Istilah asian value tengah ramai diperbincangkan usai podcast antara Total Politik dan Pandji Pragiwaksono sebagai bintang tamu. Bahkan, Anies Baswedan turut menyentilnya. Apa arti asian value?
Ungkapan asian value muncul beriringan dengan human rights setelah diucapkan oleh host podcast Total Politik, Arie Putra. Dia bilang Pandji sensitif ketika membahas tentang politik dinasti. Dia berpendapat politik dinasti adalah hak warga negara.
Tidak percaya dengan pernyataan Arie, Pandji mempertanyakan kembali hingga akhirnya Budi Adiputro, yang mendampingi Arie ini menyebut tentang 'asian value'. Menurut keduanya, dinasti politik adalah hak asasi manusia dan sah-sah saja bila terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warganet pun gaduh menyebut poin-poin asian value dan dikaitkan dengan budaya dan tradisi +62. Asian value masih menjadi perbincangan hingga Jumat (7/6/2024).
Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan turut merespons istilah Asian value yang sedang ramai di media sosial. Melalui akun X-nya, Anies mengunggah foto saat sedang memegang segelas kopi hitam. Tampak pula beberapa lembar koran di depan meja Anies.
"Kopi tubruk adalah human right. Minum kopi tubruk pagi, siang, sore, malam adalah Asian value. Jangan tubruk yang lain..." tulis Anies dalam unggahannya itu.
Arti Asian Value
Asian values adalah serangkaian nilai-nilai yang dipromosikan sejak akhir abad ke-20 oleh beberapa pemimpin politik dan intelektual di Asia. Seperti mantan perdana menteri Singapura, Lee Kuan Yew.
Dikutip dari Ensiklopedia Britannica, para pendukung asian value biasanya percaya bila perekonomian di wilayah Asia Timur bisa berkembang karena kesamaan budaya masyarakat, khususnya warisan Konfusianisme.
Nah, konfusianisme adalah sistem pemikiran yang berasal dari China kuno. Secara beragam digambarkan sebagai tradisi, filsafat, agama, teori pemerintahan, atau cara hidup.
Mereka yang percaya dengan asian value menegaskan bila nila-nilai politik Barat tidak cocok untuk masyarakat Asia. Karena nilai-nilai tersebut mengandalkan individualisme dan legalisme yang berlebihan. Sehingga, akan mengancam dan merusak tatanan sosial hingga dinamisme ekonomi.
Asian values yang sering dikutip adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan disiplin, kerja keras, berhemat, prestasi pendidikan, keseimbangan kebutuhan individu dan masyarakat, serta melakukan penghormatan terhadap suatu otoritas.
Asian values tidak melulu pas diterapkan, kadang kala menimbulkan berbagai perdebatan di masyarakat Asia sendiri. Perdebatan itu menjadi elemen perjuangan yang lebih besar mengenai persaingan visi modern dan bagaimana masyarakat Asia harus diorganisir.
Asian value memiliki berbagai poin penting, seperti:
- Pertumbuhan ekonomi yang signifikan berkaitan dengan asian value.
- Pembangunan ekonomi harus diprioritaskan pada masyarakat yang sedang berjuang keluar dari ambang kemiskinan.
- Hak-hak sipil dan politik harus berada di bawah hak-hak ekonomi dan sosial.
- Kepentingan warga negara harus didahulukan dibandingkan hak-hak individu penguasa.
- Poin-poin tersebut akhirnya ditetapkan dalam Deklarasi Bangkok tentang Hak Asasi Manusia (HAM) pada Maret tahun 1993. Deklarasi ini ditandatangani oleh 34 negara di Asia namun juga dikritik oleh organisasi-organisasi hak asasi manusia di Asia.
Para penganjur asian values mengagung-agungkan komunitas dibandingkan individualisme, keluarga sebagai basis masyarakat, berhemat, menghargai pembelajaran, kerja keras, tugas publik, kerja sama tim, mereka biasanya merendahkan argumen mereka dengan mengontraskannya dengan kehancuran keluarga, dekadensi, hedonisme, individualisme yang berlebihan, kurangnya kerja sama tim, kecerobohan, dan disiplin yang buruk di Barat.
Itu menunjukkan semakin kuatnya "cara Asia" dalam pemerintahan yang kuat, konservatisme sosial, dan ekonomi pasar bebas. Tema renaisans adalah hal biasa. Menariknya, beberapa pemimpin politik di Barat mulai "belajar dari Timur" dan menggunakan retorika agenda ini sebagai respons terhadap anggapan individualisme dan kemerosotan sosial yang berlebihan. Menghidupkan kembali nilai-nilai komunitas dan semangat masyarakat adalah tema yang populer.
Beberapa kritikus menuduh bahwa asian value didasarkan pada stereotip budaya Asia. Sementara itu, para ahli teori feminis memandang nilai-nilai Asia adalah upaya untuk melegitimasi hierarki gender, kelas, etnis, dan ras yang tertanam dalam budaya Asia hingga hubungan sosial kapitalis yang lebih luas.
Di dunia politik, asian values diperdebatkan apakah komitmen terhadap keadilan dan kesetaraan global dapat didasarkan pada hak asasi manusia.
Menanggapi hal ini, tokoh komunitarian seperti Charles Taylor menjelaskan Asian values dapat digunakan untuk mengkaji potensi dan tantangan dalam membangun konsensus global yang lebih inklusif, tanpa paksaan namun kuat tentang hak asasi manusia.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!