Belakangan, objek wisata atau akomodasi yang bagus dan menarik tersebar di dunia, tercermin dari foto menarik yang digunakan sebagai promosi. Tetapi sebuah studi menunjukkan bahwa wisatawan banyak yang skeptis saat melihat foto objek wisata atau akomodasi yang super bagus.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Full Frame Insurance dikutip dari PetaPixel, Kamis (7/8/2025) mengungkapkan bahwa masyarakat kini semakin waspada terhadap foto perjalanan yang terlihat terlalu sempurna.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian tersebut melibatkan 1.000 warga Amerika Serikat dan membahas bagaimana gambar-gambar perjalanan memengaruhi perencanaan liburan, keputusan berbelanja, serta kepercayaan terhadap konten online.
Hasilnya cukup mengejutkan: tiga dari empat responden mengaku bahwa mereka merasa terdorong mengunjungi suatu destinasi setelah melihat foto-fotonya di media sosial. Namun, minat ini disertai rasa skeptis.
"Umpan media sosial dengan model berpenampilan sempurna dan latar yang ditata secara artistik memang menarik perhatian, tetapi sekaligus menimbulkan kecurigaan," demikian isi laporan tersebut.
Bahkan, lebih dari 75% responden merasa ragu terhadap destinasi atau akomodasi yang hanya menampilkan konten yang terlihat sangat dipoles dan dikurasi. Dalam studi tersebut, Full Frame mencatat bahwa hampir dua dari tiga responden lebih memilih menelusuri foto-foto yang diambil oleh pengguna biasa melalui platform seperti Google Maps, Airbnb, Tripadvisor, hingga media sosial.
Tujuannya untuk mendapatkan gambaran yang lebih realistis tentang tempat yang akan mereka kunjungi.
"Tempat yang terlihat terlalu sempurna kini justru menjadi tanda bahaya, bukan nilai jual," tulis laporan tersebut.
Penelitian itu juga menemukan bahwa 39% responden atau sekitar dua dari lima orang mengaku pernah merasa kecewa karena tempat yang mereka kunjungi ternyata jauh berbeda dari foto yang mereka lihat sebelumnya.
"Dan bagi sebagian orang rasa kecewa tersebut tidak main-main, cukup besar hingga membuat mereka berpikir untuk mempersingkat liburan. Sebanyak 32 persen mempertimbangkan untuk pulang lebih awal dan 10 persen benar-benar melakukannya," lanjut studi tersebut.
Generasi Z terlihat paling terpengaruh oleh fenomena tersebut. Sebanyak 53% dari mereka merasa pernah disesatkan oleh foto yang menyesatkan dan 18% benar-benar memutuskan untuk meninggalkan destinasi tersebut.
Angka itu jauh lebih tinggi dibanding generasi baby boomer, yang hanya 6% di antaranya melakukan hal serupa. Selain itu, lebih dari satu dari lima responden (22%) menyatakan bahwa mereka pernah memesan perjalanan berdasarkan foto-foto yang dilihat secara online, hanya untuk merasa tidak aman saat sampai di tujuan.
Teknologi kecerdasan buatan (AI) juga turut memperbesar rasa tidak percaya terhadap konten visual perjalanan. Menurut penelitian, 83% responden merasa khawatir terhadap kehadiran teknologi ini, dan hanya 6% yang yakin bahwa AI akan membantu membuat foto perjalanan menjadi lebih dapat dipercaya.
(upd/fem)
Komentar Terbanyak
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom