Mengejar Geisha di Gion Corner, Jepang
Rabu, 03 Apr 2013 11:43 WIB

Iskandar Kartasasmita
Jakarta - Geisha, sosok wanita berkimono yang anggun, elegan, dan misterius membuat traveler penasaran saat berkunjung ke Jepang. Nah, di Kota Kyoto ada tempat yang bisa mempertemukan Anda dengan geisha. Di mana?Demi bertemu muka secara langsung dengan geisha membuat saya terus melangkahkan kaki menyusuri Gion Corner di Kyoto, Jepang. Pernah melihat film "Memoirs of a Geisha" yang diperankan aktris cantik berwajah lugu Zhang Ziyi? Ziyi memerankan seorang gadis cilik yang dijual ke salah satu rumah "penghasil geisha" untuk kemudian dilatih dan dididik menjadi seorang geisha.Geisha sejatinya adalah seorang perempuan pekerja seni yang mempunyai kemampuan menari dan memainkan alat musik tradisional Jepang. Namun entah kenapa gambaran yang melekat pada sebagian masyarakat di Indonesia akan seorang geisha ini cenderung berbau esek-esek. Mungkin karena sedikit banyak terpengaruh oleh cerita dari film yang diperankan oleh Ziyi, yang keperawananya dijual kepada salah seorang pembesar pada masanya.Bagi setiap turis yang berkunjung ke Kyoto dan ingin bertemu dengan geisha atau melihat mereka menari dan memainkan alat musik di salah satu kuil, datanglah ke Gion Corner. Untuk menuju tempat ini dari Stasiun Kyoto atau dalam bahasa lokal Kyoto Ekimae naiklah raku bus nomor 100 atau 206. Kemudian turun di halte Gion, atau naik subway Keihan Line dan turun di Stasiun Gion Shijo.Gion Corner sering disebut juga Geisha District merupakan sebuah kawasan dengan rumah-rumah kayu tradisional Jepang. Saat malam tiba jalanan di Gion Corner hanya bercahaya temaram lampion menambah kesan kuno ala Jepang tempo dulu.Kawasan ini terletak di Shijo Avenue. Lebih tepatnya diapit oleh keberadaan Yasaka Shrine dan Kamo River serta hanya beberapa meter bila Anda berjalan kaki dari halte bus Gion, Kyoto. Bertemu dengan Geisha tidaklah mudah karena mereka tidak bebas berkeliaran ke mana-mana. Ingat apa yang diajarkan Michael Yeoh pada Ziyi dalam sebuah dialog "Memoirs of a Geisha" kalau seorang Geisha hanya keluar jika ada panggilan kerja. Selain itu, mereka juga jalan menunduk dan melangkah cepat. Memang seperti itulah keadaan sebenarnya, bukan sebuah cerita fiksi sebagai bumbu dari alur cerita dalam film.Saat mengunjungi Gion Corner, saya berkesempatan bertemu dengan geisha. Itupun secara tidak sengaja. Malam itu, setibanya di Kyoto setelah beres-beres di hostel saya berjalan kaki menyusuri Shijo Avenue yang benderang dengan lampu-lampu dari jalanan dan pusat-pusat perbelanjaan. Maklumlah Shijo Avenue terletak di kawasan Kawarimachi yang merupakan area pusat perbelanjaan di Kyoto, di antaranya terdapat Takashimaya.Saya berjalan pelan sambil terus melayangkan pandangan ke kiri dan ke kanan. Berharap bisa melihat sosok yang melegenda itu. Namun, yang saya dapati hanyalah deretan rumah-rumah kayu dengan lampion sebagai penerangnya. Suasananya sepi, bisu, dan saya pun kuyu.Setiap jalan dan gang saya telusuri, temaram dan hati saya mulai muram. Rumah-rumah kayu itu tertutup rapat tak tampak ada tanda ataupun bunyi-bunyian seorang geisha sedang menari atau memainkan alat musik. Jauh saya memasuki kawasan ini dan hampir sampai di ujung sebuah jalan yang kosong melompong.Saya pun hanya berpapasan dengan segelintir orang. Entah mereka seorang pendatang yang juga sedang berburu geisha seperti saya atau memang hanya sedang melintas menuju ke suatu tempat.Saya berbalik arah menuju jalan kedatangan tadi. Tiba-tiba dari sebuah belokan jalan, saya melihat sekelompok orang. Saya pun tertegun. Saya mengenali dua orang wanita dalam kelompok tersebut. Dia begitu mudah dikenali dengan balutan kimono, riasan wajah, serta sanggulnya. Ya, dialah sang geisha.Saya berjalan cepat mengikuti mereka dan sesekali mengambil gambarnya. Ingin rasanya saya berlari dan mendahului mereka, kemudian mengambil gambar dari depan. Namun, apa daya saya tak punya cukup keberanian melakukan hal itu. Kedua geisha itu berjalan dengan di apit oleh dua orang bapak-bapak. Naluri saya pun melarang untuk lebih dekat karena teringat adegan Zhang Ziyi yang begitu di lindungi dalam setiap langkahnya. Bagaimana jika kedua bapak-bapak itu adalah seorang terhormat, pengawal, atau bahkan yakuza?Pertanyaan-pertanyaan itu terngiang tanpa jawab dan mengalahkan emosi dari bisikan naluri saya untuk terus mendekat. Cekrek... cekrek... cekrek... seorang bapak yang mengapit geisha itu menoleh dan melihat kearah saya. Saya pun hanya terdiam dan bersiap membidikkan kamera.Saat itu otak saya memerintahkan untuk mengambil gambar sebanyak-banyaknya. Kapan lagi kalau tidak sekarang, kalaupun bapak itu marah dan menghampiri, paling buruk diminta menghapus foto yang baru diambil. Tapi bagaimana jika bukan sekadar diminta menghapus foto, melainkan malah merampas kamera dan membantingnya? Selesailah semua.Saya tersadar ketika rombongan kemudian malah berpose dan berfoto bersama setelah seorang bapak berbisik dan mengarahkan pandangannya kepada saya. Mereka seolah-olah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengambil gambar. Namun, saya berdiri terlalu jauh dan lensa tidak sempat menangkap momen tersebut. Hingga akhirnya mereka pun kembali berjalan dan berhenti di sebuah rumah. Untuk kemudian sang geisha dipersilakan masuk terlebih dahulu.Yah, selesai sudah dan setelah melihat LCD kamera, hasil fotonya setengah blur. Dikarenakan saya memotret sambil berjalan dengan kondisi cahaya yang kurang. Nasib seorang amatir.Saya pun kembali berjalan dan memutuskan untuk kembali ke hostel. Sudah tak terpikir lagi akan bisa bertemu geisha, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 waktu setempat. Beberapa langkah lagi menuju jalanan utama, langkah saya kembali terhenti.Kaku tapi tak lagi lugu. Seolah tak percaya atas apa yang sedang saya lihat. Saya mengusap kacamata dan dia nyata, dialah geisha. Sosoknya yang khas, anggun dan elegan sedang berjalan mendekat ke arah saya. Geisha muda itu melangkah cepat dan menunduk, bahkan sesekali memalingkan mukanya ketika bidikan kamera saya mengarah padanya. Geisha itu semakin mendekat ke arah saya berdiri, tapi sedetik kemudian dia berbelok menyeberang menuju sebuah rumah. Tak mau kalah, saya terus memburu dan mengikutinya, beruntung ada sebuah mobil sedang diparkir sehingga memutus langkah geisha itu untuk segera masuk ke dalam rumah.Geisha itu berdiri di pinggir pintu, sambil sesekali tersenyum dan membungkuk kepada dua orang yang sedang sibuk memasukkan beberapa karung ke dalam rumah tersebut. Saya berdiri hanya beberapa meter dari wanita itu. Tiba-tiba melintas sepasang orang berwajah Jepang dan berbicara dengan geisha itu. Tanpa diduga geisha itu tersenyum dan berpose. Saya yang tak siap dengan momen itu dan terlambat mengabadikannya dengan kamera yang dari tadi sudah dalam posisi hidup. Deg-degan rasanya saat saya memberanikan diri menyapa geisha itu dan memohon padanya untuk berpose sekali lagi. Dengan senyumnya yang ramah, tanpa sepatah katapun keluar dari bibirnya yang mungil geisha itu berpose untuk kamera saya. Saya pun membungkuk tanda mengucapkan terima kasih, geisha itu tersenyum dan segera berlalu masuk ke dalam rumah.Kesempatan memang bisa datang kapan saja. Saya beruntung bisa diberikan kesempatan itu. Namun, sayang hasil fotonya jadi memerah. Ternyata salah setting kamera! Duh, ternyata saya tak seberuntung itu.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!