Seperti pernah disaksikan langsung oleh detikTravel, lompat batu tersebut dapat wisatawan lihat di Desa Bawamataluo yang berada di Nias Selatan. Desa ini masih memegang teguh adat istiadat leluhurnya yang sekaligus menjadi sebagai salah satu destinasi wisata andalan di Nias.
Diketahui kalau tradisi lompat batu itu sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Yang melakukan tradisi itu pun hanyalah para pria, sedangkan wanita dilarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerajaan-kerajaan di Nias pada zaman dulu biasanya memiliki pagar dari bambu untuk melindungi wilayahnya. Nah, para pria yang menjadi prajurit diharuskan terlebih dulu untuk bisa meloncati batu agar bisa menembus pagar-pagar tersebut.
Seiring perkembangan zaman, makna tradisi lompat batu bergeser lebih luas. Lompat batu pun dinilai sebagai lambang seorang pria remaja untuk dibilang perkasa dan dewasa. Ibaratnya, belum laki kalau belum bisa lompat batu.
Lompat batu dilakukan dengan cara berlari, kemudian menginjak pijakan batu kecil untuk menghempaskan badan ke udara. Batu yang dilompati, tingginya 2,1 meter.
Bagi wisatawan yang melihatnya, mungkin terlihat mudah. Namun tidak bagi para pria Nias, sebab mereka harus berlatih terlebih dulu. Mereka berlatih melompati pagar kayu, kemudian selangkah demi selangkah melompati rintangan yang lebih tinggi.
Mereka yang melakukan lompat batu juga tak selamanya mulus. Ada yang nyangkut di tengah, paling parah mendarat dengan posisi kaki yang salah dengan risiko maksimal patah tulang. Maka itu, persiapan melakukan lompat batu tidaklah main-main.
Kini tradisi lompat batu di Desa Bawamataluo telah menjadi suguhan atraksi menarik untuk wisatawan. Datanglah langsung ke Nias dan lihat atraksi melompati batu yang tiada dua!
(rdy/krn)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol