Airbnb adalah jejaring platform sewa hunian jangka pendek terbesar di dunia saat ini. Siapa sangka, awalnya ide itu dicetuskan saat pendirinya sedang menganggur. Awal kehadirannya sukses besar dan digandrungi banyak pelancong. Namun kini, terancam eksistensinya.
Brian Chesky dan teman sekamarnya saat itu sedang menganggur. Mereka tengah berjuang untuk membayar sewa hunian mereka di San Francisco, Amerika Serikat. Namun kini, perusahaannya memiliki valuasi yang sangat tinggi dan menjadi salah satu opsi bagi traveler yang ingin liburan.
Di samping itu, karena banyaknya hunian yang diiklankan membuat Airbnb tak lepas dari masalah kontrol dan skandal dari oknum pemilik properti. Itu tentunya menjadi masalah yang sangat besar untuk keberlanjutan bisnis tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini fakta-fakta terkait Airbnb yang detikTravel rangkum:
Dibangun di tengah himpitan ekonomi
Di tengah himpitan itu, mereka menemukan ide menyewakan rumah mereka untuk tiga pelancong dengan biaya USD 80 atau sekitar Rp 1,28 juta (nilai tukar saat ini). Mereka menawarkan kasur angin, sarapan, dan Wi-Fi. Lantas bisnis mereka dinamai Air Bed and Breakfast.
Pada Agustus 2008, mereka pun meluncurkan sebuah situs untuk bisnisnya. Kemudian pada Maret 2009, bisnis itu berubah nama menjadi Airbnb yang menjanjikan pengalaman tidur tak cuma dari kasur angin.
Terpaut satu bulan, tepatnya April 2009, Airbnb mendapatkan pendanaan seed funding senilai USD 600 ribu atau sekitar Rp 9,6 miliar (kurs saat ini). Pendanaan itu didapatkan dari Sequoia Capital setelah berulangkali ditolak investor lainnya.
Menjelma menjadi jejaring akomodasi terbesar
Saat ini Airbnb memiliki nilai valuasi lebih tinggi dari Hyatt Hotels Corporation dan Marriott International kendati keduanya digabungkan. Perusahaan itu disebut terus mengejar keuntungan sebagai jaringan akomodasi internasional walau hanya menanggung sedikit biaya dan tanggung jawab.
Melansir CNN, Sabtu (13/7/2024), 13 tahun kemudian, Airbnb telah melantai di bursa saham dan mencatat IPO terbesar tahun 2020 dengan valuasi USD 47 miliar atau sekitar Rp 757,1 triliun.
Mengutip berbagai sumber, bahkan kini Airbnb telah memiliki sekitar 2 juta properti dengan 34 ribu kota dan 191 negara.
Baca juga: Airbnb Diguncang Skandal Kamera Tersembunyi |
Minimnya kontrol dan skandal kamera tersembunyi
Tak seperti hotel, Airbnb tidak mengontrol properti yang diiklankan atau disediakan di platformnya. Mereka juga tidak mempekerjakan staf baik itu staf keamanan, resepsionis, ataupun petugas kebersihan.
Karenanya, perusahaan memiliki kontrol yang minim terhadap hunian yang disediakan. Itu yang juga menjadi ancaman keberlanjutan bisnis hunian jangka pendek tersebut.
Praktik kejahatan seperti kekerasan dan prostitusi, kematian wisatawan, disebut telah memaksa Airbnb menjadi pusat perhatian masyarakat global. Selain itu, terungkapnya skandal banyak kasus kamera tersembunyi yang diam-diam merekam para tamu di tempat yang privat tentunya menjadi masalah yang sangat serius.
Kamera pengintai masalah satu dekade
Dalam laporan CNN, Airbnb telah mengetahui masalah kamera pengintai wisatawan selama setidaknya satu dekade. Mereka bahkan telah memberikan informasi kepada pemegang saham terkait adanya masalah itu sejak awal perusahaan go public.
"Kami menyadari hal itu, ada banyak kasus yang masuk," ungkap seorang mantan karyawan Airbnb yang menolak disebutkan namanya.
Banyak korban merasa khawatir suatu saat video atau fotonya akan tersebar ke internet.
(wkn/wkn)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol