DOMESTIC DESTINATIONS
Peninggalan Perang Pasifik di Laut Papua yang Belum Terjamah

Papua memiliki luas kurang lebih 785 kilometer persegi yang dikelilingi oleh perairan serta potensi arkeologi bawah air yang begitu kaya
Perairan Papua sejak masa prasejarah hingga kini berperan dan berpengaruh dalam kehidupan manusia, baik sebagai sumber mencari makanan, berlayar, berdagang antar pulau maupun aktivitas lain yang berkaitan dengan laut.
Perairan utara Papua pada abad ke-16, menjadi rute utama kapal Spanyol dari Meksiko menuju Maluku dan sebaliknya. Pada Perang Pasifik tahun 1944, perairan Papua menjadi ajang pertempuran langsung antara pasukan sekutu yang dipimpin AS melawan pasukan Jepang.
Selama ini di Papua belum pernah dilakukan penelitian arkeologi bawah air, yang disebabkan oleh keterbatasan peralatan dan sumber daya manusia.
Tentunya hal ini, berbeda dengan penelitian arkeologi di daratan. Penelitian arkeologi bawah air membutuhkan dana lebih besar untuk membeli peralatan, akses ke lokasi, serta tingkat kesulitan tinggi untuk penelitian arkeologi bawah air.
Papua memiliki potensi tinggalan arkeologi bawah air, di antaranya kapal perang maupun pesawat terbang peninggalan Perang Perang Pasifik yang terdapat di perairan Papua dan Papua Barat.
Kapal peninggalan Perang Pasifik milik Amerika, The Junkyard terdapat di perairan Pulau Amsterdam, Tambrauw. Kapal Jepang, Shikwa maru di perairan Manokwari.
Pesawat Mitsubishi A6M Zero dan Mitsubishi G4M2 Jepang di perairan Pulau Rouw, Teluk Wondama. Pesawat Amerika P47-D Razorback di Pulau Wai, Raja Ampat.
Bangkai pesawat PBY Catalina di perairan pantai timur Pelabuhan Biak. Pesawat tempur Sekutu di perairan Pulau Ahe, Nabire.
Pesawat tempur Jepang di perairan Ndomande, Merauke. Bangkai pesawat peninggalan Perang Pasifik du Tanjung Demoy, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura.
Pemerintah Indonesia perlu meratifikasi Konvensi UNESCO tahun 2001 tentang Perlindungan Warisan Budaya Bawah Air. Dalam konvensi ini mengatur tentang perlindungan warisan budaya bawah air untuk kepentingan umat manusia sekaligus mencegah eksploitasi secara komersial.
Dengan meratifikasi konvesi UNESCO, pemerintah Indonesia otomatis harus menyediakan dana untuk penelitian dan perlindungan tinggalan arkeologi bawah air.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang memperbolehkan investor asing dan swasta dalam negeri untuk mengangkat harta karun bawah laut.
Peninggalan arkeologi bawah air di Papua, tidak boleh diangkat, perlu dilindungi dan dilestarikan. Peninggalan ini dapat dimanfaatkan untuk destinasi wisata menyelam berkelanjutan.
---
Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.
Simak Video "Jejak Kejahatan KKB Egianus Kogoya Sebelum Sandera Pilot Susi Air"
[Gambas:Video 20detik]
(rdy/rdy)