Gelombang Panas Ekstrem Rusak Mimpi Liburan Coolcation di Skandinavia

Muhammad Lugas Pribady - detikTravel
Rabu, 06 Agu 2025 09:16 WIB
Cuaca ekstrem di Finlandia. (Heikki Saukkoma/Getty Images via AFP)
Jakarta -

Negara-negara di kawasan Nordik baru saja melewati gelombang panas ekstrem yang tidak hanya mengejutkan warga setempat. Tetapi, juga menggagalkan harapan turis untuk 'coolcations'.

Para ahli meteorologi memperkirakan kondisi semacam itu kemungkinan besar akan kembali terjadi di masa depan. Melansir France24, Rabu (6/8/2025) selama beberapa tahun terakhir, wilayah Nordik menjadi semakin populer di kalangan wisatawan, terutama karena tren 'coolcations' atau liburan ke daerah yang lebih sejuk untuk menghindari panas terik di kawasan Mediterania.

Tetapi, kenyataan tak sesuai harapan. Suhu ekstrem yang terjadi pada bulan Juli lalu justru mematahkan ekspektasi para wisatawan yang berharap bisa beristirahat dari suhu tinggi.

Lembaga Meteorologi Finlandia melaporkan bahwa negara tersebut baru saja mencatat periode suhu di atas 30 derajat Celcius selama 22 hari berturut-turut, yang menjadi gelombang panas terpanjang sejak pencatatan dimulai pada tahun 1961.

Sementara menurut data dari Institut Meteorologi Norwegia, bulan Juli tahun ini menjadi bulan terpanas ketiga sejak pencatatan dimulai pada 1901 di Norwegia, dengan suhu 2,8 derajat Celcius lebih tinggi dari rata-rata musimannya.

Negara tersebut juga mencatat gelombang panas selama dua minggu, dari 12 hingga 25 Juli yang menjadi periode terpanas sepanjang sejarah pencatatan. Cuaca ekstrem ini jelas mengejutkan wisatawan yang sengaja datang untuk menghindari panas.

Moussaab El Bacha mengatakan jika orang tuanya terkejut saat datang ke Swedia. Mereka berharap cuaca di Swedia dingin dan sejuk, ternyata panas luar biasa.

"Mereka benar-benar terkejut dengan betapa panasnya cuaca di sini. Mereka berharap bisa beristirahat dari panas Maroko, tapi ternyata cuaca panas seperti mengikuti mereka sampai ke Swedia," kata dia.

"Bagi mereka, rasanya tidak masuk akal mengalami suhu setinggi itu di wilayah utara, mereka sampai bertanya 'Apa kita tidak salah turun di Spanyol bagian selatan?," dia menambahkan.

Di Haparanda, ujung utara Swedia, suhu tercatat mencapai 25 derajat Celcius atau lebih selama 14 hari berturut-turut pada Juli. Menurut Institut Meteorologi dan Hidrologi Swedia (SMHI), di Jokkmokk, gelombang panas bahkan berlangsung lebih dari 15 hari, sesuatu yang belum pernah terjadi dalam satu abad terakhir.

Suhu ekstrem juga melanda Kota Rovaniemi di Finlandia, yang terletak di utara Lingkaran Arktik dan dikenal sebagai kampung halaman Sinterklas. Di sana, suhu pekan lalu melewati 30 derajat Celcius.

Di Joensuu, Finlandia tenggara, pemerintah daerah sampai membuka arena seluncur es sebagai tempat umum untuk menyejukkan diri. Menurut Kepala Layanan Kesehatan Wilayah Karelia Utara, Mikael Rippati, langkah itu diambil untuk mengurangi beban pada layanan kesehatan. Ia menjelaskan bahwa ruang gawat darurat sempat dipenuhi pasien yang mengalami gangguan kesehatan akibat panas.

"Tujuannya adalah menyediakan tempat aman dan sejuk bagi warga jika di rumah sudah terlalu panas," ujarnya.

Beberapa kota lain pun membuka ruang publik berpendingin sebagai respons, bahkan sebuah toko di Helsinki membiarkan warga beristirahat di samping rak pendingin miliknya. Wilayah Arktik saat ini mengalami pemanasan jauh lebih cepat dibanding bagian dunia lainnya.

Data dari Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA), Eropa merupakan benua yang mengalami pemanasan tercepat per dekade sejak 1990, diikuti oleh Asia.

"Lamanya periode panas dan tingginya suhu sepanjang hari di berbagai wilayah benar-benar tidak biasa. Jenis gelombang panas seperti ini semakin mungkin terjadi akibat perubahan iklim," kata peneliti iklim di Institut Meteorologi Norwegia, Ketil Isaksen.

Para ilmuwan sepakat bahwa gelombang panas yang makin sering terjadi merupakan salah satu indikator paling jelas dari pemanasan global, dan diprediksi akan menjadi lebih sering, lebih lama, serta lebih intens.

"Gelombang panas memang pernah terjadi sebelumnya, dan akan terus terjadi di masa mendatang," kata Profesor Riset di Institut Meteorologi Finlandia, Hannele Korhonen, seperti yang dikutip France24 dari AFP.

Namun ia menambahkan, seiring meningkatnya suhu global akibat perubahan iklim, kini lebih sering melewati ambang batas gelombang panas, dan intensitasnya juga meningkat. Sementara itu, Ahli Meteorologi dari SMHI, Sverker Hellstrom, menyatakan bahwa harus ada penelitian yang intens untuk bisa menentukan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi saat ini.

"Diperlukan studi lebih lanjut untuk secara tepat menilai sejauh mana peran perubahan iklim dalam gelombang panas panjang yang melanda Swedia utara. Frekuensi cuaca ekstrem seperti ini telah meningkat dan kemungkinan besar akan terus meningkat di masa depan," jelas Hellstrom.



Simak Video "Video: Duh! Desa Sinterklas di Finlandia Dilanda Gelombang Panas"

(upd/fem)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork