Tuut! Tuut! Kereta Ambarawa Si Tua-tua Keladi

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Tuut! Tuut! Kereta Ambarawa Si Tua-tua Keladi

- detikTravel
Senin, 29 Okt 2012 10:01 WIB
Kereta uap Ambarawa, wisata asyik naik kereta antik (Fitraya/detikTravel)
Semarang - Kereta uap Ambarawa, siapa yang belum pernah mencoba? Asap mengepul dari lokomotif hitam, menarik gerbong kayu. Pemandangannya adalah sawah hijau seperti karpet dengan latar pegunungan. Dahsyat!

Saya berkesempatan menikmati kereta tua ini beberapa waktu lalu dari Museum Kereta Api Ambarawa yang ada di Ambarawa, Semarang. Saat lomba lari lintas alam MesaStila Challenge yang digelar resor mewah MesaStila, kereta uap ini secara khusus dijalankan.

'B 2502', begitulah plat nomor yang tertulis di moncong lokomotif tua itu yang sudah bersiap di peron Stasiun Ambarawa. Asap putih mengepul dari mesin uap kereta. Gerbongnya adalah gerbong kayu berwarna hijau. Suasananya tempo doeloe, dengan bangku kayu dan jendela tanpa kaca.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

2 Gerbong terisi penuh undangan MesaStila dan keluarga PTKA. Tuuutt! Tuuutttt! Masinis membunyikan peluit panjang. Aha! Saatnya perjalanan dimulai. Kereta bergerak lambat meninggalkan Stasiun Ambarawa. Keluar dari stasiun, kereta masuk ke perkampungan dan anak-anak kampung berlari mengejar kereta sambil melambaikan tangan. Aih, lucunya!

Lepas dari pedesaan, pemandangan berganti menjadi persawahan yang hijau menghampar. Semua penumpang hanya menganga melihat pemandangan seindah ini, termasuk saya. Wah tidak betah rasanya hanya duduk saja. Saya pun beranjak mencari Pak Kondektur.

Nama yang di dada kanan seragamnya bertuliskan 'Sri'. Bapak ini sibuk memberi arahan kepada dua masinis di lokomotif uap yang mengambil potongan kayu untuk dibakar di mesin uap.

"Kereta ini pakai kayu jati, lebih bersih, lebih lama dibakar dan lebih minim polusi dari pada pakai batu bara," kata Sri kepada detikTravel.

Oh ya, ngomong-ngomong kereta kami menempuh rute Ambarawa-Bedono yang agak menanjak, makanya hanya membawa dua gerbong. Rute lain adalah Ambarawa-Tuntang yang lebih rata, sehingga lokomotif sanggup menarik 5 gerbong. Kecepatannya? Cukup 30 km/jam saja, santai...

Para penumpang tampak menikmati angin sepoi-sepoi dari jendela yang terbuka. Banyak juga yang asyik berfoto-foto, sambil menikmati makanan kecil yang mereka bawa. Terbayang rasanya kalau di awal abad ke-20, inilah alat transportasi utama yang membelah Pulau Jawa.

"Jenis kereta ini sama dengan kereta wisata yang ada di Solo, tapi beda tipe saja," ungkap Sri.

Di Stasiun Jambu, kereta kami berhenti. Menurut Sri, setelah ini jalur kereta agak mendaki, sehingga lokomotif harus pindah ke belakang rangkaian dan mendorong dari belakang. Wah, bakal seru nih! Saya dan para penumpang lain turun untuk melihat lokomotif pindah jalur dan bergerak ke belakang.

Sementara itu, para atlet dalam lomba lari satu persatu mulai melewati kami. Butuh waktu sekitar 30 menit dari melepas lokomotif dan memindahkannya ke belakang rangkaian. Begitu Sri memastikan rangkaian aman, kereta pun bergerak kembali.

Benar saja, jalur kereta pun agak menanjak naik. Di tengah rel ada rel tambahan untuk mengunci rangkaian, agar kereta tidak merosot mundur. Lokomotif mulai ngos-ngosan mendorong 2 gerbong antik CR:56-I buatan tahun 1907 itu.

Di tengah jalan, kereta uap kami lagi-lagi berhenti di daerah Bogamakmur. Sri mengatakan air di mesin uap habis dan mereka harus mengisi air dari sungai kecil untuk irigasi sawah. Sementara, para pelari satu persatu melewati kami, sambil diberi tepuk tangan para penumpang kereta.

Hmmm, tapi lama juga ya Sri dan anak buahnya mengisi air ke mesin uap. Wah, rupanya ada kabar buruk.

"Klep mesin uapnya bocor nih, sayang sekali. Ini bisa dipaksa sampai ke Bedono, namun nanti nggak bisa balik lagi ke Ambarawa. Kalau jalurnya turun kan perlu mengerem, kan itu pakai mesin uap juga," kata Sri.

Apa boleh buat, perjalanan kami pun terpaksa berakhir, padahal tinggal 3 km lagi dari 10 km jarak Ambarawa-Bedono. Namun tak apa, merasakan kereta uap membelah pedesaan di Ambarawa sudah dahsyat rasanya.

Jika ingin merasakan kereta uap ini, jangan segan untuk menanyakan informasi lebih lengkap dari Museum Kereta Ambarawa. Kereta uap Ambarawa memang tua-tua keladi, makin tua tapi masih bisa unjuk gigi.

(shf/shf)

Hide Ads