Jumlah Satwa Liar Global Turun 73% dalam 50 Tahun

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Jumlah Satwa Liar Global Turun 73% dalam 50 Tahun

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Jumat, 18 Okt 2024 14:05 WIB
Orang utan di Bukit Lawang
Orang utan di Bukit Lawang (Dok. Pemprov Sumut)
Jakarta -

Aktivitas manusia terus mendorong menghilangya spesies global secara dahsyat. Begitulah temuan dari lembaga konservasi World Wide Fund for Nature (WWF).

Mengutip BBC, Jumat (18/10/2024), dari hasil inventarisasi satwa liar dunia, mulai dari gajah di hutan tropis hingga penyu sisik di Great Barrier Reef, populasi merosot drastis.

Living Planet Report, sebuah tinjauan menyeluruh mengenai keadaan alam, mengungkapkan bahwa populasi satwa liar global telah menyusut rata-rata 73% dalam 50 tahun terakhir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hilangnya ruang-ruang alam liar membuat banyak ekosistem berada di ujung tanduk. Banyak habitat, mulai dari Amazon hingga terumbu karang, berada di ambang batas yang sangat berbahaya," kata kepala WWF Inggris, Tanya Steele.

Laporan ini didasarkan pada Indeks Planet Hidup yang terdiri dari lebih dari 5.000 populasi burung, mamalia, amfibi, reptil, dan ikan dalam lima dekade terakhir.

ADVERTISEMENT

Di antara sekian banyak potret hilangnya satwa liar akibat ulah manusia, laporan ini mengungkap bahwa 60% lumba-lumba sungai merah muda Amazon di dunia telah punah akibat polusi.

Satwa liar menghilang WWFLumba-lumba sungai dengan cepat menghilang (BBC)

Ancaman lainnya termasuk pertambangan dan kerusuhan sipil. Mereka juga menunjukkan adanya tanda-tanda keberhasilan konservasi yang penuh harapan.

Sebagai contoh, sub-populasi gorila gunung di Pegunungan Virunga, Afrika Timur, meningkat sekitar 3% per tahun antara tahun 2010 dan 2016. Namun, WWF mengatakan bahwa keberhasilan ini tidaklah cukup, di tengah-tengah latar belakang perusakan habitat yang meluas.

Tom Oliver, profesor ekologi dari University of Reading, yang tidak terlibat dalam laporan tersebut, mengatakan bahwa jika informasi ini digabungkan dengan data-data lain, seperti penurunan populasi serangga, maka kita bisa mendapatkan gambaran yang kuat sekaligus mengkhawatirkan mengenai keruntuhan keanekaragaman hayati secara global.

Laporan tersebut menemukan bahwa degradasi dan hilangnya habitat merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar, diikuti oleh eksploitasi berlebihan, spesies invasif, penyakit, perubahan iklim, dan polusi.

Penulis utama dan kepala penasihat ilmiah WWF, Mike Barrett, mengatakan bahwa melalui tindakan manusia, terutama cara kita memproduksi dan mengkonsumsi makanan, kita semakin kehilangan habitat alami.

Satwa liar menghilang WWFHutan dirusak (Foto: BBC)

Laporan ini juga memperingatkan bahwa kerusakan alam dan perubahan iklim dengan cepat mendorong dunia menuju titik kritis yang tidak dapat dipulihkan, termasuk potensi keruntuhan hutan hujan Amazon. Hutan tersebut tidak lagi dapat menahan karbon yang menghangatkan bumi dan memitigasi dampak perubahan iklim.

Seruan peringatan untuk satwa liar di planet ini muncul ketika para pemimpin dunia bersiap untuk berkumpul dalam Konferensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Kolombia, untuk mendiskusikan bagaimana cara memulihkan alam.

Hampir 200 negara telah berkomitmen untuk menandatangani perjanjian penting PBB pada tahun 2022 untuk mengatasi kerusakan alam, termasuk menyisihkan 30% dari planet ini untuk alam pada tahun 2030.




(msl/fem)

Hide Ads