Bangunan eks stasiun kereta api (KA) Pangandaran kini bak rumah hantu. Bangunan yang terletak di Kampung Bojongjati Desa Pananjung Kecamatan/Kabupaten Pangandaran itu merana.
Pondasi bangunan bekas Stasiun Kereta Api Pangandaran di Jawa Barat itu masih kokoh. Begitu pula dengan dindingnya, namun bagian atapnya sudah lapuk dimakan usia
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di halaman depan stasiun berderet gerobak pedagang. Bukan sedang berjualan, tapi gerobak itu teronggok begitu saja. Menjadikan stasiun kereta api itu seperti tempat barang rongsok.
Di bagian stasiun itu dimanfaatkan oleh warga untuk memarkirkan mobil. Sementara, di bagian muka stasiun dipenuhi rumput liar dan sampah.
Situasi yang amat kontras dengan gairah Stasiun Kereta Api Pangandaran di masa jayanya.
Jika menerawang ke masa lalu, keberadaan Stasiun Pangandaran ini sebenarnya sangat strategis bagi denyut kehidupan masyarakat setempat. Mulai dari sektor ekonomi, sosial, budaya, termasuk perkembangan dunia pariwisata di Pangandaran.
"Era tahun 80-an saya sering menjemput wisatawan mancanegara dari stasiun KA Pangandaran," kata Anton Sugandi (65), pemandu wisata Pangandaran.
Dia mengatakan pada masa itu, moda transportasi kereta api menjadi primadona wisatawan asing ke Pangandaran.
"Biasanya mereka berangkat naik kereta dari Jakarta atau Bandung sampai stasiun Kota Banjar. Dari Banjar baru menumpang kereta api Banjar - Pangandaran," kata Anton.
Setelah tiba di stasiun barulah wisatawan asing itu dipandu. Umumnya mereka diajak melihat-lihat aktivitas masyarakat di sekitar stasiun KA.
"Di daerah sekitar stasiun itu dulu banyak aktivitas warga yang bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan asing," kata Anton.
Misalnya, pabrik tahu dan tempe, pandai besi, anyaman dan lainnya. Bahkan keberadaan pasar Pangandaran juga menjadi daya tarik bagi wisatawan asing. Tak sedikit yang gemar berkeliling di pasar untuk sekedar melihat-lihat dan memotret.
Mereka menyusuri perjalanan jelajah perkampungan itu dengan menumpang becak. "Kalau di tahun 70-an becak di Pangandaran masih sedikit, jadi biasanya pakai delman atau andong," kata Anton.
![]() |
Di antara para wisatawan asing itu tak sedikit yang berasal dari Belanda. Mereka biasanya memiliki minat khusus terhadap keberadaan jalur kereta api Banjar - Pangandaran.
"Kalau wisatawan dari Belanda, apalagi yang keluarganya atau leluhurnya pernah bertugas di Indonesia, biasanya bukan ke pantai. Mereka lebih tertarik menyusuri bangunan ikonik lebih dulu. Kami jemput mereka di Stasiun Cijulang, kemudian balik lagi dengan mobil untuk melihat jembatan Cipamotan atau terowongan Wilhelmina. Setelah itu baru ke pantai," kata Anton.
Anton memaparkan saat ini daya tarik Pangandaran bagi wisatawan mancanegara semakin pudar. Bukan karena pandemi COVID-19, karena tahun-tahun sebelum terjadi pandemi pun tingkat kunjungan wisatawan asing ke Pangandaran terus menurun.
"Sudah jarang sekali melihat turis jalan-jalan di Pangandaran. Memang ada segelintir, itu pun lebih banyak di Pantai Batukaras," kata Anton.
Halaman selanjutnya >>> Jalur Kereta Api Pangandaran Jadi Kampung
Seandainya jalur kereta api Banjar - Pangandaran ini diaktifkan kembali, apakah bisa mengembalikan daya tarik Pangandaran di mata wisatawan mancanegara? Anton pesimistis.
"Ya kalau mau diaktifkan kembali setuju saja, tapi kalau melihat kenyataan di lapangan rasanya pesimis. Hampir sepanjang jalur kereta api Banjar - Pangandaran sudah diduduki bangunan warga. Belum lagi besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Kalau saya lebih cenderung dibangun jalan tol saja dulu," kata Anton.
![]() |
Terkait keberadaan stasiun, dia menyarankan untuk sementara bisa dijadikan museum mini untuk menceritakan sejarah jalur kereta Banjar - Pangandaran.
"Rawat dan manfaatkan bangunan yang tersisa. Kelak itu akan menjadi sangat berharga, sangat bersejarah lalu menjadi daya tarik wisata," kata Anton.
Baca juga: 4 Daerah di Jabar Buka Wisata, Mana Saja? |
Kusnadi (68) warga Desa Pananjung Pangandaran punya kenangan lain terhadap stasiun KA Pangandaran. Dia mengatakan kawasan itu dulu menjadi sentra kegiatan ekonomi yang strategis.
"Pedagang-pedagang dari luar daerah dulu datang dan pergi naik kereta. Langsung ke pasar, dekat kan lokasinya. Jalan ini ramai sudah dari dulu," kata Kusnadi.
Jalur jalan antara stasiun dan pasar adalah kawasan ramai yang seakan tak pernah berhenti.
"Dulu di stasiun ini ramai. Selain penumpang juga ada kegiatan bongkar muat. Segala macam, mengangkut hasil bumi, hasil laut dulu pakai kereta api. Yang dari luar masuk ke Pangandaran juga banyak, seperti kerajinan genting dari Jawa," kata Kusnadi.
Meski tak seramai stasiun Banjar, Kusnadi mengatakan kawasan stasiun dan pasar Pangandaran dulunya menjadi sentra denyut perekonomian paling strategis di wilayah pesisir.
"Yang ramai itu dulu Stasiun Pangandaran dengan stasiun Cijulang. Jadi di wilayah pesisir hanya dua itu. Tapi kalau dibandingkan dengan Banjar, ya lebih ramai Banjar lah," kata Kusnadi.
Simak Video "Video: Berkemah di Kampung Ikan Lembah Tanjung Subang"
[Gambas:Video 20detik]
(fem/fem)

Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum