Bukit Soeharto Jadi Tempat Balapan Liar

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Ekspedisi Women Across Borneo

Bukit Soeharto Jadi Tempat Balapan Liar

- detikTravel
Senin, 15 Apr 2013 08:53 WIB
Bukit Soeharto di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Kalbar sekarang menjadi arena balap liar (Sastri/detikTravel)
Mandor - Tahun 1996, helikopter mantan Presiden Soeharto mendarat pada sebuah bukit di Kabupaten Landak, Kalbar, demi upaya penghijauan lahan. Sekarang tempatnya tak terawat bahkan jadi arena balap liar.

Gersang adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan Bukit Soeharto. Bukit ini berada di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Dinamakan Bukit Soeharto karena sang mantan presiden memang pernah singgah, helikopternya mendarat persis di bukit ini.

"Dulu ini tempat penghijauan dan konservasi. Sekarang ya beginilah," tutur Anto, warga asli Pontianak yang jadi supir rombongan ekspedisi Women Across Borneo, saat mobil mendekati bukit tersebut pada Selasa (9/4/2013) lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Beginilah' yang dimaksud Anto adalah kondisi yang benar-benar kontras dengan asalnya. Di bagian kaki bukit, bekas kebakaran terpencar di banyak tempat. Kebakaran itu terjadi pada 21 Maret 2013 lalu, entah apa penyebabnya.

"Puntung rokok kali ya?" ujar Anto sembari tertawa. Ada alasan khusus Anto berkata demikian.

Naik ke Bukit Soeharto lewat jalan mulus beraspal, saya dan beberapa wartawan lain tiba di depan kompleks rumah besar terbuat dari kayu. Namun kompleks megah itu tak bisa mengalahkan atensi kami ke hal yang lebih mengherankan: arena balap liar yang dipenuhi belasan siswa-siswi SMU.

Suara gerungan motor terdengar riuh. Ada yang matic, ada yang manual, ada juga motor balap yang besar dan keren itu. Masing-masing dikendarai siswa berseragam sekolah. Saat itu sekitar pukul 12.00 WIB.

Anto memarkir mobil di seberang kompleks rumah kayu, persis di depan tugu burung enggang (burung khas Kalbar) raksasa. Saya keluar mobil, tengok kanan-kiri, berusaha menghindar dari terjangan motor-motor yang lalu lalang di jalan itu.

Tapi rupanya mereka acuh saja. Balap liar berlangsung seperti tak ada mobil parkir di sana, apalagi orang yang celingak-celinguk keluar mobil sendirian. Saya menyeberang ke arah kompleks rumah kayu sesegera mungkin.

Benar saja. Usai naik beberapa anak tangga, saya dihadapkan pada sebuah plakat tak terawat bertuliskan 'Puncak Penghijauan dan Konservasi Alam Nasional'. Ditandatangani oleh Soeharto pada 23 Desember 1996.

Tak ada kehidupan di kompleks rumah kayu tersebut. Tak ada informasi, tak ada jejak. Mengintip ke salah satu jendelanya, hanya ada ruang kosong dengan lampu menyala remang-remang.

Perhatian saya kembali pada arena balap liar. Saat para pembalap unjuk gigi, belasan supporter baik laki-laki maupun perempuan bersorak menyemangati. Para pembalap bercelana abu-abu itupun semakin sumringah melakukan beragam aksi.

Sama seperti saat datang, mereka tak peduli saat saya menyeberang jalan menuju mobil. Motor-motor itu meliuk di depan dan belakang badan, membuat adrenalin saya terpompa sejenak.

Dari belasan anak sekolahan itu, setidaknya ada 1-2 orang yang memegang batang rokok di tangannya. Entahlah, semoga saja hal itu tidak berhubungan dengan kebakaran yang terjadi bulan Maret lalu.

(shf/shf)

Hide Ads