"Ini kain sarung khas Ende. Motifnya khas, ada ketupat, dan juga yang lainnya. Warnanya juga cerah, ini kami buat sendiri. Pakai alat tenun yang masih tradisional, bukan pakai mesin," ujar Dewi Sri Usman, Koordinator Yayasan Tenun Ikat Ende untuk Kecamatan Nangapanda saat ditemui detikTravel pekan lalu.
Dewi yang ditemui di sela-sela acara Festival Danau Kelimutu 2015 mengungkapkan bahwa kain tenun ikat ini paling dicari oleh turis asing maupun domestik untuk dijadikan oleh-oleh. Tak jarang, turis datang langsung ke pengrajin untuk melihat proses pembuatan kain tenun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika ditanya harga, Dewi mengungkapkan bahwa turis yang membeli langsung di kalangan pengrajin bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Jika dibandingkan dengan harga kain yang sudah masuk ke toko suvenir, selisih harganya bisa mencapai ratusan ribu rupiah.
"Untuk kain sarung, kita jual Rp 500-600 ribu, untuk syal Rp 65.000. Beli langsung di kita bisa lebih murah, kalau sudah masuk toko harganya bisa sampai 1 juta," ungkap Dewi.
Traveler tinggal pilih saja, mau datang langsung ke pengrajin untuk harga lebih murah atau pilih yang praktis tinggal ke toko cinderamata meski agak mahal. Semuanya berpulang pada pilihan masing-masing.
Mengenakan kain tenun memang sudah menjadi keseharian masyarakat Ende. Apalagi saat upacara adat atau hari besar lainnya, baik pria maupun wanita semuanya mengenakan kain sarung hasil tenunan yang masih tradisional. Inilah budaya yang patut kita lestarikan, agar sarung tenun ikat khas Ende makin mendunia!
(krn/krn)












































Komentar Terbanyak
Koster: Wisatawan Domestik ke Bali Turun gegara Penerbangan Sedikit
Awal Mula PB XIV Purbaya Gabung Ormas GRIB Jaya dan Jadi Pembina
Koster Akui Jumlah Wisatawan Domestik ke Bali Turun di Libur Nataru