Welcome d'travelers !

Ayo share cerita pengalaman dan upload photo album travelingmu di sini. Silakan Daftar atau

ADVERTISEMENT

Jumat, 30 Sep 2022 12:45 WIB

D'TRAVELERS STORIES

Mengenal Tradisi Giring Sapi Saat Nikahan di Sumatera Barat

Dedy Rahmat Nurda
d'Traveler
Seekor sapi betina digiring menuju lokasi pesta
Seekor sapi betina digiring menuju lokasi pesta
Para Bundo Kanduang dengan barang bawaannya menuju perhelatan
Para Bundo Kanduang dengan barang bawaannya menuju perhelatan
Sapi betina diserahkan kepada mempelai yang berbahagia
Sapi betina diserahkan kepada mempelai yang berbahagia
Tabuhan kesenian Tambua Tansa yang dihoyak para pemuda menambah meriah suasana
Tabuhan kesenian Tambua Tansa yang dihoyak para pemuda menambah meriah suasana
Menyambut tamu yang datang dengan siriah carano
Menyambut tamu yang datang dengan siriah carano
detikTravel Community -

Ada tradisi menggiring sapi yang dilakukan saat resepsi di Lubuk Basung, Agam, Sumatera Barat. Orang Minang menyebut tradisi ini dengan 'alek bako'.

Seekor sapi betina muda digiring dalam sebuah arak-arakan di sepanjang jalanan beraspal. Seorang mamak (paman dalam istilah Minang), lelaki paruh baya yang mengenakan kopiah dengan kemeja batik lengan panjang dengan erat memegang tali kokang sapi berjalan pelan dibarisan paling depan.

Sementara itu di bagian belakang, terlihat serombongan besar bapak-bapak berbatik dan ibu-ibu berbaju kurung dan selendang berbahan songket, berbaris dan beriringan rapat mengikuti langkah lenggak-lenggok sang sapi yang diiringi meriahnya suara tetabuhan 'tambua tansa' (tambur dan gendang) dan alunan saluang (suling) yang mendayu-dayu di sepanjang perjalanan.

Tak kalah gaya dengan para ibu-ibu yang berbalut baju adat dengan warna-warni meriah, sang sapi betina pun tak lupa didandani dengan sehelai selendang cantik berwarna merah menyala yang melingkar membelit dari atas punggung hingga perutnya. Dengan percaya dirinya sapi betina itu melangkah anggun dan terus menjadi pusat perhatian masyarakat yang menonton di pinggir jalan.

Inilah tradisi 'Alek Bako' yang berlangsung meriah di Jorong Parit Panjang, Kenagarian Lubuk Basung, Kabupaten Agam. Prosesi pernikahan adat Minang yang mulai jarang terlihat ini, beberapa waktu lalu terpantau dilaksanakan secara meriah oleh salah satu keluarga pasukuan Jambak di kampung itu.

Acara 'Alek Bako' ini pada hakekatnya adalah sebuah prosesi kedatangan keluarga dari pihak ayah mempelai yang dalam istilah Minang disebut sebagai 'pihak bako' untuk menghadiri pernikahan anak kemenakannya di Minangkabau, Sumatera Barat. Pada setiap daerah, memiliki ciri khas yang tersendiri. Tidak ada kesamaan yang sama persis antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya, meskipun memiliki kesamaan nama, yaitu 'Alek Bako'.

Pada prosesi Alek Bako kali ini, kehadiran sesosok sapi yang digiring ke rumah pengantin ini menjadi sebuah keunikan dan keistimewaan tersendiri. Namun tentu saja kehadiran sapi ke tempat pesta pernikahan ini bukanlah berarti hewan berkaki empat ini termasuk dalam salah satu daftar tamu undangan.

Tapi siapa sangka, bahwa sapi ini adalah satu bentuk kado spesial dari pihak bako untuk mensyukuri dan merayakan pernikahan salah seorang anak kemenakan mereka yang melepas masa lajangnya. Itulah wujud kebahagiaan dari pihak keluarga ayah, datang ke rumah pengantin berbahagia dengan membawa sebuah pemberian yang dapat dijadikan sebagai modal awal untuk hidup berumah tangga. Seekor sapi betina yang masih perawan, dihadiahkan dengan maksud semoga nantinya dapat diternakkan dan dikembangbiakan.

Itulah wujud kepedulian dari pihak bako terhadap kelangsungan masa depan rumah tangga anak kemenakannya. Tak selamanya wujud pemberian dalam prosesi alek bako ini berupa hewan ternak seperti yang terlihat kali ini. Ada kalanya pemberian itu bisa diganti dengan memberi perhiasan emas, barang-barang berharga maupun uang. Tak ada kewajiban maupun paksaan, semua disesuaikan dengan kemampuan keluarga yang datang.

Namun pada dasarnya, apapun wujud dari pemberian pihak bako ini, inilah satu bentuk tradisi perkawinan yang memiliki filosofi luhur di ranah Minang yang perlu terus dilestarikan agar tak terus hilang tergerus zaman. Diantara semangatnya rentak tari Pasambahan dan gendang tambur yang ditabuh bertalu-talu, dari kejauhan tampak sepasang pengantin dengan senyum sumringah, menanti kedatangan keluarga bako-nya dengan sirih pinang yang tersusun rapi di atas carano (wadah tempat meletakkan sirih dalam prosesi adat minang).

Di zaman yang serba instan dan terpapar arus deras globalisasi ini, semoga prosesi tradisi semacam ini dapat terus ada dan menjadi sebuah penanda bahwa adat istiadat yang menjadi identitas asli bangsa kita terus terjaga.

BERITA TERKAIT
BACA JUGA