Air Terjun Cunca Wulang, Surga Tersembunyi di Flores
Senin, 14 Apr 2014 15:20 WIB

Nafisah Wulandari
Jakarta - Alam Flores sungguh unik, terkadang mirip Afrika dengan savana-nya, terkadang malah dibilang mirip Eropa kalau melihat sungai dan bebatuannya. Untuk yang terakhir itu, buktikan saja di Air Terjun Cunca Wulang.Cunca Wulang terletak di Desa Wersawe, Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dari beberapa pilihan yang ada di Labuan Bajo untuk pergi ke Cunca Wulang, saya memilih untuk menyewa motor bersama seorang kawan dari Labuan Bajo.Cunca Wulang letaknya berada di antara Labuan Bajo dan Ruteng. Medannya cukup menantang untuk yang kurang berpengalaman mengendarai motor. Selain jalannya yang naik turun karena berada di area pegunungan, banyaknya truk-truk besar sempat membuat kami sedikit ngeri.Setelah melalui jalan utama kurang lebih 25 kilometer, kami masuk ke jalan perkampungan menuju Cunca Wulang yang jaraknya sekitar 4 kilometer. Akses jalan menuju ke Cunca Wulang memang tidak memadai.Jalan di area perkampungan ini banyak yang rusak parah dan kami harus naik turun motor, karena kebetulan jalan yang rusak tersebut terletak di tanjakan atau turunan yang curam.Setelah melalui 4 kilometer halang rintang, sampailah kami ke 'gerbang' menuju Cunca Wulang. Mungkin tidak bisa disebut gerbang, karena hanya ada sebuah rumah kecil yang berisi satu meja dan buku tamu yang berkunjung.Saya mengecek buku tersebut dan mulai dari halaman pertama di buku tersebut, saya orang Indonesia pertama yang menulis di buku tersebut! Bukan orang Indonesia pertama yang masuk ke Cunca Wulang lho ya, jangan salah paham.Dari situ, kami diwajibkan untuk menggunakan jasa pemandu. Keluar masuk hutan, dan mengikuti jalan setapak yang menurut saya sih medannya cukup menguras tenaga, walaupun masih tergolong mudah.Sepanjang jalan, kami juga disuguhi pengetahuan baru, yaitu melihat tanaman vanilla dan coklat yang ditanam oleh penduduk lokal yang belum pernah kami lihat sebelumnya.Ada beberapa petuah menarik dari pemandu, ketika kami menelusuri hutan. Dia bilang, jangan letakkan tangan di pinggang ketika terasa capek dan jangan minum ketika sedang berjalan jauh.Pemandu kami juga bilang, untuk berjalan di hutan, lebih nikmat tanpa menggunakan alas kaki. Lebih menyatu dengan alam katanya. Saat itu saya kagum sekali melihat pemandu kami yang berjalan tanpa alas kaki dan telapak kakinya lebih kuat dibanding sol sepatu kami yang khusus dibuat untuk mendaki gunung. Terbukti dari pijakannya yang kuat, sedangkan kami masih sering terperosok beberapa kali karena jalan yang licin.Saya juga senang sekali, karena sepanjang jalan, pemandu kami bercerita tentang filosofi dan kehidupan orang-orang di perkampungan tersebut. Mulai dari kepercayaan sang pemandu yang percaya kalau semua makhluk hidup di sekitar kita saling berkomunikasi satu sama lain.Saat itu kami berjalan dengan dua ekor anjing pemburu milik si pemandu, dan dia selalu menunjukkan, "Lihat, dia sedang berbicara dengan dedaunan tentang siapa yang sedang melewati tanah ini", atau "Apakah kalian dengar suara angin yang sedang berbicara dengan pepohonan itu?"Dia juga bilang, warga yang berbeda agama di kampung tersebut saling hidup rukun. Kalau ada salah satu umat agama yang merayakan hari raya, umat yang lain akan datang merayakan dan ikut membawa makanan. Di situ saya belajar, kadang memang teladan dan pelajaran kehidupan bisa datang dari mana saja, kadang dari tempat dan di waktu yang tidak terduga.Setelah puas bercerita sambil berjalan selama kurang lebih 45 menit, melompati batu demi batu, kami sampai di Cunca Wulang. Saya sempat bingung, mana air terjunnya? Ternyata kami masih harus mendaki sedikit sekitar 10 menit.Jalannya terjal dan licin sekali karena baru selesai hujan. Tapi ketika sudah sampai di atas, wow! Hanya itu yang bisa saya ucapkan. Saya bahkan berdiri mematung karena terpesona akan keindahan air terjun tersebut.Segala keringat yang menetes seperti terbayarkan. Pemandangannya indah tiada dua. Untuk menutup perjalanan kali itu, seperti kata pemandunya, kurang afdhol jika tidak melompat ke Cunca Wulang setelah perjalanan panjang.Kami pun melompat dari salah satu tebing setinggi 4 meter ke perairan Cunca Wulang yang dalamnya sekitar 4 meter. Nikmat sekali. Segala lelah dan keringat langsung hilang setelah melihat indahnya alam Cunca Wulang dan merasakan kesegaran airnya.Sebagai tambahan, kami adalah satu-satunya pengunjung pada saat itu, jadi kenikmatan berenang dan mengagumi keindahan alam sekitar tidak terusik oleh ramainya wisatawan.Β Untuk melengkapi indahnya perjalanan kami, karena di Cunca Wulang tidak ada yang menjual makanan dan kami sudah kelaparan, pemandu kami mengajak kami ke rumahnya. Pada akhirnya, cerita tentang kebudayaan Flores ditemani secangkir kopi, serta mie instan dengan telur mata sapi menjadi penutup kisah manis kami hari itu.Β
Komentar Terbanyak
Layangan di Bandara Soetta, Pesawat Terpaksa Muter-muter sampai Divert!
Bandara Kertajati Sepi, Waktu Tempuh 1,5 Jam dari Bandung Jadi Biang Kerok?
Foto: Aksi Wulan Guritno Main Jetski di Danau Toba