'Tangisan' Pilu Bumi dan Satwa

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Sendia Berka|44149|KALTENG & KALSEL|48

'Tangisan' Pilu Bumi dan Satwa

Redaksi Detik Travel - detikTravel
Kamis, 17 Mar 2011 11:00 WIB
loading...
Redaksi Detik Travel
Nur yang tak lagi dapat merendam tubuhnya
Tempat ganti di Air Terjun Haratai yang di coret-coret
Sampah di lokasi Air Terjun Haratai
Sampah plastik dengan latar belakang Air Terjun Haratai
Kandang sampah
Kursi di Taman Mini Flora dan Fauna Marabahan yang tak lagi bisa digunakan
Tangisan Pilu Bumi dan Satwa
Tangisan Pilu Bumi dan Satwa
Tangisan Pilu Bumi dan Satwa
Tangisan Pilu Bumi dan Satwa
Tangisan Pilu Bumi dan Satwa
Tangisan Pilu Bumi dan Satwa
Jakarta -

Seandainya bumi bisa berbicara, saya yakin ia sudah berteriak, mengutuki kita, manusia yang sudah merusak alam ini. Seandainya binatang bisa menangis ,saya yakin tak akan ada habisnya titik air mata yang mereka keluarkan karena ulah dari sebagian manusia.

Sampah!! Satu kata pertama yang sulit sekali untuk dihindari. Entah mengapa sampah yang berserakan selalu terlihat dimana-mana. Jahil!! Kata kedua yang juga selalu mengikuti. Mengunjungi Wisata Alam Bukit Tangkiling, 19 Oktober 2010 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, saya berharap akan bisa menikmati jalur treking dengan santai dan menyenangkan. Tapi ternyata tidak. Hamparan sampah plastik bekas makanan dan minuman 'menghias' sepanjang jalur treking. Begitu juga yang terjadi saat saya mengunjungi Air Terjun Haratai di Loksado, Kalimantan Selatan, 25 Oktober 2010. Sedih rasanya melihat alam surga menakjubkan yang dimiliki Indonesia tidak dijaga oleh manusia-manusia yang juga ikut menikmati keindahannya.

Bertambah sedih saat saya berbincang dengan Thomas, seorang guru matematika SD di Loksado, yang juga pemandu kami saat mengunjungi Air Terjun Haratai. Ia mengungkapkan, warga tidak 'enak hati' untuk menegur pengunjung yang membuang sampah sembarangan, atau mencoret-coret tempat ganti yang disediakan disana, karena khawatir mereka tidak akan datang kembali. "Bagaimana mau menegur jika Pemda bahkan tidak menyediakan tempat sampah" ucapnya. Ah, sungguh sedih mendengar pernyataan yang keluar dari mulutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedih karena pemerintah belum benar-benar memperhatikan dan mengembangkan objek wisata surga Indonesia. Bahkan jalurΒ  untuk menuju Air Terjun HarataiΒ  sejauh 8 KM dari Loksado, masih dalam kondisi tanah dan berbatu. Sedih karena masyarakat menjadikan ketiadaan tempat sampah untuk bebas membuang sampah sembarangan, khususnya di tempat wisata. Saya pribadi selalu membawa plastik sendiri untuk membuang sampah, berjaga-jaga tidak ada tempat sampah yang bisa ditemui, bahkan terkadang kantong celana-pun menjadi kantong sampah pribadi saya. Sedih karena banyak dari kita 'takut' untuk menegur orang yang membuang sampah sembarangan.

Pengalaman saya tak berhenti sampai disitu. Beberapa satwa dalam kandang juga bisa kita temui di Wisata Alam Bukit Tangkiling. Salah satunya buaya rawa yang diberi nama Nur. Kandangnya dipenuhi oleh kayu-kayu dan batang-batang pohon yang dilempar oleh pengunjung kedalam kandangnya. Nur bahkan tidak lagi bisa merendam tubuhnya secara penuh kedalam air. Kasus yang sama saya temui saat mengunjungi Taman Mini Flora dan Fauna di Marabahan, Kalimantan Selatan. Dari 12 kandang yang ada, hanya tinggal tersisa 2 kandang yang diisi oleh 3 monyet. Dan coba anda tebak! Kandangnya telah berubah menjadi tempat sampah. Selain sampah,kandang-kandang lain yang sudah kosong, kursi-kursi taman juga hancur dan tidak bisa dipergunakan, padahal letaknya persis disebelah Kantor Bupati Barito Kuala.

Seharusnya tempat wisata dibuat untuk dikunjungi, menikmati kebesaran Tuhan, sekaligus membuat perekonomian masyarakat meningkat. Satwa dikandangkan,dipisahkan dari habitat asli mereka, agar kita dapat belajar dan mengenal perilakunya lebih dalam. Dan bumi diciptakan agar kita, manusia-manusia yang ditempatkan didalamnya, bisa menikmati dan menjaganya dengan baik.

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads