Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, belum menjadikan alam sebagai sumber cuan lewat pariwisata. Begitu pula dengan oleh-olehnya belum tergarap.
Malaka memiliki bentang alam beragam, berupa pantai dan bukit. Juga, budaya yang khas Timor dengan ratusan suku yang mendiaminya.
Tapi, potensi itu belum tergali menjadi ladang pendapatan daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Belu tujuh tahun silam. Padahal, sebagian besar jalan sudah beraspal. Ketersediaan air bersih pun mulai mendapatkan solusi dengan dibangunnya sumur-sumur bor di sejumlah tempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sisi oleh-oleh, Malaka memiliki potensi yang menjanjikan dari madu hutan, mete, dan minuman tuak khas sopi.
"UMKM berpotensi mendukung wisata pantai. Menurut saya karena tidak diberdayakan pada 2019, wisata sempat terbengkalai karena kurang dirawat, nasabah kita yang pada tahun sebelumnya membuka usaha di kawasan wisata pantai juga menjadi tidak rutin berjualan lagi," kata Poulin Natalia Gella, Kepala Unit BRI Kobalima, Malaka dalam perbincangan dengan detikTravel dalam ekspedisi tapal batas detikcom yang didukung oleh BRI.
![]() |
Salah satu nasabah BRI di Desa Babulu Selatan, Arnoldus Iku, misalnya. Dia mengambil pinjaman di bulan April 2020 untuk bertanam mete. Kini, setiap tiga bulan sekali dia bisa panen 1,5 ton mete.
Oleh Arnpldus, mete itu dijual ke Atpupu dan Atambua dalam bentuk mentah. Padahal, mete bisa diolah menjadi oleh-oleh khas Malaka.
Selain itu, Malaka juga penghasil madu hutan. madu-madu itu dikemas dengan botol dengan sangat sederhana, botol bekas air mineral.
Baca juga: Pantai Welulik Indah dan Tragedi Jadi Satu |
Malaka juga penghasil pisang. Oleh penduduk setempat pisang dikonsumsi untuk kepentingan pribadi ataupun dijual secara mentah ke daerah lain.
Selain itu, oleh warga setempat kulit pisang dijadikan minuman beralkohol.
"Kami menyebutnya anggur pisang. Kadar alkoholnya tidak tinggi, biasanya dikonsumsi oleh mama-mama dan nona-nona. kalau untuk laki-laki kurang (keras)," kata Kepala Dinas Pariwisata Malaka, Rofinus Bau.
Tuak untuk laki-laki di Malaka disebut sopi. Bahannya dari nira lontar yang tumbuh liar di kabupaten itu.
![]() |
"Harga per liternya bervariasi. Tetesan pertama jauh lebih mahal ketimbang yang berikutnya," kata Yulisu Tapatap (61) warga Desa Litemali, Kobalima, Malaka, yang memproduksi sopi secara tradisional.
***
detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas mengenai perkembangan infrastruktur, ekonomi, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan khususnya di masa pandemi. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus beritanya di tapalbatas.detik.com!
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol