Suku Togutil viral di media sosial setelah muncul di area pertambangan di Kaorahe di wilayah hutan Halmahera, Maluku Utara. Mereka hidup di hutan pedalaman dan sangat menjaga nilai luhur dan alam.
Suku Togutil atau Suku Tobelo Dalam mendiami hutan-hutan di Halmahera, terutama di hutan Halmahera Utara, Halmahera Tengah dan Halmahera Timur. Mereka hidup nomaden dan sangat menjaga kearifan dan membatasi interaksi dengan orang di luar sukunya.
Namun, seiring berjalannya waktu, Suku Togutil mulai hidup menetap dan membangun permukiman. Saat ini tak lebih dari 500 orang yang masih nomaden dan hidup di hutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan perkembangan itu, Suku Togutil dibagi menjadi dua, yakni O'Hoberera Manyawa (Orang Tobelo yang tinggal di pesisir) dan O'Hongana Manyawa (Orang Tobelo yang tinggal di hutan).
Komunitas Suku Togutil itu tersebar di empat daerah, yakni satu komunitas di Tidore Kepulauan, lima komunitas di Halmahera Utara, enam komunitas suku di Halmahera Tengah, dan 14 komunitas di Halmahera Timur.
Untuk berkomunikasi, Suku Togutil menggunakan bahasa Tobelo. Bahasa Tobelo itu dia suku bangsa yang berasal dari Halmahera Utara. Nah, orang Tugotil menggunakan bahasa Tobelo, namun menggunakan dialek khas mereka.
"Mereka mendiami hutan, namun sudah tidak lagi nomaden, sudah ada yang menetap. Mungkin sekarang sekitar 300-500 orang saja yang hidup di hutan. Nah, gambaran mereka yang hidup di hutan seperti video yang viral itu. Tidak memakai baju, cuma memakai cawat saja. Namun ada juga mereka yang kedapatan memakai baju yang dikasih warga kampung atau orang tambang," kata Safrudin Abdulrahman, antropolog yang juga seorang dosen di Universitas Khairun Ternate, saat dihubungi detikcom, Jumat (31/5/2024).
Keramatkan Hutan
Safrudin memaparkan bahwa Suku Togutil bukanlah suku primitif, justru mereka menjunjung tinggi kearifan lokal dan adat-istiadat. Terutama, terkait hutan, tempat hidup mereka.
Ya, Suku Togutil sangat menjaga hutan. Mereka membagi hutan dalam beberapa kategori, ada hutan yang bisa ditempati, hutan untuk mencari makan dan meramu, serta hutan yang disakralkan.
"Kalau hutan yang dikeramatkan, mereka percayai jika hutan tersebut tempat bersemanyam roh nenek moyang atau orang-orang yang sudah meninggal. Hutan yang dikeramatkan ini, biasanya hutan belantara, hutan-hutan yang masih lebat pepohonannya. Nah, kalau ada orang yang mengganggu sampai ke situ, bisa jadi orang tersebut bisa dibunuh," kata Safrudin.
"Sementara itu, hutan yang mereka tinggali, biasanya tidak jauh dari bantaran sungai. Jaraknya mungkin 10 hingga 50 meter dari sungai," dia menambahkan.
Anti Menebang Pohon
Suku Togutil dikenal sebagai suku yang sangat menjaga pohon dan tidak pernah menebang pohon, lho. Mereka lebih memilih untuk menyesuaikan diri dengan kondisi hutan dibandingkan harus menebang demi kepentingan mereka.
"Saya contohkan ya, misalnya ada dua pohon kecil yang tumbuh berdekatan. Kalau orang kota pasti akan menebang pohon tersebut jika menghalangi jalan. Namun, Suku Togutil akan menyelipkan badannya supaya pohon itu tidak perlu ditebang. Mereka tidak mengenal aktivitas merusak, tidak pernah menebang pohon," kata Safrudin.
Begitu juga dengan kegiatan bercocok tanam. Suku Togutil tidak akan menebang pohon untuk membuka lahan supaya mereka bisa menanami atau berkebun.
"Suku Togutil akan mencari di mana ada pepohonan besar yang sudah roboh dan di situ tertembus cahaya matahari. Nah, di situ mereka akan tanam umbi-umbi dan itu pun tidak dalam jumlah besar, sedikit saja. Setelah sudah waktunya untuk panen mereka datang untuk ambil hasil berkebun itu," katanya.
Sangat Menghormati Perempuan
![]() |
Tidak hanya menghormati hutan dan isinya, Suku Togutil juga sangat menghargai perempuan. Mereka sangat sadar perempuan berperan penting dalam meneruskan kelompoknya.
"Perempuan itu pada orang Togutil itu sangat penting karena mereka menganggap bahwa eksistensi satu suku atau satu kelompok itu sangat tergantung pada perempuan. Jika laki-laki itu sedikit, mereka tidak apa-apa, yang penting adalah ada perempuan. Karena perempuan yang bisa melahirkan," kata Safrudin.
"Mereka juga sangat menghormati perempuan, apalagi perempuan dalam keadaan hamil. Karena perempuan yang hamil itu nilainya memang tinggi, bahwa dia benar-benar perempuan yang subur dan bisa meneruskan keturunan dan meneruskan kelompok mereka," ujar Safrudin.
(sym/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol