Industri fashion ternyata turut menyumbang pendapatan ekspor dari sektor ekonomi kreatif (ekraf) yang cukup signifikan.
Menurut data dari Kementerian Ekonomi Kreatif (Ekraf), pada periode 2013 hingga 2024, nilai ekspor dari sektor tersebut tercatat tumbuh positif dari awalnya US$ 15 Miliar, kini menjadi US$ 25,1 Miliar.
Dalam bentuk persentase, terjadi pertumbuhan yang positif yaitu mencapai 67% untuk periode tahun 2013 hingga 2024. Selain fashion, subsektor kriya dan kuliner juga mencatat pendapatan ekspor yang tak kalah besar.
Total ada 7 subsektor prioritas dalam dunia ekonomi kreatif yang kini didorong untuk makin dikembangkan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Tujuh subsektor unggulan itu antara lain fashion, kuliner, kriya, games, aplikasi digital, film animasi dan musik.
"Tujuh sektor prioritas itu diminta oleh Bapak Presiden dalam RPJMN karena sumbangannya terhadap perekonomian termasuk ekspor cukup tinggi," kata Teuku Riefky Harsya, Menteri Ekonomi Kreatif dikutip Antara, Selasa (21/10/2025).
Pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia dalam kurun waktu 11 tahun terakhir juga menunjukkan angka yang signifikan. Sektor ekonomi kreatif memberikan kontribusi nilai tambah sebesar 119 persen, dari awalnya Rp700 Triliun pada 2013 naik menjadi Rp1.532 triliun pada 2024.
Untuk lima tahun ke depan, total ada 15 provinsi yang ditetapkan sebagai unggulan untuk sektor ekonomi kreatif. Kelima belas provinsi itu antara lain Aceh, Provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua dan Bali.
Bali dipilih karena punya Bali Fashion Network (BFN). Tahun 2026 mendatang, BFN kembali hadir dengan skala yang lebih besar dan visi yang semakin kuat. Ajang ini mempertemukan desainer lokal, pelaku UMKM tekstil, brand internasional, serta buyer dari berbagai negara dalam satu ruang interaksi strategis memperkuat posisi Bali sebagai hub fashion Asia Tenggara.
Lebih dari sekadar event fashion, BFN 2026 menjadi forum bisnis dan networking yang membuka peluang kolaborasi lintas sektor dan lintas negara.
Dengan fokus pada keberlanjutan, inovasi material, dan pengembangan pasar global, acara ini menjadi wadah bagi pelaku industri untuk membangun jejaring, berbagi pengalaman, dan mengembangkan strategi bisnis bersama.
"Bali Fashion Network hadir untuk mempertemukan para kreator, produsen, dan pelaku bisnis dari berbagai belahan dunia," ujar Chris Rianto, Founder & CEO Paramatex, sekaligus inisiator Bali Fashion Network.
"Kami ingin menjadikan BFN sebagai ruang di mana potensi lokal bisa bertemu dengan peluang global. Di sinilah kolaborasi lahir bukan hanya antara brand dan desainer, tapi juga antara ide, inovasi, dan nilai yang sama tentang masa depan fashion," imbuh dia.
BFN 2026 akan menghadirkan 70 tenant dan 12 pertunjukan fashion. Jumlah tenant tersebut meningkat 30% dari tahun sebelumnya. Selain itu, ada juga forum diskusi dan sharing session menjadi sorotan penting, dengan menghadirkan pembicara dari kalangan profesional industri fashion termasuk Ali Charisma, fashion designer sekaligus Founder of Jarum Hijau Black Label.
Dengan dukungan dari berbagai pihak mulai dari produsen kain, desainer, hingga brand internasional Bali Fashion Network 2026 akan menjadi titik temu yang menghubungkan kreativitas, inovasi, dan peluang bisnis. Ajang ini juga menegaskan posisi Bali sebagai pusat pergerakan fashion dan industri kreatif di kawasan Asia Tenggara.
"BFN adalah tentang membangun jembatan. Dari Bali, kami ingin menghadirkan perubahan nyata dalam cara industri fashion berkolaborasi lebih inklusif, berkelanjutan, dan berdampak," tutup Chris.
Simak Video "Video: Ekraf Minta Tambah Anggaran Jadi Rp 1 T Buat Pertumbuhan Ekonomi"
(wsw/wsw)