Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa pembangunan fasilitas pariwisata di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, tidak boleh merusak lingkungan dan habitat komodo. Dia memastikan setiap rencana pembangunan, termasuk oleh swasta, harus melalui proses panjang dengan penilaian ketat, termasuk dari UNESCO sebagai pemberi status Situs Warisan Dunia.
"Saya akan pastikan, kalaupun swasta ini membangun maka yang paling inti itu adalah di ekologisnya. Jangan sampai merusak lingkungan, merusak habitat komodo. Itu yang bisa saya sampaikan hari ini," kata Menhut Raja Juli Antoni ketika ditemui wartawan di Kantor Kemenhut, Jakarta, Kamis (7/8/2025), dikutip dari Antara.
Dia mengatakan bahwa pemanfaatan untuk ekoturisme atau pariwisata berbasis ekologis di Pulau Padar, yang menjadi ikon pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu diperbolehkan untuk dilakukan di zona pemanfaatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perizinan untuk pembangunan fasilitas pariwisata itu dimiliki oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) di Pulau Padar sejak 2014. Izin dikeluarkan oleh Siti Nurbaya yang saat itu menjabat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui surat keputusan bernomor SK.796/Menhut-I/2014 pada September 2024.
Dalam SK itu, PT KWE mendapatkan hak melakukan usaha penyediaan sarana wisata alam. Luas kawasan yang mereka dapat seluas 274,13 hektare atau 19,5 persen dari total luas Pulau Padar. Izin pengelolaan yang dipegang PT KWE berlaku untuk jangka waktu 55 tahun. Izin pembangunan tahap I keluar tahun 2020.
Pada 2021, pemerintah mewajibkan PT KWE untuk menyusun dokumen AMDAL. Mereka juga diwajibkan mengajukan konsultasi untuk setiap rencana pembangunan dengan Komite Warisan Dunia atau IUCN.
Antoni menyampaikan bahwa setiap rencana pembangunan di Taman Nasional Komodo harus melalui proses yang panjang, termasuk penilaian dampak lingkungan (environmental impact assessment) yang juga akan melibatkan UNESCO sebagai pemberi status Situs Warisan Dunia sejak 1991.
Dia berjanji akan memeriksa kembali perihal pembangunan fasilitas pariwisata di wilayah Pulau Padar tersebut, terutama mengenai isu rencana pembangunan ratusan vila.
"Apa yang ribut-ribut kemarin, sepertinya. masih, data-datanya masih harus kita sempurnakan kembali," kata Antoni.
Antoni juga bilang jika memang terjadi pembangunan maka tidak akan menggunakan bangunan permanen, tapi jenis yang bisa dipindahkan dan tidak akan mengganggu lingkungan sekitar.
Dia sekaligus menyampaikan apresiasi terhadap publik yang bereaksi terhadap isu tersebut. Dia mengetahui bahwa tujuan utama taman nasional adalah untuk konservasi dan pemanfaatan digunakan berdasarkan peninjauan dan dampak dengan lingkungan sekitar.
Warga Merasa Dipinggirkan
Dikutip dari BBC Indonesia, salah satu warga di TN Komodo, Alimudin, menilai pemerintah tidak adil. Dia menuding Kementerian Kehutanan hanya memberikan lahan sekitar 27 hektare untuk 2.000 warga di Desa Komodo. Sebaliknya, kata dia, perusahaan mendapatkan lahan sepuluh kali lebih luas.
"Bagaimana masyarakat tidak sakit hati. Ini kan ketidakadilan agraria yang dirasakan oleh masyarakat di kawasan ini," kata Alimudin, Minggu (3/8).
Alimudin mengisahkan bahwa masyarakat Komodo dulu memiliki perkebunan sentral di Loh Liang, Pulau Komodo. Namun, pemerintah memindahkan mereka untuk kepentingan konservasi di taman nasional. Salah satu pemindahan warga itu terjadi pada 2001. Ketika itu, otoritas merevisi aturan zonasi di Taman Nasional Komodo.
Sejak itu pula warga kehilangan akses untuk menangkap ikan. Imbasnya mata pencaharian mereka juga berubah, dari nelayan menjadi penyedia kapal wisata. Dalam studi yang dilakukan menunjukkan bahwa nelayan sulit bersaing dengan pemilik kapal wisata karena kapal yang mereka miliki dianggap tidak memenuhi standar keamanan.
Perubahan Zona di Pulau Padar
Izin pembangunan itu diberikan setelah ada perubahan zonasi di Pulau Padar dimulai pada tahun 2012, setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan alih fungsi kawasan seluas 303,9 hektare dari zona rimba menjadi zona pemanfaatan wisata darat.
Zona itu kemudian dibagi menjadi dua, yakni sekitar 275 hektare dialokasikan sebagai ruang usaha untuk kegiatan wisata komersial, dan 28,9 hektare sebagai ruang wisata publik.
Sebelumnya, Pulau Padar hanya masuk dalam zona konservasi dengan aktivitas manusia yang sangat terbatas.
Pulau Padar merupakan salah satu pulau besar di TN Komodo. Pulau itu tidak berpenghuni. Kunjungan wisata dilakukan pada pagi hingga petang. Merujuk sumber dari Balai Taman Nasional Komodo, pulau itu menjadi rumah bagi 31 ekor komodo.
Status Keren TN Komodo
Pulau Padar merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Komodo. Merujuk situs resmi kemenkeu, kawasan itu ditetapkan sebagai Taman Nasional Komodo pada 6 Maret 1980 dan dinyatakan sebagai Cagar Manusia dan Biosfer pada tahun 1977.
Kemudian pada 1991 masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Selain itu, TN Komodo ditetapkan sebagai Simbol Nasional oleh Presiden RI pada 1992, lantas sebagai Kawasan Perlindungan Laut pada tahun 2000 dan juga sebagai salah satu Taman Nasional Model di Indonesia pada 2006.
Taman Nasional Komodo memiliki seluas 173.300 ha meliputi wilayah daratan dan lautan dengan lima pulau utama yakni Pulau Komodo, Pulau Padar, Pulau Rinca, Gili Motang, Nusa Kode dan juga pulau-pulau kecil lainnya.
Kepulauan tersebut dinyatakan sebagai taman nasional untuk melindungi Komodo yang terancam punah dan habitatnya serta keanekaragaman hayati di dalam wilayah tersebut. Taman lautnya dibentuk untuk melindungi biota laut yang sangat beragam yang terdapat disekitar kepulauan tersebut, termasuk yang terkaya di bumi.
Terdapat 254 spesies tumbuhan yang berasal dari Asia dan Australia di TN Komodo. Selain itu, juga terdapat 58 jenis binatang dan 128 jenis burung. Perpaduan berbagai vegetasi di Taman Nasional Komodo memberikan lingkungan yang baik bagi berbagai jenis binatang dalam kawasan ini.
Terdapat empat kampung di dalam Taman Nasional Komodo. Pulau Komodo memiliki satu kampung yakni kampung Komodo; Pulau Rinca memiliki dua kampung yakni Rinca dan Kerora, dan Pulau Papagarang memiliki satu kampung yakni kampung Papagaran. Hingga tahun 2010, masyarakat yang tinggal di dalam kawasan berjumlah 4.251 orang dan sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai Nelayan. Mayoritas masyarakat memeluk agama Islam.
Simak Video "Video: Investor Dapat Izin 55 Tahun untuk Bangun 619 Vila-Spa di Pulau Padar"
[Gambas:Video 20detik]
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom