Liburan ke Kota Gudeg, Belum Lengkap Tanpa Singgah ke Tugu Jogja
Sabtu, 16 Jul 2016 13:20 WIB

Yizreel Tuerah
Jakarta - Tugu Jogja sebagai landmark kota menjadi daya tarik para traveler yang berkunjung ke Kota Gudeg. Istilahnya, belum ke Jogja jika belum ke Tugu Jogja.Jogajakarta/Yogyakarta dari masa ke masa, kota dengan budaya yang adiluhung dengan keramah tamahan setiap warganya. Membuat kota ini selalu dirindukan untuk selalu dikunjungi dan seperti tak pernah habis dituangkan dalam tulisan setiap sudut kotanya. Dalam tulisan kali ini, saya akan membahas tentang Tugu Jogja yang menjadi landmark Kota Gudeg dan Kota Pelajar ini. Terletak di perempatan yang menghubungkan JL Mangkubumi di Selatan, Jl. Am Sangaji di Selatan, Jl. Diponegoro Di barat dan Jl. Jendral Sudirman di timur, menjadikan lokasi ini sangat mudah dijangkau.Keunikan tugu yang dibangun pada tahun 1775 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I adalah pada awalnya berbentuk Golong ( bulat ) dan Gilik ( Silider ) pada puncaknya dan mempunyai ketinggian 25 meter. Jadi berbeda dengan bentuk yang kita lihat saat ini yang berbentuk persegi. Perubahan ini terjadi setelah gempa bumi dahsyat yang menghantam Jogja pada 10 juni 1867. Momentum ini digunakan oleh Belanda untuk menghapus bentuk asli Tugu yang pertama bulat menjadi persegi pada tahun 1889 dan diresmikan dengan bentuk dan ketinggian baru ( 15 meter ) oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII dan menyandang nama baru 'de witt pall' atau tugu putih hingga kini dengan penambahan ornamen di setiap sisi tugu yang menginformasikan pihak-pihak yang ikut membangun renovasi Tugu ini. Perubahan yang dilakukan oleh Belanda ini bukan tanpa dasar, karena saat itu, tugu yang disebut oleh masyarakat Jogja sebagai Tugu Golong Gilik adalah sebagai lambang 'Manunggaling Kawulo Gusti' yang bisa diartikan sebagai persatuan antara raja (penguasa) dengan rakyat melawan penjajah Belanda. Maka, pemerintah Belanda ingin menghilangkan image perjuangan ini dengan merubah total bentuk Tugu.Keunikan yang tak kalah menariknya, Tugu jogja menjadi satu jalur tegak lurus atau biasa disebut garis imajiner/poros imajiner. Yaitu sebuah garis yang bisa kita tarik lurus dan bisa kita lihat di peta ataupun google map yang menghubungkan Gunung Merapi di utara kemudian Tugu Jogja, Krapyak, Keraton dan berakhir di Pantai selatan ataupun sebaliknya. Hal ini juga sebagai lambang, bahwa Keraton Jogja sebagai penyeimbang yang berada ditengah-tengah antara penguasa Merapi dengan penguasa Laut selatan.Seperti mindset para traveler, belum ke Jogja rasanya jika belum mengambil spot foto ataupun memegang tugu ini. Datanglah pada waktu dini hari ataupun pagi hari saat lalu lintas sedang lengang.Kita bisa bebas untuk berfoto ataupun mendekat di lokasi tugu. Sore hari juga bisa menjadi pilihan, karena sunset di Tugu Jogja juga bisa menjadi foto indah bagi penggemar fotografi.Selamat menikmati Jogja yang istimewa dan berhati nyaman ini.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!