Moo Deng terus melejit di Kebun Binatang Terbuka Khao Kheow di Chonburi. Popularitas menarik perhatian aktivis perlindungan hewan.
Moo Dengan menjadi obsesi baru media sosial sejak lahir di kebun binatang Thailand. Tingkah lakunya yang menggemaskan membuat pengunjung kebun binatang tergila-gila.
Padat oleh pengunjung, kebun binatang mengaku cuan sampai miliaran. Saking sesaknya kebun binatang, pengunjung hanya diberi waktu 5 menit untuk melihat Moo Deng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, para pebisnis memanfaatkan peluang ini, foto-foto Moo Deng dijual sebagai aksesoris, suvenir, kaos kaki hingga piama. Semua ludes terjual.
Popularitas Moo Deng sempat menarik perhatian aktivis perlindungan hewan People for the Ethical Treatment of Animals (PETA). PETA mengkritik kebun binatang itu karena membuat Moo Deng sebagai hewan yang hidup di kandang, alih-alih di alam liar.
Baca juga: Moo Deng Viral, tapi Aktivis Tak Senang |
"Tidak ada yang lucu tentang bayi yang lahir di penangkaran. Kuda nil memang seharusnya hidup di alam liar, tetapi Moo Deng tidak akan pernah hidup di luar kandang. Ia akan menghadapi kurungan seumur hidup, " kata wakil presiden senior kelompok Jason Baker.
Saat itu kritikan PETA menjadi headlines dari berita-berita internasional. Kebun Binatang Terbuka Khao Kheow tak terima dengan hal ini dan buka suara, seperti dikutip dari Independent UK pada Jumat (4/10).
Direktur kebun binatang Narongwit Chodchoi mengatakan bahwa fasilitas tersebut merawat lebih dari 2.000 hewan, termasuk Moo Deng, dan memastikan kesejahteraan dan kualitas hidup mereka. Kebun binatang tersebut telah membatasi jumlah pengunjung mulai 30 hingga 50 orang per putaran untuk menghindari kepadatan.
Masyarakat Pencegahan Kekejaman terhadap Hewan Thailand (TSPCA) juga mengecam PETA karena menggunakan informasi yang ketinggalan zaman dan tidak akurat.
Sathit Pratchaya-ariyakun, Sekretaris TSPCA, mengatakan penilaian Peta terhadap Moo Deng didasarkan pada informasi yang tidak lengkap. Ia merujuk pada kampanye boikot PETA sebelumnya pada tahun 2020 yang mengungkap penggunaan monyet ekor babi oleh peternakan untuk memetik kelapa.
Ia mengatakan industri kelapa Thailand sangat menderita setelah pengecer Inggris menyingkirkan produk kelapa dari rak mereka.
Sathit mengatakan beberapa informasi PETA memang valid tetapi itu menekankan rincian dari satu sisi cerita. Ia meyakinkan Moo Deng dirawat dengan baik sesuai dengan standar internasional.
(bnl/bnl)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol