Perkebunan Teh Malabar, Bagai Permadani Hijau Raksasa

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Perkebunan Teh Malabar, Bagai Permadani Hijau Raksasa

dwi suprayitno - detikTravel
Minggu, 14 Jul 2013 11:50 WIB
loading...
dwi suprayitno
Hamparan permadani hijau
Didepan Malabar Tea Corner
Disela-sela daun teh
Embung penyimpan air
Pucuk teh yang siap dipetik
Perkebunan Teh Malabar, Bagai Permadani Hijau Raksasa
Perkebunan Teh Malabar, Bagai Permadani Hijau Raksasa
Perkebunan Teh Malabar, Bagai Permadani Hijau Raksasa
Perkebunan Teh Malabar, Bagai Permadani Hijau Raksasa
Perkebunan Teh Malabar, Bagai Permadani Hijau Raksasa
Jakarta - Perkebunan teh Malabar di Pangalengan, Kabupaten Bandung, punya pemandangan yang sangat indah. Selain hamparan pohon teh yang bagai permadani raksasa, ada juga makam dan rumah peninggalan seorang Belanda yaitu KAR Bosscha.Sebenarnya, rencana kami pagi itu sekadar jalan-jalan di Jl Ir H Juanda alias Dago. Namun saat berkumpul di salah satu resto cepat saji, salah seorang teman mengusulkan untuk pergi ke Pangalengan. Akhirnya rombongan kami meluncur ke selatan, menggunakan 3 sepeda motor.Jarak dari Kota Bandung ke Pangalengan sekitar 40 Km, kami tempuh dalam waktu 2 jam akibat terjebak macet di Pasar Pangalengan. Tiba di sana kami kebingungan dengan objek wisata yang dituju, hingga akhirnya memutuskan untuk mengunjungi perkebunan teh Malabar.Perkebunan ini terletak di ketinggian 1.550 mdpl, dengan suhu rata-rata 16-26 derajat Celcius. Kebun teh ini juga sarat sejarah, karena terdapat makam dan rumah peninggalan KAR Bosscha yang dibangun tahun 1894. Anda pasti tahu namanya, diabadikan sebagai nama observatorium di Lembang, Bandung sebelah utara. Letaknya tak jauh dari Wisma Malabar.Makam itu terletak di hutan kecil di tengah-tengah kebun teh. Kondisinya terawat, dikelilingi pagar, tanaman Coleus warna-warni menghiasi sekelilingnya. Kini kediaman Meneer Bosscha itu telah diperbaharui, ruangannya ditambah menjadi 11 kamar. Oleh PTPN VIII Wisma Malabar dan Wisma Melati, rumah itu disewakan bagi wisatawan. Harganya juga cukup terjangkau.Memasuki perkebunan teh Malabar, seorang hansip menyambut kami di pintu gerbang. Dia menjelaskan pilihan antara belok kanan dan belok kiri. Namun sama saja, kedua arah itu berujung di kebun teh.Belok kanan, jalurnya lebih mulus karena biasa digunakan oleh para pejabat pengelola Malabar (PTPN VII), sangat cocok untuk 'tea walk'. Sementara kalau belok kiri, Anda akan langsung bertemu dengan masyarakat pemetik teh dan pemerah sapi. Jalannya berlubang, karena lebih sering dilalui truk pengangkut teh ataupun susu dan sapi.Kami memutuskan untuk belok ke kanan. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Malabar Tea Corner di komplek kantor perkebunan. Tea Corner ini menjual teh, suvenir, dan beragam oleh-oleh khas Malabar. Setelah mencicipi hangat dan nikmatnya teh produk asli perkebunan Malabar, kami melanjutkan perjalanan ke area perkebunan.Keindahan kebun teh ini tak perlu diragukan lagi. Sejauh mata memandang, hamparan hijau pohon teh laksana permadani raksasa. Kami menyempatkan diri berjalan di antara pohon-pohon teh yang siap dipetik. Tak bosan rasanya menikmati karunia Tuhan yang luar biasa ini. Sejuknya udara khas pegunungan membuat kami tidak ingin cepat-cepat beranjak.
Hide Ads