Win Meong dan Sisi Baik Kota Lama Semarang

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Win Meong dan Sisi Baik Kota Lama Semarang

Endah Widyawati - detikTravel
Jumat, 19 Nov 2021 15:45 WIB
loading...
Endah Widyawati
Win mengarahkan gaya dan memotret.
Win dan bayi kucing.
Win tahu angle foto yang baik.
Win Meong dan Sisi Baik Kota Lama Semarang
Win Meong dan Sisi Baik Kota Lama Semarang
Win Meong dan Sisi Baik Kota Lama Semarang
Jakarta -

Saya menemukan hal menarik di area Kota Lama Semarang dalam kunjungan bulan November 2021. Ia seorang perempuan mungil dan menawarkan jasa pemandu wisata.

Dia berkacamata, rambut diikat, dan memakai kaos berlengan panjang serta celana jeans. Teman-teman saya langsung pergi ketika Win mendekat.

Bisa dipahami, bagi orang Jakarta, kehadiran orang tak dikenal tidaklah membuat nyaman. Lagi pula, buat apalah penjelasan pemandu wisata.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Info tentang Semarang ada seabreg di internet. Tawaran memotretkan pun kurang seksi bagi rombongan kami.

Kami bisa bergantian memotret, dan bisa foto wefie dengan adanya fitur penghitungan waktu di ponsel. Sebagian di antara kami juga belajar fotografi, dan punya HP dengan kamera sangat baik.

ADVERTISEMENT

Tapi, entah kenapa ada sesuatu yang menarik pada Win. Saya berbisik kepada Agung, anggota rombongan yang tengah mengamati Gereja Blenduk, untuk menerima tawarannya. "Kita tolong penduduk lokal," kataku.

Agung, yang berprofesi sebagai pendeta, mengangguk. Kami pun mengiyakan tawaran Win. Proyek pertama yang ditawarkan Win adalah memotret Agung di depan Gereja Blenduk.

Win mengarahkan kameranya agak ke atas sehingga kubah gereja terlihat. Selanjutnya, Win memperlihatkan bahwa dia seorang pemotret yang jeli.

Dia tahu angle yang baik di berbagai sudut di kota lama. Dia juga tahu bagaimana mengarahkan gaya kaki kiri ke depan, tangan kanan ke atas dan jangan lihat kamer ketika memotret saya dengan latar akar menempel bangunan lama.

Teman-teman saya pun jatuh hati kepada Win. Mereka bergantian meminta Win memotretkan.

Di lorong rumah akar, di depan Restoran Spiegel, dan di dalam kafe Hero, apakah itu indoor atau outdoor, Win bisa menghasilkan foto dengan angle yang baik.

Untuk menghasilkan efek rustic malah kadang fotonya dia set menjadi hitam putih. Kami pun punya banyak foto bersama dengan lengkap.

"Berbaris di sini. Baju merah jangan dekat yang merah, nanti baur. Pura-pura jalan," kata Win. Atau dalam kesempatan lain, dia membuatkan video slomo.

Win bisa mengambil hati keenam tamu kotanya. Dia santun, dan tidak banyak bicara. Malah dia tidak menjelaskan soal sejarah area itu karena kami lebih ingin berfoto di sana.

Saat kami berfoto di area rumah akar, saya baru mengamati bahwa maskernya bergambar kucing. "Ya, panggilan saya Win Meong," katanya.

"Saya belajar memotret otodidak. Saya jadi pemandu wisata supaya bisa beli pakan kucing," kata Win yang merawat sekitar 100 kucing di area Kota Lama Semarang.

Kucing itu berkeliaran di Taman Srigunting dan sekitarnya. Tidak hanya memberi makan, tetapi juga mengobati yang sakit dan mengubur yang meninggal. Ada juga kucing-kucing yang dikandangkan.

Di dekat sumur adalah toilet umum di lapangan depan Gereja Blenduk. Taman Srigunting menjadi rumahnya. Tempat tidurnya berupa kursi taman, kamar mandi adalah toilet umum, an ruang makannya bisa berganti-ganti, bisa warung kalau dia membeli sendiri, atau bisa kafe kalau dia diajak tamu, seperti siang itu.

Win menjadi bagian dari kelompok kami. Dia bercerita sambil menyeruput es teh leci pilihannya di kafe Hero. Keluarga Win ada di daerah Batang, sekitar dua jam dari Semarang.

Dia kadang pulang ke rumah orang tuanya, bila ada uang. Win mengaku dari kecil sudah mandiri. Ketika remaja dia bertualang ke Jakarta dan menjalani hidup sebagai tuna wisma, tukang parkir hingga jatuh menjadi pecandu morfin (morfinis).

Dia berbicara sambil menggerakkan tangan. Saat itu terlihat tato di balik lengan panjangya. Banyak tato di tubuhnya. Bagian dari masa lalu.

Ia pernah menikah waktu di Jakarta tahun 1997. Dia menunjukkan foto pengantin di HP-nya. Kini keluarganya adalah kucing-kucing liar di Kota Lama.

Keluarga yang lebih besar lagi adalah Komuitas Pecinta Kucing Semarang. Komunitas ini membantunya menjaga kesehatan kucing-kucingnya. Dokter di komunitas itu memberikan vaksinasi hingga suntik kebiri untuk kucing-kucing kesayangannya.

Dengan dukungan komunitas ini dia menjadi percaya diri menyimpan kotak kucingnya di taman. Dulu dia pernah diusir Satpol PP dan kandang kucingnya diambil. Namun kini dia merasa tenang.

Bila kotak kucingnya diambil, komunitas itu akan bereaksi. Ketika ditanya akun instagramnya, dia malah memberikan HP-nya dan ada akun Instagram dengan foto perempuan yang bukan dirinya.

"Ini HP bekas. Sudah ada Instagram itu," katanya. Penulis lalu membantu Win untuk keluar dari akun itu dan membuatkan akun baru. Win memilih nama Win Meong dan memilih foto untuk diunggah.

"Saya tidak bisa menulis cepat. Sekolah saya cuma sampai kelas 3 SD," kata dia.

Kalau saja Win punya kemampuan literasi, dia akan cepat terhubung dengan dunia luar dan misinya sebagai pelindung kucing akan cepat terwujud. Tapi kesahajaaan Win justru mengingatkan kita pada kucing yang setia pada orang yang menyayanginya.

Jika ke Semarang, mau bertemu dengan Win Meong di Kota Lama?

Hide Ads