Kompor tungku kayu bakar di rumah itu tidak pernah padam. Siang malam selalu ada yang menjaganya dan digunakan untuk berbagai macam keperluan. Inilah kampung adat di Sukabumi yang paling unik, dan kini terbagi menjadi tiga. Di dalam kawasan desa wisata ini tak ada penjual nasi, karena memang dilarang.
Pemimpin mereka masih bersaudara, yakni dari Kampung Adat Cipta Mulya, Sinaresmi, dan Ciptagelar. Dalam adat, bentuk dari kelompok mereka juga dinamai kasepuhan.
Beberapa waktu lalu, tim detikcom mengunjungi dua di antaranya, yakni Kampung Adat Ciptagelar dan Sinaresmi. Dari keduanya memang ada persamaan, sama-sama menyediakan makan di Imah Gede atau rumah paling besar di antara semua bangunan di kampung itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perasaaan guyub dan desa wisatanya lebih berasa di Kampung Adat Ciptagelar. Mungkin karena posisi desa ini yang berada jauh dari jalan utama, yakni sejauh 1,5 jam perjalanan melewati kaki gunung di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Ketika sampai di kawasan Kampung Adat Ciptagelar, warga di sana sedang bergotong royong membersihkan lingkungan pinggir jalan. Bahu membahu anak-anak sampai orang dewasa dan kebanyakan ibu-ibu yang membersihkan jalanan dari rumput dan semak liar.
Mereka pulalah yang ternyata selalu bergantian menjaga tungku atau membuat dapur di kasepuhan selalu menyala. Mereka yang memasak nasi, yang ternyata nasi organik, sayur, hingga lauk pauk.
Nasi di Imah Gede tak dijual. Makanan itu untuk kami, para pendatang dari luar atau tamu abah atau orang yang dituakan di desa wisata.
Jika traveler memang tinggal lama di Kampung Adat Ciptagelar maka harus sadar diri. Oleh karena itu, ada aturan tak tertulis untuk membayar biaya lauknya saja.
Kami datang ke Kampung Adat Ciptagelar bersama dua orang ojek dari warga Desa Sinaresmi. Sesampainya di lokasi, kami langsung berkeliling melihat-lihat keadaan desa.
Saat kembali, kami agak kaget ketika dua orang ojek itu sedang makan dan membuat kopi, seperti tamu. Ternyata, di Imah Gede memang menyediakan nasi atau makan besar dengan lauk seadanya, camilan juga kopi dan gratis bagi pendatang.
Dari ojek, kami juga diberitahu bahwa penjual keliling yang berjualan di Kampung Adat Ciptagelar juga menyempatkan diri untuk beristirahat di Imah Gede. Selain melepas lelah, mereka juga diperbolehkan makan besar dan memakan camilan yang ada.
Kebiasaan unik ini sepertinya hanya ada di tiga kasepuhan itu, di Kampung Adat Ciptagelar, Sinaresmi, dan Cipta Mulya.
(msl/ddn)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan