudara-saudaranya yang lainnya. Nah nanti kita lihat, dalam waktu dekat, nanti mereka ada yang keluar lagi. Itu sudah biasa terjadi," kata dia.
Indikasi Kurang Oke untuk Suku Togutil
Kendati pekerja tambag dan warga Suku Togutil akrab satu sama lain dan beribteraksi dengan baik, ada poin yang tidak bisa diabaikan dalam video itu. Safrudin menggarisbawahi semakin banyaknya mereka keluar menuju area tambang meminta makan, berarti mereka sudah kesulitan mencari makan.
"Kita tidak bisa pungkiri bahwa mereka semakin banyak keluar dan banyak minta makan seperti itu, karena mereka sudah kesulitan juga. Area berburu dan area mencari makan semakin sempit, karena perusahaan sudah terlalu meringsek masuk ke dalam hutan yang merupakan wilayah mereka," kata Safrudin.
Simak Video "Video: Gempa M 6,0 Guncang Halmahera Barat, Tak Berpotensi Tuunami"
(sym/fem)