Tak banyak orang tahu tentang Hassi Messaoud, kota kecil di Aljazair. Bukan tempat wisata, tetapi bandaranya sangat banyak pengunjung dari negara lain.
Bahkan ada penerbangan langsung dari London dan Madrid ke Hassi Messaoud dengan pesawat charter besar. Orang-orang yang datang bukanlah orang sembarangan, biasanya dari perusahaan-perusahaan minyak besar dunia. Hassi Messaoud adalah sebuah kota di negara Aljazair bagian timur, di Provinsi Ourgla.
Populasinya tidak sampai 70.000 juta jiwa. Bahkan sebelum menjadi sebuah kotamadya pada tahun 1984 populasinya kurang dari 40.000 juta jiwa. Hassi Messaoud awalnya hanya wilayah desa sepi dan tandus. Pada zaman dahulu wilayah kecil di provinsi Ourgla merupakan tempat para musafir melintas menuju Gurun Sahara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para musafir membutuhkan air untuk perjalananya, di perlintasan inilah banyak orang menggali sumur untuk mendapatkan air. Tahun 1917, seorang penggali sumur bernama Roubeh Messaoud menemukan kandungan minyak di dalam sumur, sejak itu mulailah banyak berdatangan dari wilayah lain.
Kemudian nama Roubeh Messaoud dijadikan nama sebuah kota, yaitu Messaoud yang diambil dari nama belakang Roubeh dan Hassi yang berarti sumur dalam Bahasa Arab. Tahun 1950 Perancis membangun 2 pangkalan minyaknya di Hassi Messaoud, namun pada tahun 1970 diambil alih oleh perusahaan minyak negara Aljazair.
Kota Hassi Messaoud juga terkenal sebagai kota tempat Camel Race (pacuan unta), orang-orang di Hassi Messaoud dan sekitarnya senang melakukan hobi pacuan unta karena wilayah ini sudah masuk dalam wilayah gurun dengan banyak hewan unta.
Beberapa kali saya mengunjungi Hassi Messaoud, bukan untuk wisata, tetapi untuk bekerja. Sebelum datang ke Aljazair, bayangan saya tentang penduduknya adalah orang-orang yang memakai sorban, berjubah dan semua wanitanya berjilbab seperti umumnya orang Timur Tengah. Ternyata saya salah, orang-orang Aljazair cukup moderat, pakaian sehari-hari menggunakan jeans dan kaos.
Suku pribumi Aljazair utara adalah suku Berber. Umumnya mereka memiliki raut muka yang mungil, rambut pirang, warna kulit dan postur tubuh seperti orang Spanyol. Kontras dengan penduduk di tengah atau selatan yang berkulit gelap seperti negara Afrika lainnya.
Ciri khas penduduk Hassi Messaoud berkulit gelap, beraut wajah mungil dan hidung mancung. Ketika berbicara mereka sangat santun dan sikapnya lemah lembut.
Setiba di Bandara Oude Irara , bayangan saya tentang kota minyak yang kaya dan maju agak sedikit buyar. Pelabuhan udaranya sederhana. Sebuah bangunan lama tidak terlalu besar. Tidak ada etalase tas branded atau etalase parfum terkenal. Aspalnya berpasir coklat pasir gurun, tidak seperti bandar udara negara bergurun lainnya seperti di Dubai, Qatar, Abu Dhabi yang terlihat bersih dan kokoh.
Bandara Oude Irara terletak sekitar 8,5 km dari pusat kota Hassi Messaoud. Udara di Messaoud cukup ekstrim, bisa sangat panas mencapai 50 derajat, tetapi di musim dingin bisa dibawah 10 derajat.
Di bulan-bulan tertentu akan terjadi sand storm, atau badai pasir. Biasanya hal itu bisa dirasakan di bulan Maret sampai Juni.
Saat terjadi badai pasir biasanya penerbangan ditunda dahulu, terutama penerbangan ke arah gurun. Hassi Messaoud adalah perlintasan menuju Gurun Sahara, gurun yang luasnya hampir setengah benua Afrika. Perjalan dari bandara menuju tempat saya menginap terlihat sangat tandus, hanya hamparan tanah cokelat khas gurun pasir.
Hal yang saya tidak pernah lupakan adalah seekor anjing jenis golden retriever yang selalu duduk dan berkeliaran di depan sebuah kantor perusahaan menuju kota . Setiap kali saya melihat anjing itu, saya selalu berfikir bagaimana anjing berbulu tebal bisa bertahan di kota yang panas.
Sampai di daerah pusat kota Hassi Messaoud ada melihat beberapa traffic light,. Banyak pangkalan dan kantor perusahaan-perusahaan minyak dan gas dunia.
Tidak ada high rise building atau perkantoran yang menjulang tinggi. Kantor di Hassi Messaoud umumnya luas dan berpagar tembok tinggi seperti benteng. Sejak menjadi kota minyak pertama di Aljazair, kota ini menjadi kota favorit penduduk Aljazair untuk bekerja.
Tidak heran, orang-orang yang berpendidikan tinggi di Aljazair banyak bekerja di lokasi ini, umumnya mereka bisa berbahasa Inggris dengan baik, selain bisa berbahasa Perancis dan Arab. Setibanya ditempat penginapan sekaligus sebagai kantor, mobil yang saya tumpangi diperiksa oleh sekuriti perusahaan.
Kantor yang disebut Base De Vie atau Living Quarter menyerupai benteng. Di dalam Base De Vie, tidak ada pekerja yang boleh keluar tanpa keperluan bisnis dan dengan protokol yang ketat, baik pekerja lokal maupun pekerja orang asing.
Pekerja di Messaoud adalah pekerja rotasi, bisa 28 hari kerja 28 hari libur, bisa 30 hari kerja 30 hari libur atau dua bulan kerja satu bulan libur, sesuai kesepakatan antara pekerja dengan perusahaan. Layaknya tahanan rumah, para pekerja tidak boleh keluar selama 30 hari.
Semua kegiatan dilakukan di dalam Base De Vie. Hidup di dalam benteng dengan rutinitas yang sama tentunya cukup membosankan, hiburan seminggu sekali saat itu adalah makan makanan Indonesia bersama orang-orang Indonesia ketika beristirahat siang.
Couscous adalah makanan khas penduduk di sini, sejenis pasta yang terbuat dari semolina dan tepung terigu, bentuknya seperti biji-bijian berwarna kuning kecoklatan. Couscous dapat dimakan dengan kare daging ala Aljazair, beserta lauk, telur dan salad.
Umumnya orang Algeria makan dengan porsi yang cukup besar, sesuai tubuh mereka yang tinggi besar. Seperti orang-orang di Eropa, kebiasaan orang Aljazair setelah makan adalah tidur siang untuk recharge fisik selama kurang lebih satu jam. Selain kebiasaan tidur siang, biasanya pekerja minum teh kental yang direbus dengan daun mint di sore hari untuk menambah kesegaran. Masih ingin bekerja di Afrika?
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol