Indonesia tengah memasuki babak baru perekonomian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025 menunjukkan tingkat pengangguran turun jadi 4,76 persen.
Persentase itu setara dengan 7,3 juta orang. Sementara kemiskinan untuk pertama kalinya berada di bawah 9 persen. Angka-angka ini tentu membawa optimisme. Namun di baliknya, terselip tantangan besar, bagaimana menjaga kesinambungan penciptaan lapangan kerja yang inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan.
Sektor Tradisional vs Sektor Pariwisata
Hingga saat ini, pertanian, kehutanan, dan perikanan masih menyerap tenaga kerja terbesar dengan 41,6 juta orang (28,54%). Disusul sektor perdagangan (28 juta orang/19,26%) dan industri pengolahan (19,6 juta orang/13,45%). Struktur ini memperlihatkan dominasi sektor padat karya yang bersandar pada tenaga kerja berpendidikan rendah hingga menengah.
Namun, berbagai studi, termasuk laporan LPEM UI (Juni 2025), memperingatkan adanya kerapuhan struktural. Sektor manufaktur yang seharusnya menjadi mesin penyerapan kerja kini melambat, sementara produktivitas tenaga kerja stagnan akibat keterbatasan vokasi dan sertifikasi.
Di sisi lain, sektor pertanian, meski menyerap tenaga kerja terbanyak, sebagian besar masih bersifat subsisten dengan produktivitas rendah.
Dalam lanskap seperti ini, muncul satu sektor yang mulai menegaskan dirinya sebagai alternatif strategis penyerapan tenaga kerja: pariwisata.
Simak Video "Video: BPS Dilaporkan ke PBB soal Data Pertumbuhan Ekonomi 5,12%"
(wsw/wsw)