Tenun Ikat Flores Mahal? Lihat Dulu Cara Bikinnya

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Festival Danau Kelimutu 2014

Tenun Ikat Flores Mahal? Lihat Dulu Cara Bikinnya

- detikTravel
Jumat, 22 Agu 2014 08:45 WIB
Tenun Ikat Flores Mahal? Lihat Dulu Cara Bikinnya
(Sastri/detikTravel)
Ende - Tak sedikit traveler yang mengeluhkan mahalnya harga tenun ikat khas Flores. Tapi tunggu dulu, Anda harus melihat langsung pembuatan kainnya. Selain butuh waktu cukup lama, bahannya juga langka. Pantas harganya mahal.

Tenun ikat khas Flores kebanyakan dijual mulai Rp 400.000 sampai jutaan rupiah. Proses pembuatannya memang tak main-main, butuh waktu yang cukup lama agar kain yang dihasilkan tahan lama.

Di sela-sela liputan Festival Danau Kelimutu 2014, detikTravel menyambangi Desa Wolotopo Timur di Kabupaten Ende untuk melihat cara pembuatan tenun ikat Flores. Begini prosesnya:

1. Tenun ikat sebagai identitas

(Sastri/detikTravel)
Tenun ikat tak hanya menjadi suvenir, atau rutinitas sehari-hari para wanita Flores. Bagi mereka, tenun ikat merupakan identitas karena digunakan oleh semua orang.

"Tenun ikat sudah identik dengan warga Flores, siapa pun mengenakannya. Maka tak tanggung-tanggung, bahannya pun dipilih dan dibuat dengan seksama," tutur Herimanto, Staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende.

2. Minimal 2 bulan

(Sastri/detikTravel)
Untuk membuat syal tenun ikat, butuh waktu minimal 2 bulan. Sementara untuk sarung, butuh waktu sampai 6 bulan.

"Motifnya beda-beda tergantung siapa yang memakai (perempuan atau laki-laki), juga daerah tempat tinggal," tambah Herimanto.

3. Dari mengurai benang sampai pewarnaan

(Sastri/detikTravel)
Proses pembuatan tenun ikat dimulai dari mengurai benang. Kemudian, benang-benang tersebut diikat sesuai motif yang diinginkan. Itulah mengapa tenun khas Flores disebut tenun ikat.

"Setelah diikat, diberi tinta. Warnanya alami, dari buah mengkudu dan tarum," tutur Aurelia, salah satu mama yang sedang menenun.

4. Ditenun, lalu dijemur

(Sastri/detikTravel)
Usai proses pewarnaan, benang tersebut kembali diurai kemudian ditenun. Masing-masing proses tersebut minimal menghabiskan waktu 1 minggu, bahkan ada yang samapi 3 bulan.

"Kami menenun tiap hari dari jam 8 pagi sampai 4 sore," tambah Aurelia.

5. Desa tenun ikat

(Sastri/detikTravel)
Salah satu desa penghasil tenun ikat yang terkenal di Kabupaten Ende adalah Desa Wolotopo Timur. Desa ini berlokasi sekitar 1 jam perjalanan dari pusat Kabupaten Ende.

Selain melihat langsung aktivitas menenun, Desa Wolotopo Timur juga punya beberapa rumah adat yang masih ditinggali. Ada pula kuburan batu dan tempat melaksanakan upacara adat yang masih digunakan sampai sekarang.
Halaman 2 dari 6
Tenun ikat tak hanya menjadi suvenir, atau rutinitas sehari-hari para wanita Flores. Bagi mereka, tenun ikat merupakan identitas karena digunakan oleh semua orang.

"Tenun ikat sudah identik dengan warga Flores, siapa pun mengenakannya. Maka tak tanggung-tanggung, bahannya pun dipilih dan dibuat dengan seksama," tutur Herimanto, Staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende.

Untuk membuat syal tenun ikat, butuh waktu minimal 2 bulan. Sementara untuk sarung, butuh waktu sampai 6 bulan.

"Motifnya beda-beda tergantung siapa yang memakai (perempuan atau laki-laki), juga daerah tempat tinggal," tambah Herimanto.

Proses pembuatan tenun ikat dimulai dari mengurai benang. Kemudian, benang-benang tersebut diikat sesuai motif yang diinginkan. Itulah mengapa tenun khas Flores disebut tenun ikat.

"Setelah diikat, diberi tinta. Warnanya alami, dari buah mengkudu dan tarum," tutur Aurelia, salah satu mama yang sedang menenun.

Usai proses pewarnaan, benang tersebut kembali diurai kemudian ditenun. Masing-masing proses tersebut minimal menghabiskan waktu 1 minggu, bahkan ada yang samapi 3 bulan.

"Kami menenun tiap hari dari jam 8 pagi sampai 4 sore," tambah Aurelia.

Salah satu desa penghasil tenun ikat yang terkenal di Kabupaten Ende adalah Desa Wolotopo Timur. Desa ini berlokasi sekitar 1 jam perjalanan dari pusat Kabupaten Ende.

Selain melihat langsung aktivitas menenun, Desa Wolotopo Timur juga punya beberapa rumah adat yang masih ditinggali. Ada pula kuburan batu dan tempat melaksanakan upacara adat yang masih digunakan sampai sekarang.

(sst/sst)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads