Keren, Begini Alat Pengendali Banjir dari Mesir
Selasa, 08 Jul 2014 14:41 WIB

Ellys Utami
Jakarta - Hujan deras kemarin, Jakarta langsung digenangi air di mana-mana. Mungkin kita harus belajar dari Mesir. Sejak zaman dulu, Mesir sudah punya alat pengendali banjir Sungai Nil yang jadi atraksi wisatawan.Mesir merupakan salah satu negara yang terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS). Negara ini memang berada di sepanjang aliran Sungai Nil, salah satu sungai terpanjang di dunia.Sungai Nil adalah sungai yang mengalir dari Tanzania dan bermuara di laut Mediterania. Memanjang hampir mencapai 7.000 km, melewati 11 wilayah negara termasuk Mesir. Sungai Nil disebut sebagai berkah bagi Mesir. Kemakmuran dan kemashuran bangsa Mesir dimulai dari Sungai Nil ini.Karena itulah, dahulu kala banjir menjadi hal yang rutin terjadi di Mesir. Namun, teknologi pengendali banjir sudah dikenal sejak zaman Mesir kuno. Jejaknya ditemukan di Pulau Elephantine, Aswan.Bangunan serupa juga ditemukan di pusat Kota Kairo. Teknologinya tentu lebih canggih dibandingkan dengan yang di Aswan. Karena dibangun pada kisaran abad ke-7 Masehi, jauh setelah zaman Mesir kuno. Bangunan ini disebut dengan Nilometer.Nilometer letaknya cukup tersembunyi di antara bangunan apartemen yang padat di pusat kota Kairo. Berada di atas pulau kecil di tengah sungai Nil. Namanya Rhoda Island, orang Mesir menyebutnya Manial.Berada satu lokasi dengan Museum Ummi Kultsum, penyanyi legendaris Mesir. Dekat dengan bangunan pengelolaan air bersih milik pemerintah. Semacam PDAM kalau di Indonesia.Tiket masuk dipatok seharga 20 LE (Rp 32.000) untuk umum. Sedangkan untuk pelajar/mahasiswa, hanya dikenakan 8 LE saja. Namun tidak termasuk tiket masuk museum.Untuk menuju tempat ini, bisa ditempuh dengan naik metro, yaitu sejenis KRL di Jakarta. Turun di stasiun Mar Girgis atau Malik al Saleh dengan hanya membayar 1 LE (Rp. 1.600).Keluar di pintu sebelah barat, disambung dengan jalan kaki sekitar 15 menit. Sedangkan untuk moda transportasi yang lain adalah taxi. Jangan sebutkan nilometer, karena sopir taxi Mesir tak banyak yang tahu, katakan saja Mathaf (museum) Ummi Kultsum.Nilometer dibangun pada masa Bani Ummayyad tahun 715 Masehi, dengan konstruksi yang sederhana, meniru konstruksi Nilometer di Aswan. Namun pada masa Khalifah Al-Marmoun (815 M) nilometer disempurnakan. Pernah hancur pada tahun 850 M karena banjir besar.Pada masa Dinasti Abbasiyah, nilometer dibangun ulang oleh Ahmad ibn Muhammad Al Hasib, sekitar tahun 861 Masehi. Arsiteknya adalah Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Fargani dari Turkistan Barat. Di negara Barat dikenal sebagai astronom Alfagranus.Pada masa dinasti Thoulun tahun 872-873 M, Nilometer direnovasi dan kembali dipugar tahun 1092 pada masa dinasti Fatimiyah. Kubahnya juga pernah hancur dibombardir pasukan Perancis saat menduduki Mesir. Sedangkan kubah yang ada saat ini adalah kubah baru bergaya Ottoman Turki.Eksterior nilometer ini tidak terlalu besar jika tampak dari luar, desainnya sederhana dan biasa saja. Namun jika kita masuk ke dalamnya, baru kita dibuatnya takjub.Di dalam bangunan berkubah kerucut itu terdapat lubang mirip sumur yang terbuat dari batu marmer, lengkap dengan tangga menuju ke dasarnya. Terdapat kolom berbentuk segi delapan. Kolom kayu tersebut memiliki beberapa ruas yang berfungsi sebagai pengukur ketinggian air.Masing-masing ruas berjarak 1 hasta (0,5 meter lebih). Ada sekitar 19 ruas. Jika air berada pada ruas ke 12, berarti Kairo sedang dilanda kekeringan. Jika berada di atas ruas ke 18, Kairo berada dalam kondisi awas, karena tinggi air sungai di level ini akan menyebabkan banjir.Level terbaik air sungai berada di ruas ke 14. Jika sedang tidak terjadi banjir, nilometer berfungsi sebagai pengatur distribusi air di lahan-lahan pertanian.Nilometer kini memang tak lagi berfungsi, namun keberadaannya menjadi bukti bahwa teknologi pengairan dan pengendali banjir sudah maju di Mesir sejak ribuan tahun lalu.Sudah sepantasnya Mesir disebut dengan Umm ad Dunya, mother of the world. Merekam sejarah peradaban manusia. Sebuah negeri di mana setiap sudutnya adalah sejarah, lengkap dengan jejaknya.
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol