Dalam sebuah permainan sederhana, penulis pernah mengkolase 6 foto dalam satu bingkai. 3 Foto dijepret menggunakan DSLR dan sisanya menggunakan kamera smartphone beresolusi tinggi. Lalu foto kolase tersebut saya sodorkan ke 5 orang berbeda untuk menebak.
Manakah foto yang menggunakan smartphone, mana yang bukan? Dari 5 responden tersebut, tidak semuanya bisa menjawab benar. Dari 3 foto smartphone yang ditunjuk, ada yang keliru menunjuk foto hasil DSLR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertanyaanya, bagaimana memaksimalkan kamera smartphone supaya tidak kalah dengan kamera profesional? Berikut tips yang dihimpun detikTravel, Kamis (30/4/2015):
1. Percaya diri
Dengan yakin dan percaya bahwa alat yang Anda pegang sedang adalah yang terbaik, maka hasilnyapun akan maksimal. Tak perlu ragu karena tidak menggunakan kamera besar dengan lensa yang bisa digonta-ganti.
Jika masih belum yakinjuga, lihatlah beberapa hasil foto yang dicontohkan para produsen smartphone. Hasilnya tidak berbeda jauh dengan kamera biasa.
2. Ketahui kelemahan dan kelebihan kamera smartphone yang dimiliki
Dengan memahami plus minus smartphone, pemotret pun mampu memaksimalkan hasil. Tidak ngoyo dan mampu memotret maksimal pada momen yang memungkinkan. Sehingga bisa memprediksi hasil foto, apakah mampu dilakukan oleh smartphone secara maksimal ataukah tidak.
Ibarat mobil, kamera smartphone itu seperti city car. Bisa buat jepret kapan saja dimana saja. Dapat dikantungi dan mampu memotret di tempat yang sulit dilakukan oleh DSLR.
Pengalaman bertahun-tahun menggunakan DSLR, ketika saya hendak memotret human interest atau di mall, pasti akan ditanya dengan nada menyelidik dan separuh curiga. "Anda Profesional?", "Fotonya buat apa ya?", "Jangan masukin koran," dan sebagainya.
Sebaliknya, menggunakan kamera handphone nyaris tak ada pertanyaan tersebut. Bahkan beberapa subjek justru berpose senang seperti foto selfie pada umumnya. Subjek yang difoto tidak merasa terintimidasi berpose di depan kamera handphone.
Namun untuk medan yang lebih berat seperti foto wildlife, foto olahraga, commercial atau spotnews, 'citycar' ini akan kesulitan. Harus diserahkan pada jenis SUV, 4WD atau double cabin yakni kamera DSLR profesional yang dibekali kemampuan yang lebih maksimal.
3. Ide memotret yang sederhana
Apa saja yang paling dekat bisa menjadi inspirasi memotret. Mengutip seniman kontemporer Teguh Ostenrik, ide membuat karya seni itu tidak pernah jauh. "Hanya radius 90 meter dari tempat berdiri, pasti ada yang bisa dieksplorasi," kata seniman yang sudah berpameran keliling dunia dalam berbagai kesempatan.
Terdengar menghibur? Cobalah beranjak ke dapur. Begitu banyak perabot dapur hingga dapur itu sendiri sebagai sesuatu yang bisa dipotret. Kemudian ke ruang tamu, tempelan kulkas, jepitan jemuran, mainan anak-anak, crayon si kecil atau apapun yang bisa disulap sebagai subjek foto yang menarik.
Ketika membuka pagar, tengok kiri-kanan apa yang terlihat. Siapa tahu ada tetangga yang sedang asyik bermain burung. Atau bunga mekar di pagar rumah tetangga yang sangat apik. Mengenali lingkungan menjadi sumber inspirasi yang asik dan tidak pernah kering.
Sekarang bayangkan, jika sampai Anda pergi jauh untuk traveling ke tempat yang benar-benar baru. Betapa banyak objek untuk difoto bukan? Berkreasilah!
4. Kekuatan komposisi dan angle
Setelah menentukan ide memotret, yakni tinggal eksekusi. Kekuatan foto -apapun jenis dan merek smartphonenya- bertumpu pada komposisi angle dan ide cerita.
Bagaimana membangun nalar komposisi dan angle yang menarik? Cobalah belajar pada juru masak, barista atau bartender. Di tangan mereka, secangkir kopi bisa disajikan dengan beragam varuiasi tanpa membosankan. Tidak hanya sebatas urusan citarasa melainkan juga penyajian di atas nampan.
Begitu pula dengan fotografer harus bisa mengolah rasa dan menyajikannya dengan apik. Walaupun yang dipotret adalah sama, Bromo misalkan. Namun tiap fotografer dituntut memotret Bromo dengan selera masing-masing, dengan gaya dan cara bertutur yang tiap orang tidaklah sama.
5. Latihan latihan dan latihan
Teruslah memotret dengan smartphone dan berpikir kreatif. Bayangkan kalau sehari mampu memotret 2 frame foto terbaik, maka setahun sudah mendapatkan 730 lembar foto paling layak.
Pada tahun-tahun berikutnya, dipastikan akan semakin piawai dan cakap ketika harus menyaring hal-hal yang fotojenik atau tidak. Bagus di mata atau hanya menarik di lensa kamera. Atau bisa jadi menarik dua-duanya, baik di lensa maupun mata manusia.
Menambah referensi fotografi juga menjadi krusial. Bisa dari buku, porfolio para fotografer ternama atau diskusi dengan berbagai komunitas fotografi. Bukan untuk saling menjelek-jelekan atau mencuri ide namun untuk mengasah otak kanan dan nalar kreatifitas, menemukan ide baru dan menjadi rujukan yang eksperimental.
Sebab, memotret itu menyenangkan...
(sst/sst)
Komentar Terbanyak
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Foto: Momen Liburan Sekolah Jokowi Bersama Cucu-cucunya di Pantai
Aturan Baru Bagasi, Presdir Lion Air Group: Demi Keselamatan