Sebelum memulai perjalanan ke Toraja, satu hal yang paling ingin dilihat adalah rumah Tongkonannya.
One of the craziest vernacular architecture, begitu kata di buku yang saya baca.
Dan ternyata Tongkonan memang betul-betul gila, dalam arti yang sangat baik tentunya.
Melihat secara langsung bentuk atap perahunya yang menjulang tinggi dan panjang benar-benar membuat takjub, memikirkan bagaimana cara membuat rumah ini pada jaman dahulu.
Pandangan beralih ke deretan tanduk-tanduk kerbau yang disusun secara vertikal, mencoba menghitung berapa banyak kerbau yang meninggalkan tanduknya di kolom kayu penopang bagian depan itu.
Dinding rumah yang berwarna dasar hitam, penuh dengan detil motif-motif khas Toraja berwarna merah dan kuning, cantik.
Secara keseluruhan, memang luar biasa arsitektur rumah tradisional adatΒ Toraja ini.
Istilah Tongkonan sendiri berasal dari kata Tongkon yang artinya duduk.
Jadi di dalam sebuah Tongkonanlah, satu keluarga duduk berkumpul bersama-sama, pusat dari kehidupan di Toraja.
Memang keluarga mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat Toraja.
Ini jugalah yang kami alami ketika mendapat kesempatan untuk tinggal di rumah Tongkonan milik penduduk lokal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tempat ini, kami mengenal lebih dalam arti sebuah keluarga di Toraja.
Selain dengan Ambe'Amo, kami juga berkenalan dengan istrinya yang kami panggil Ama, cucu-cucunya Wiwin, Jansen, dan Keisha.
Suasana keluarga yang akrab, membuat tempat ini serasa seperti rumah sendiri.
Terlebih dengan tidak adanya sinyal telepon sama sekali, membuat hidup ini terasa tenang dan damai tentram.
Ketika waktunya makan malam, Ambe'Amo membuatkan sendiri Papiong Ayam untuk kami.
Buluh bambu yang ia tebang sendiri dan ayam kampung miliknya sendiri.
Duduk bersama di dalam Tongkonan, berbincang sambil menonton sinetron Indonesia di televisi. Bermain gundu melawan Jansen, yang entah kenapa selalu kalah olehnya, bercerita dengan Wiwin dan bercanda dengan Keisha.
Suasana yang hangat dan sangat menyenangkan.
Komentar Terbanyak
Banjir Bali, 1.000 Hektar Lahan Pertanian per Tahun Hilang Jadi Vila
Warga Harap Wapres Gibran Beri Solusi Atasi Banjir Bali
Belum Dibayar, Warga Sekitar Sirkuit Mandalika Demo-Tagih ke ITDC