Wali Kota Florence Sara Funaro mengungkapkan kekhawatirannya mengenai fenomena penduduk kota tersebut karena terdampak overtourism. Warga lokal sampai kesulitan mendapatkan tempat tinggal akibat peningkatan penyewaan properti melalui AirBnb.
Funaro telah melakukan perubahan kebijakan yang melarang penggunaan brankas kunci oleh pemilik apartemen untuk properti yang disewakan. Dia mengganti dengan aturan yang mengharuskan pemilik bertemu langsung dengan penyewa.
Mengutip Daily Record, Kamis (21/11/2024) usulan tersebut muncul setelah tercatatnya lonjakan jumlah flat yang terdaftar di AirBnb di pusat kota Florence, dari 1.500 unit pada tahun 2018 menjadi 9.000 unit pada 2024. Lonjakan tersebut dikhawatirkan membuat perumahan semakin tidak terjangkau bagi penduduk setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Orang-orang diusir dari kota karena penyewaan jangka pendek, mahasiswa dan bahkan mereka yang berpendapatan menengah tidak bisa menemukan tempat tinggal di Florence," kata Funaro seperti dikutip Daily Record dari The Times.
Masalah pariwisata berlebihan tidak hanya terjadi di Florence, tetapi juga di kota-kota besar Eropa lainnya seperti Venesia dan Barcelona yang juga berjuang untuk menyeimbangkan pariwisata dengan kehidupan lokal.
Menurut laporan Express, perubahan kebijakan membuat menggemanya kampanye 'Selamatkan Florence' yang bertujuan untuk menyoroti kesulitan yang dihadapi kota tersebut. Pemimpin kampanye tersebut, Massimo Torelli, mengomentari sepinya salah satu jalanan di Florence karena sudah tidak ada warga asli di sana.
"Sudah cukup sepi di sini, itu karena penghuni (warga asli) terakhir baru saja pindah. Tidak ada seorang pun yang tinggal di sini, hanya turis," kata Torelii.
Langkah Florence untuk melarang kotak kunci mempertegas komitmen mereka dalam membatasi penyewaan jangka pendek di pusat kota. Sekaligus mengusulkan perlunya pengendalian wisatawan yang lebih ketat untuk kesejahteraan penduduk di sana.
Menteri Pariwisata Italia, Daniela Santanche, mengakui bahwa beberapa kota di Italia sedang menghadapi dampak pariwisata berlebihan dan menekankan pentingnya mengembangkan pariwisata yang lebih berkelanjutan.
Isu pariwisata berlebihan dan dampaknya terhadap masyarakat lokal telah menjadi perhatian di banyak negara sejak beberapa tahun terakhir, termasuk di Spanyol, Italia, dan Prancis, memicu berbagai langkah dan kekhawatiran.
Bahkan daerah terpencil seperti Tenerife di Kepulauan Canary juga merasakan tekanan serupa, dengan penduduk yang menolak kedatangan wisatawan Inggris. Meskipun ada penolakan dari sebagian warga, jumlah pemesanan di Tenerife meningkat hingga 77% pada sembilan bulan pertama tahun 2025.
CEO Tenerife Tourism Corporation, Dimple Melwani, menanggapi hal tersebut dengan menyatakan bahwa pihaknya tidak mendukung tindakan radikal kelompok yang menolak wisatawan. Karena menurutnya turis bukanlah penyebab utama masalah.
Pada saat yang sama, otoritas Tenerife berusaha menjaga keseimbangan antara memenuhi kebutuhan pariwisata dan mengakomodasi kekhawatiran penduduk setempat. Mulai tahun 2025, Presiden Cabildo Tenerife, Rosa Davila, mengumumkan larangan bus wisata di kawasan Anaga yang dilindungi sebagai bagian dari rencana untuk mengurangi kendaraan dan mendukung keberlanjutan lingkungan.
Langkah itu merupakan bagian dari rencana besar yang mencakup 70 tindakan yang bertujuan menghasilkan dampak lingkungan yang positif dan mendukung mobilitas berkelanjutan di pulau tersebut.
(upd/fem)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan