Setelah adanya gerakan All Eyes on Rafah yang digemakan warganet seluruh dunia, ada pula gerakan All Eyes on Papua. Aksi itu tidak kalah gencar di media sosial.
Poster bertuliskan All Eyes on Papua beredar di media sosial X beberapa hari terakhir. Poster itu bernada sama dengan upaya masyarakat global yang menyuarakan penderitaan warga Palestina yang tengah dibombardir serangan Israel di Rafah.
Adapun arti All Eyes on Papua dalam bahasa Indonesia berarti 'semua mata tertuju pada Papua'. Itu bisa diartikan bahwa masyarakat peduli dengan apa yang tengah terjadi di Papua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Latar belakang gerakan ini adalah isu soal hutan Papua yang akan dibabat untuk dijadikan perkebunan sawit. Yang disebut luasnya mencapai separuh Jakarta.
Tak hanya gerakan di sosial media, masyarakat adat Papua pun tengah memperjuangkan hak mereka atas tanah adat. Suku Awyu dan Suku Moi pun sampai menggelar aksi di Jakarta pada Senin (27/5/2024). Mereka menggelar aksi damai untuk mengaspirasikan penolakan sembari mengenakan baju adat
"Di tempat kami itu ada terancam oleh perusahaan atau investasi perusahaan perkebunan kelapa sawit. Hal ini pelanggaran HAM, kami ini korban pelanggaran HAM. ini hak kami hak mutlak," kata masyarakat Adat Awyu, Hendrikus Woro, dalam aksinya di Jakarta, dikutip dari video @wespeakup.org di Tiktok.
Aksi yang dilakukan masyarakat adat Papua di depan gedung MA dilakukan usai gugatan mereka di pengadilan tingkat pertama dan kedua gagal. Gugatan kini masuk ke tahap Kasasi, sekaligus menjadi harapan terakhir bagi masyarakat adat Papua dalam mempertahankan hutan adat mereka.
Adapun masyarakat adat Papua menolak rencana pembabatan hutan seluas 36 ribu hektar. Itu karena hutan adat adalah sumber penghidupan utama bagi masyarakat adat. Luas itu disebut sebesar setengah dari Jakarta.
Gerakan pun telah dilakukan melalui laman petisi change.org yang diinisiasi Yayasan Pusaka Bentala Rakyat sejak 2 Maret 2024. Petisi itu menyerukan pencabutan izin sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL).
Jika pembabatan terjadi, diprediksi hilangnya hutan Papua akan menghasilkan emisi 25 juta ton CO2.
Menurut Greenpeace, selain kasasi perkara PT IAL, sejumlah masyarakat Awyu juga mengajukan kasasi atas gugatan PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raja. Dua perusahaan sawit itu juga sudah dan akan berekspansi di Boven Digoel. Adapun PT KCP dan PT MJR sebelumnya kalah di PTUN Jakarta. Setelah mengajukan banding, mereka dimenangkan oleh hakim Pengadilan Tinggi TUN Jakarta.
"Kalau separuh wilayah Jakarta diratakan, kemudian dibangun perkebunan sawit, pasti langsung jadi berita dan banyak orang menentang. Warga Jakarta pasti menolak pergi. Tapi, kalau terjadi di wilayah timur Indonesia, apakah orang-orang akan peduli," ungkap yayasan tersebut di petisi.
"Di Boven Digul Papua, hutan seluas 36 ribu hektar, atau lebih dari separuh luas Jakarta, akan dibabat. Dan dibangun perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari," dia menambahkan.
Simak Video 'Ramai Seruan All Eyes on Papua, Berikut Serba-serbi Suku Awyu':
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Sepi, Waktu Tempuh 1,5 Jam dari Bandung Jadi Biang Kerok?
Foto: Aksi Wulan Guritno Main Jetski di Danau Toba