Polemik Izin Pembangunan Ratusan Vila di Pulau Padar: Investor Datang, Warlok Dipinggirkan

Femi Diah - detikTravel
Jumat, 08 Agu 2025 06:14 WIB
Pulau Padar (Ambrosius Ardin/detikBali)
Jakarta -

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa pembangunan fasilitas pariwisata di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, tidak boleh merusak lingkungan dan habitat komodo. Dia memastikan setiap rencana pembangunan, termasuk oleh swasta, harus melalui proses panjang dengan penilaian ketat, termasuk dari UNESCO sebagai pemberi status Situs Warisan Dunia.

"Saya akan pastikan, kalaupun swasta ini membangun maka yang paling inti itu adalah di ekologisnya. Jangan sampai merusak lingkungan, merusak habitat komodo. Itu yang bisa saya sampaikan hari ini," kata Menhut Raja Juli Antoni ketika ditemui wartawan di Kantor Kemenhut, Jakarta, Kamis (7/8/2025), dikutip dari Antara.

Dia mengatakan bahwa pemanfaatan untuk ekoturisme atau pariwisata berbasis ekologis di Pulau Padar, yang menjadi ikon pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu diperbolehkan untuk dilakukan di zona pemanfaatan.

Perizinan untuk pembangunan fasilitas pariwisata itu dimiliki oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) di Pulau Padar sejak 2014. Izin dikeluarkan oleh Siti Nurbaya yang saat itu menjabat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui surat keputusan bernomor SK.796/Menhut-I/2014 pada September 2024.

Dalam SK itu, PT KWE mendapatkan hak melakukan usaha penyediaan sarana wisata alam. Luas kawasan yang mereka dapat seluas 274,13 hektare atau 19,5 persen dari total luas Pulau Padar. Izin pengelolaan yang dipegang PT KWE berlaku untuk jangka waktu 55 tahun. Izin pembangunan tahap I keluar tahun 2020.

Pada 2021, pemerintah mewajibkan PT KWE untuk menyusun dokumen AMDAL. Mereka juga diwajibkan mengajukan konsultasi untuk setiap rencana pembangunan dengan Komite Warisan Dunia atau IUCN.

Antoni menyampaikan bahwa setiap rencana pembangunan di Taman Nasional Komodo harus melalui proses yang panjang, termasuk penilaian dampak lingkungan (environmental impact assessment) yang juga akan melibatkan UNESCO sebagai pemberi status Situs Warisan Dunia sejak 1991.

Dia berjanji akan memeriksa kembali perihal pembangunan fasilitas pariwisata di wilayah Pulau Padar tersebut, terutama mengenai isu rencana pembangunan ratusan vila.

"Apa yang ribut-ribut kemarin, sepertinya. masih, data-datanya masih harus kita sempurnakan kembali," kata Antoni.

Antoni juga bilang jika memang terjadi pembangunan maka tidak akan menggunakan bangunan permanen, tapi jenis yang bisa dipindahkan dan tidak akan mengganggu lingkungan sekitar.

Dia sekaligus menyampaikan apresiasi terhadap publik yang bereaksi terhadap isu tersebut. Dia mengetahui bahwa tujuan utama taman nasional adalah untuk konservasi dan pemanfaatan digunakan berdasarkan peninjauan dan dampak dengan lingkungan sekitar.

Warga Merasa Dipinggirkan

Dikutip dari BBC Indonesia, salah satu warga di TN Komodo, Alimudin, menilai pemerintah tidak adil. Dia menuding Kementerian Kehutanan hanya memberikan lahan sekitar 27 hektare untuk 2.000 warga di Desa Komodo. Sebaliknya, kata dia, perusahaan mendapatkan lahan sepuluh kali lebih luas.

"Bagaimana masyarakat tidak sakit hati. Ini kan ketidakadilan agraria yang dirasakan oleh masyarakat di kawasan ini," kata Alimudin, Minggu (3/8).

Alimudin mengisahkan bahwa masyarakat Komodo dulu memiliki perkebunan sentral di Loh Liang, Pulau Komodo. Namun, pemerintah memindahkan mereka untuk kepentingan konservasi di taman nasional. Salah satu pemindahan warga itu terjadi pada 2001. Ketika itu, otoritas merevisi aturan zonasi di Taman Nasional Komodo.

Sejak itu pula warga kehilangan akses untuk menangkap ikan. Imbasnya mata pencaharian mereka juga berubah, dari nelayan menjadi penyedia kapal wisata. Dalam studi yang dilakukan menunjukkan bahwa nelayan sulit bersaing dengan pemilik kapal wisata karena kapal yang mereka miliki dianggap tidak memenuhi standar keamanan.



Simak Video "Video: Investor Dapat Izin 55 Tahun untuk Bangun 619 Vila-Spa di Pulau Padar"

(fem/fem)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork