
Jakarta - Indonesia itu sangat indah, salah satu keindahannya adalah Sumba. Mari mencari 'surga' di sana.Ada perasaan berkecamuk ketika pesawat NAM Air dari Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali hendak mendarat di Bandara Tambolaka, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dari atas ketinggian jelas sangat terlihat wilayah Sumba Barat Daya didominasi warna kecokelatan. Warna yang tidak pernah diharapkan sekali pun oleh banyak wisatawan.Sinar matahari memang sangat melimpah di Sumba Barat Daya. Matahari bersinar dengan sangat terik selama 8 jam. Tanpa henti terus bersinar tanpa halangan membuat tanah Sumba Barat Daya. Tak heran jika dari atas Sumba Barat Daya terlihat kecokelatan. Sinar matahari yang melimpah ini pula yang membuat pemerintah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di kawasan Bilacenge, Sumba Barat Daya, NTT.Dengan panas yang sangat terik itu, masihkah ada surga di Sumba Barat Daya? Sulit menjawabnya karena banyak wisatawan justru menggunakan Bandara Tambolaka sebagai tempat transit. Bahkan jika berangkat dari Jakarta terlebih dulu kita harus transit di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Setelah itu, bagi yang ingin berwisata ke Pulau Komodo dan Pulau Parai, hanya sekadar menjejakkan kami sementara dan kembali terbang meninggalkan Bandara Tambolaka.Perjalanan yang sedikit rumit ini untungnya dapat dilakukan dengan mudah oleh para wisatawan hanya dengan memesan tiket.com. Pemesanan tiket pesawat melalui tiket.com jauh lebih mudah ketimbang melakukan perjalanan itu sendiri.Lalu apakah Anda merasa perlu singgah di Sumba Barat Daya? Layakkah berwisata di sebuah tempat dengan matahari yang super menyengat? Percayalah, Sumba Barat Daya bukanlah sekadar tempat persinggahan. Sumba Barat Daya, seperti wilayah lainnya diIndonesia, juga memiliki daya magisnya tersendiri bagi semua orang yang datang dengan rasa ikhlas."Kita ke Desa Rotenggaro dulu kak. Perjalanannya cukup satu setengah jam dari bandara," kata Vincent, guide yang menemani saya begitu bertemu di mulut Bandara Tambolaka.Tanpa ada rasa lelah saya langsung bergegas mengikuti petunjuk Vincent. Perjalanan satu setengah jam dalam ukuran kota tentu sangat normal. Tapi ini di luar kota, di wilayah timur Indonesia lagi. Tentu waktu satu setengah jam akan jadi perjalanan yang membosankan. Untungnya kondisi jalan ke Rotenggaro terbilang masih sangat mulus.Jalan-jalan rusak hanya ditemui di daerah dekat Ratenggaro. Begitu sampai di lokasi, sesuai dugaan, kami hanya satu-satunya rombongan wisatawan yang datang ke Desa Rotenggaro."Ini hari biasa makanya terlihat sepi. Biasanya kalau akhir pekan cukup ramai kak," ucap Vincent.Namun suasana yang sepi itu membuat kami jadi benar-benar menikmati suasana desa yang kuat dengan nuansa megalitikum itu. Kehadiran batu-batu besar yang sejatinya merupakan makam dan rumah adat Sumba itu membuat suasana Desa Ratenggaro terasa membius.Tuhan sangat bermurah hati dengan warga Tenggaro. Di tengah iklim yang superpanas, Desa Ratenggaro terlukis eksotis karena posisinya yang tepat di bibir dataran yang bersinggungan langsung dengan pantai. Saat air laut surut pengunjung bisa turun ke bawah dan menikmati segarnya air laut Sumba.Menikmati setiap sudut Desa Ratenggaro juga jadi kasyikan tersendiri. Setiap melangkah anak-anak Desa Ratenggaro selalu berlari-larian menyambut kami. Kehadiran mereka jadi keasyikan tersendiri karena keramahan mereka begitu terasa hingga ke hati.Berkali-kali mereka menyapa 'kakak datang dari Jakarta kah?'. Tanpa sekali pun mengganggu kami dengan permintaan yang aneh-aneh. Keramahan inilah yang membuat Desa Ratenggaro begitu istimewa."Kalau mau yang sudah tertata kakak bisa ke Desa Praijing. Tapi yang di sini masih terasa keasliannya," kata Vincent.Tak berhenti di Desa Ratenggaro perjalanan kembali dilanjutkan kembali. Kali ini Vincent berjanji membawa ke sebuah danau yang airnya jernih bak cermin, namanya Danau Weekuri. Perjalanan dari Desa Ratenggaro ke Danau Weekuri juga tergolong lama.Beruntungnya medan jalan juga sudah teraspal mulus. Sepanjang perjalanan terlihat betapa warga Sumba Barat Daya terbiasa untuk hidup sederhana. Anak-anak kecilnya tidak risau untuk terhibur dengan bermain bersama anjing dan peliharaan di kebun mereka. Sementara anggota keluarga lainnya begitu rileks duduk bersama di depan uma.Mereka sama sekali tidak risau dengan kondisi alam yang terbilang ekstrim dibandingkan wilayah lainnya di Indonesia. Tidak terlihat gambaran bahwa mereka hidup di sebuah wilayah yang pernah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai salah satu wilayah tertinggal di Indonesia.Sikap mereka yang bersahabat dan ikhlas begitu jernih terasa ke hati. Sama seperti jernihnya air asinΓΒ yang ada di Danau Waekuri. Sebuah danau yang airnya merupakan rembesan air pantai Weekuri yang tepat berada di samping danau itu.Danau Weekuri terbentuk dengan indah. Danau ini seolah terpenjara oleh tebing-tebing yang ada di sekelilingnya. Airnya yang jernih seolah menggoda siapa saja untuk tidak sekadar menikmatinya dengan mata telanjang tapi juga bermain air di dalamnya.Saat sore tiba, di atas tebing Danau Ratenggaro kita bisa melihat senja beranjak ke peraduannya. Semburat jingga yang menyapu permukaan laut pantai terasa hangat menyapa. Tak terasa waktu seharian telah habis begitu saja di Sumba Barat Daya.Beruntung jauh-jauh hari sebelum menapakkan kaki di Sumba Barat Daya, satu kamar di hotel Sinar Tambolaka sudah terpesan melalui tiket.com. Berkat tiket.com perjalanan wisata jauh lebih menyenangkan karena kendali perjalanan wisata jadi lebih mudah direncanakan dan dijalankan.Kemudahan yang diberikan tiket.com setidaknya mampu membuat saya mudah merekam dan menemukan keindahan dan kehangatan warga Pulau Sumba Barat Daya yang tetap bersahaja dengan segala kekurangan yang mereka rasakan. Setidaknya itulah secuil surga yang bisa Anda temukan di Sumba Barat Daya.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum