Aceh, Pesona Ujung Indonesia

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Aceh, Pesona Ujung Indonesia

Amandha Boy Timor Randita - detikTravel
Kamis, 27 Jan 2011 14:00 WIB
Jakarta - Tak terbayang olehku sebelumnya untuk bisa menginjakan kaki di "Serambi Mekkah" Indonesia ini. Aceh, yang dulu sempat terporakporandakan oleh bencana Tsunami, ternyata masih banyak menyimpan keelokan alam dan wisata cultural yang sungguh mempesona. Semenjak menginjakan kaki di tanah leluhur ini, nuansa islami sungguh kental. Di dekat bandara, ada sejarah bisu mengenai kedasyatan tsunami, sebuah taman makam massal korban tsunami. tak hanya itu, tsunami mengisahkan sebuah fenomena yang sangat menakjubkan. sebuah kapal pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) Apung yang awalnya berada di lepas pantai yang diperkirakan berbobot lebih dari 40 ton, tak dienyahkan terhanyut dalam maut gelombang laut hingga ke daratan dan sekarang pun menjadi monumen Tsunami.

Berjalan-jalan di siang hari dengan cuaca cukup panas, cukup terbayar dengan berbagai kuliner Aceh yang sangat menggoda rasa. terutama kopi aceh yang sudah terkenal se antero dunia. Salah satu kopi yang terkenal di Aceh adalah Kopi Solong. Aroma dan kekentalan kopi yang pas, membawa suasan menjadi lebih hangat.

Saya pun beranjak untuk melihat lagi saksi-saksi serpihan tsunami. Kali ini pun hati saya jatuh pada keagungan Masjid Baiturrahman, tempat dimana dulu banyak orang selamat di bangunan suci ini. Padahal menurut cerita orang setempat, Pasar Banda Aceh yang berdekatan dengan Masjid ini tenggelam oleh ombak ganas tersebut. Tak sedikitpun bangunan Masjid menunjukan kerapuhannya, masih berdiri megah dan mewah. interior, eksterior serta sejarah yang ada di dalamnya, membuat saya berdecak kagum atas kehebatan warga Aceh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ke Aceh, yang merupakan ujung ibu pertiwi, tak lengkap rasanya merasakan benar-benar di Ujung Indonesia. Ya, Sabang adalah tujuannya. Dengan menggunakan kapal ferry, menuju Pulau Weh. saya pun langsung menuju titik NOL Kilometer Indonesia, yang membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam dari pelabuhan Sabang. semua pun terbayar ketika melihat dan merasakan, saya saat ini ada di bujur tertimur Indonesia, disinilah saya meresapi betapa perjuangan Pahlawan Indonesia sangat keras demi batas seperti yang saya pijak ini. Walau saya datang sudah hampir gelap, desir ombak ujung pulau Weh dan sebuah Tugu pun masih sempat saya rasakan dan saya lihat. Namun sungguh pedih keadaannya, sangat jauh dari perawatan yang baik. kumuh, itu yang mungkin ada di benak saya.

Saya pun sempat juga menikmati keindahan alam pantai di Pulau Sabang yang sangat elok sekali. dengan ombak yang tidak begitu tinggi, sehingga sangat cocok untuk snorkling maupun sekedar berenang.

Andaikata waktu bisa diperpanjang, tentu tak puas saya menikmati keindahan Aceh hanya sampai disini. Namun, bagi saya, Aceh telah memberikan pengalaman dan pelajaran berharga bagi saya. Aceh, telah bangkit !

(travel/travel)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads