Edison Ubinaro, pemuda asal Teluk Warsandim Pulau Waisai ditemui sedang membuat badan tambur. Memegang pahat dan alat pukul dari kayu, Ubinaro didampingi oleh saudara lelakinya.
"Ini dari kayu linggua. Ini kayu kuat. Jadi walaupun tipis, tetap bisa tahan lama. Jadi kalau kulitnya boleh hancur. Tapi kayunya tahan lama," kata Ubinaro saat ditemui di Pantai Waisai Torang Cinta, Raja Ampat, Papua Barat, Minggu (30/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kayu tersebut telah berhasil dibentuk dan dilubangi bagian tengahnya. Yang sedang dilakukannya sendiri ialah mempertipis badan tambur agar semakin ringan ketika dibawa untuk dimainkan.
"Tok, tok, tok.."
![]() |
Kadang pahatannya dihentikan untuk menyingkirkan batang kayu yang terpahat. Sementara itu, saudara lelakinya bergantian menggunakan pahat dan parang untuk mempertipis badan tambur.
"Kita lihat dari orang tua. Orang tua buat, kita lihat. Lalu kita pegang-pegang sambil belajar. Jadi sampai kita bisa buat sendiri," ucap Ubinaro yang juga menjadi peserta Suling Tambur Festival 2017.
BACA JUGA: Kali Pertama Diadakan, Begini Meriahnya Suling Tambur Festival di Raja Ampat
Dengan nomor urut 14, Ubinaro bersama kelompoknya membawakan lagu Indonesia Merdeka. Dia mengatakan, mereka menghabiskan waktu latihan habya seminggu sebelum tampil di festival.
"Latihan seminggu, karena sudah sering main suling dan tambur," ujarnya.
Memakai tambur dan suling, Ubinaro mengatakan masyarakat juga sering memainkan lagu berjudul Umbine atau yang dalam bahasa Indonesia berarti Saudara.
![]() |
Di lokasi yang sama, ada Jusad yang berasal dari Distrik Salawati Barat. Jusad bersama teman-temannya tengah mengganti kulit tambur yang sudah rusak.
"Ini karena rusak kulitnya. Jadi diganti kulit baru. Pakai kulit lau lau, kanguru," ucap Jusad.
Dia mengatakan, kulit lau lau jadi kulit yang istimewa. Sebab, selain menghasilkan suara yang lebih nyaring, kulit lau lau juga jadi yang terkuat dibanding kulit lainnya.
"Bisa juga pakai kulit rusa, kulit kambing, kulit sapi. Cuma lebih tebal. Tapi kulit lau lau ini paling bagus suaranya, paling kuat juga," tuturnya.
![]() |
Kulit yang sudah kering tersebut direntangkan di atas badan tambur. Setelah dipasang dan dilingkari tali sebagai pemegang, kulit tersebut dijahit menggunakan tanaman sejenis rotan.
"Ini wildow. Wil itu tali. Dow itu rotan. Panjangnya 3,5 depa. Atau sekitar 6 meter," ucap dia sembari menjahit kulit dengan membuat simpul-simpul.
Meski dari tanaman, wildow kuat dipakai sebagai pengikat. Wildow sepanjang 6 meter itu dipakai untuk tambur berdiameter sekitar 35 cm.
BACA JUGA: Apa Saja Sih Oleh-Oleh dari Raja Ampat?
Jusad mengatakan, mendapatkan lau lau dari berburu di hutan. Agar kulit tak mudah jebol, kulit tidak boleh digarang atau dijemur langsung di panas yang terik.
Di antara kulit hewan yang dapat dipakai, ada satu kulit yang paling istimewa, yaitu kulit hiu.
"Kulit hiu lebih kuat dan bagus suaranya. Di Raja Ampat ini, ada satu distrik yang memakai kulit hiu. Itu dari Distrik Ayau," ungkapnya.
![]() |
Setelah kulit terpasang, biasanya tambur juga diwarnai. Dari penampilan para peserta Suling Tambur Festival pada Sabtu (29/7) kemarin, tampak beragam motif yang dibuat mereka.
Tak lupa juga tali ikut dipasangkan di badan tambur. Sebab, tambur ini kerap dimainkan dengan cara dipasangkan ke badan.
Selain tambur, suling juga salah satu alat musik khas masyarakat Raja Ampat. Suling ini dibuat dari batang bambu. Satu batang suling memiliki 7 buah lubang. (jbr/wsw)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum