Menenun jadi tradisi leluhur yang masih dipertahankan oleh masyarakat Lombok. Di desa ini, kamu bisa mencoba belajar menenun gratis.
detikTravel bersama Toyota Corolla Cross Hybrid Road Trip Explore Mandalika menyambangi artshop tenun di Desa Sukarara, Lombok Tengah. Desa menjadi salah satu desa adat perajin tenun Lombok.
Di bagian teras, beberapa wanita duduk sambil menenun. Jemari mereka menari di antara ratusan benang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amin, koordinator dari Patuh Cooperative, artshop tenun di Desa Sukarara, menyambut detikTravel. Sembari berkeliling, dia menceritakan soal sejarah tenun di Lombok.
"Songket Lombok sudah diturunkan sejak abad ke-19, tapi baru diketahui tahun 1960an," kata dia.
Amin bercerita banyak turis internasional datang untuk mencari tenun songket Lombok. Tenun akhirnya diperjualbelikan untuk kepentingan pribadi.
![]() |
Akhirnya dibuatlah, Patuh Coorpertive, sebuah komunitas kampung yang menampung hasil tenun wanita Desa Sukarara. Artshop ini menerima penenun dari usia muda hingga tua.
"Dari 10 ribu jiwa penduduk, 25 persennya penduduknya adalah penenun," dia menjelaskan.
Sebelum pandemi, artshop ini memiliki pendapatan 20-30 juta per bulan. Dari sana, 35 persennya akan diberikan kepada penenun, sisanya untuk kas dan operasional.
Di sini traveler bisa menemukan berbagai jenis kain tenun dengan aneka motif. Kain tersebut juga ada yang yang sudah dijahit menjadi sarung, kopiah hingga berbagai suvenir.
"Harganya beragam, mulai dari 250 ribu hingga 15 juta," kata dia.
Nilai jual kain tenun Lombok dinilai berdasarkan motif dan jenis kain. Ada yang kain biasa, ada pula yang sutera.
Kalau sudah puas berbelanja, wisatawan bisa mencoba untuk belajar menenun. Traveler akan dilatih oleh penenun langsung.
Alat tenun akan diikat ke badan penenun. Penenun harus duduk dengan meluruskan kaki.
![]() |
Hal pertama yang diajari mulai dari memasukkan benang, mengikat kain dan membuat motif. Memang betul, menenun butuh banyak kesabaran, ketelitian dan mood yang bagus.
Baru beberapa menit berlalu, pinggang rasanya sudah pegal dan keram.
"Bagaimana, pegalkan? Kalau kami sudah biasa," kata Amin saat melihat saya memijat-mijat kaki.
Amin mengatakan bahwa harga tenun yang dijual seringkali ditawar. Padahal membuatnya saja susah setengah mati.
![]() |
"Kalau memang katanya kemahalan, coba saja tenun sendiri," katanya berseloroh.
Belajar menenun di Patuh Coorperative tidak dipungut biaya, alias gratis. Tapi kalau mau menenun sampai bisa, harus tinggal di sana, ya.
"Untuk bisa menguasai tenun ini hitungannya sampai sebulan. Jadi kalau mau bisa sendiri, ya harus tinggal di sini," tutup Amin.
(bnl/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!