Travel influencer Riyanni Djangkaru melakukan sejumlah adaptasi agar tetap bisa menjalankan hobi travelingnya di masa pandemi COVID-19. Ia menjelaskan beberapa hal yang ia lakukan dan juga bisa ditiru oleh traveler.
Dalam menyikapi pandemi COVID-19, Riyanni Djangkaru mengaku mengalami sejumlah perubahan dalam hidupnya, termasuk beradaptasi dengan ruang geraknya yang kini terbatas. Padahal, ia yang telah menetap selama 3 tahun di Bali itu punya angan-angan untuk bisa lebih dekat dengan alam ketika pindah ke Pulau Dewata.
"Mau nggak mau harus adaptasi. Kalau pakai masker, cuci tangan, hidup bersih, sejauh ini lancar. Tapi tantangannya karena alasan utama pindah ke Bali ini kan memperdekat jarak kita ketika harus beraktivitas dengan alam. Kalau mau diving atau naik gunung, jalan ke hutan, air terjun, dan sebagainya. Jadi sekarang harus bersabar sedikit," katanya ketika dihubungi detikcom melalui sambungan telepon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun sejumlah tempat wisata masih bisa diakses oleh warga lokal, Riyanni memilih untuk mengurangi intensitasnya bepergian. Ia pun lebih memilih aktivitas outdoor yang menyehatkan, seperti naik sepeda.
"Di Bali banyak banget yang main sepeda. Temanku membentuk kelompok, membuat social bubble-nya mereka, jadi sekian orang mereka traveling. Atau suamiku juga pakai sepeda jalan 70 kilometer, 100 kilometer, sampai 150 kilometer," ungkapnya.
"Sementara aku cukup 10 kilometer saja. Ke pasar lalu balik, beli kopi lalu balik. Tapi lumayan lah masih bisa keluar walaupun nggak mau sering-sering juga sih," imbuhnya.
Mantan pembawa acara Jejak Petualang itu juga mengajak traveler yang saat ini belum bisa menjelajah untuk lebih kreatif. Baginya, ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan tanpa harus bepergian jauh.
"Waktunya kita lebih menggali kreativitas. Kreativitas tidak harus ujung-ujungnya adalah karya seni tapi juga cara kita beradaptasi dengan situasi ini. Saranku, kreativitas ini kan sekarang yang ramai di digital ya. Nggak ada salahnya kok main ke yang dekat-dekat dengan social bubble kamu selagi menjaga protokol kesehatan," katanya.
Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah berbagi konten virtual melalui media sosial. Ia menceritakan salah satu temannya yang membuat maket dan berfoto layaknya sedang berada di Candi Borobudur. Selain itu, bila traveler sudah kangen melihat dunia luar, bisa juga mengikuti tur wisata virtual sebagai obatnya.
"Ada juga di salah satu aplikasi penyedia jasa penginapan, dia punya konten virtual tur. Orang bayar untuk itu. Jadi ada konten-konten masak masakan Bali atau water purification in Bali, ada lagi cara menggambar apa tapi virtual tur. Siapa tau kalau teman-teman pejalan yang ingin membagi apa yang ada di sekitarnya mungkin itu bisa membantusebagai hal yang bisa dilirik," ujar Riyanni.
Bagi yang ingin gratis, Riyanni juga menyarankan agar traveler berkomunikasi dengan teman-teman di daerah atau negara yang berbeda secara virtual. Ia sendiri melakukan hal tersebut bersama kawan-kawannya untuk mengisi waktu.
"Aku suka janjian sama temanku yang ada di luar. Jadi dia ajak aku jalan-jalan di sekitaran rumahnya dia. Nanti aku tukeran sama temanku di Korea, sama temanku di Turki. Jadi kita tetap jalan-jalan tapi tetap di rumah," ia menjelaskan.
Bagi Riyanni, mengikuti tur wisata virtual ini akan terasa berbeda dibandingkan dengan hanya melihat video perjalanan yang ada di YouTube. Sebab dalam tur wisata virtual itu ada interaksi dengan orang lain.
"Perbedaan besarnya adalah adanya interaksi ketika kita melakukan live tersebut. Sebenarnya kan dari pandemi ini, yang paling terbatas, dibatasi, dan ngangenin itu adalah interaksi kan. Interaksi langsung kan. Ngobrol langsung, kenalan sama orang baru, itu kan yang kita rindukan. Nah kalau kita kembangkan, kita bisa lakukan melalui virtual tur misalnya, mudah-mudahan itu bisa membantu," pungkasnya.
(pin/fem)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum