Extraordinary Flores (Part 1)

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Extraordinary Flores (Part 1)

ferdi - detikTravel
Kamis, 13 Okt 2011 19:18 WIB
Jakarta - Ini untungnya kerja di biro perjalanan wisata, bisa kerja sambil berlibur dan berkeliling Indonesia.Β Minggu lalu saya berkesempatan mengeksplor Flores, dari kota di Ujung Timur Pulau Flores, Larantuka, hingga ke kota paling baratnya, Labuan Bajo.Sebenarnya, perjalanan saya dan rombongan dimaksudkan untuk melihat potensi 'calon' objek wisata di Flores. Perjalanan ini diselenggarakan oleh sebuah LSM asing yang bekerja sama dengan Kemenbudpar. Tujuan dari LSM ini adalah menaikkan perekonomian masyarakat setempat melalui sektor pariwisata.Perjalanan saya dan teman-teman diawali dengan ditundanya penerbangan kami dari Denpasar menuju Maumere tanpa ada alasan yang jelas dari pihak perusahaan penerbangan. Tapi, sepertinya kami semua sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini dan hanya dapat kagum melihat aksi tak bersalah petugas perusahaan penerbangan ketika akhirnya kami dipersilahkan untuk naik ke pesawat terbang 1.5 jam kemudian.Penerbangan dari Denpasar menuju Maumere menghabiskan waktu 1.5 jam, dan akhirnya kami baru tiba di Maumere sore hari dan terpaksa menyesuaikan jadwal kegiatan kami dengan waktu yang tersisa. Sedikit kekesalan rombongan kami hilang ketika rombongan kami disambut oleh sanggar sebuah desa di Maumere, Desa Doka, dengan tarian yang eksotis dan begitu indahnya. Para penari menggunakan gelang-gelang berlonceng yang mengeluarkan bunyi setiap kali mereka menggerakan kakinya. Tarian yang begitu menggugah semangat dan mengharu birukan suasana hati akan kekayaan budaya negeri ini.Dari bandara, kami langsung berangkat dan menginspeksi hotel-hotel di sekitar kota Maumere. Sebenarnya, hotel-hotel yang kami datangi memenuhi standar dari segi fasilitas dan sarana pendukung lainnya. Hanya saja, kebersihan dan pemeliharaan menjadi issues utama.Setelah hotel inspections, kami kemudian menuju sebuah rumah makan kecil dan sederhana di tepi pantai, masih di Maumere, hanya sekitar 10 menit dari pusat kota.Β Untuk sektor lain, Flores dan kebanyakan daerah di kawasan timur Indonesia memang masih perlu pembenahan dalam skala besar, tapi untuk hasil alamnya, jangan ditanyakan.Ikan yang kami santap terasa sekali masih segar dan gurih dagingnya. Apalagi dengan sambal tomat yang menggugah selera, hmmmΒ saya tiba-tiba seperti berada di rumah.Β Setelah santap malam, kami langsung menuju hotel untuk menginap.Β Hotel yang kami tempati letaknya tepat di tepi pantai, tapi karena sudah malam dan gelapnya area sekitar hotel, saya tidak sempat berkeliling dan melihat area hotel.Β Malam itu, saya benar-benar merasa seperti ada di rumah.Mau tidur tapi nggak bisa karena di sebelah hotel sepertinya sedang berpesta dan memutar lagu dengan pengeras suara hingga tengah malam, atau paling tidak hingga saya tertidur.Β Pagi harinya saya baru diberitahu kalau ternyata pesta itu diadakan dalam rangka merayakan Komuni Pertama anak pemilik rumah tersebut.Saya langsung packing dan bergegas menuju lobby untuk check out sebelum menuju restaurant untuk breakfast. Lebih aman seperti ini.Β Dari hotel, perjalanan kami dilanjutkan menuju Desa Doka. Ya, desa asal sanggar yang menyambut kami kemarin di bandar udara Frans Seda, Maumere, tapi kali ini dengan formasi yang lebih lengkap.Ketika sampai di desa Doka, kami di sambut oleh tarian yang dipentaskan oleh muda-mudi desa Doka, sebelum akhirnya kami diterima oleh pemimpin sanggar dan melalui ritual penyambutan dalam bahasa adat dan diperciki dengan air.Β Kami lalu diajak ke dalam desa untuk melihat pementasan tari lainnya.Ya, desa Doka merupakan salah satu desa yang diharapkan dapat menjadi desa wisata. Kami ditemani pementasan tari dan hidangan tradisional, atraksi menyalakan api dengan menggunakan bamboo, serta disuguhi minuman tradisional Flores yang disebut moke, arak tradisional Flores.Tapi, buat saya, atraksi yang paling menakjubkan di desa ini adalah tenun ikatnya. Kami diperlihatkan proses lengkap pembuatan tenun ikat yang begitu panjang dan rumitnya, termasuk proses ikat dan pewarnaan secara organik, sebelum akhirnya benang-benang tersebut menjadi selembar tenun ikat. Sungguh sebuah proses yang panjang yang membutuhkan kreativitas tingkat tinggi. Bayangkan saja, motif pada tenun ikat itu berasal dari ikatan pada benang-benang yang dilakukan secara manual. Dan, beberapa dari kita masih menawar harga kreativitas tingkat ini dengan harga yang semurah-murahnya.Dari desa Doka, perjalanan kami lanjutkan ke timur Pulau Flores dan mengunjungi dua pantai berpasir putih dengan pemandangan yang luar biasa.Β Pantai Rako dan Pantai Oa letaknya berdekatan, akan tetapi, jalan/akses ke dua pantai ini sungguh tantangan tersendiri. Kami menghabiskan waktu satu jam dari jalan utama Trans Flores untuk sampai di ke dua pantai ini di dalam kendaraan yang melompat-lompat menyesuaikan kondisi jalan yang sangat tidak mendukung.Sehabis makan siang di Rako dan mengunjungi Oa, perjalanan kami lanjutkan menuju Desa Lewokluo, di mana kami menyaksikan pembuatan ikat di desa ini. Ada satu perbedaan mendasar selain motif dan warna dalam tenun desa Lewokluo, yaitu adanya ornamen kerang pada ikat desa ini.Sayang, karena banyak waktu yang habis dalam perjalanan kami menuju pantai-pantai indah berpasir putih tadi, waktu kami menjadi sangat terbatas untuk dihabiskan di Lewokluo. Akhirnya, kami tidak dapat menyaksikan pentas tari dan rumah adat desa ini.Perjalanan kami lanjutkan kembali menuju Larantuka untuk makan malam dan menginap. Sekali lagi, makan malam di Larantuka mempunyai highlight nya sendiri. Masakan dari kawasan timur Indonesia memang terkenal dengan bumbunya yang terasa begitu kental, seperti ayam goreng yang kami santap di Susteran PRR Larantuka, tempat sebagian rombongan kami (cowok-cowoknya) menginap. Berbeda dengan hotel-hotel di Larantuka yang memiliki masalah pada kebersihan dan maintenancenya, akomodasi kami sangat bersih walaupun fasilitas di kamar sangat minim, karena menyesuaikan fungsi utama penginapan ini yaitu sebagai tempat rekoleksi umat Katolik.Setelah perjalanan yang panjang hari ini (kami menghabiskan waktu setidaknya 14 jam sehari), tidur malam menjadi begitu nikmat. (travel/travel)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads