Pakai Sesajen dan Sumpah, Begini Tradisi Sunat Adat NTB

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pakai Sesajen dan Sumpah, Begini Tradisi Sunat Adat NTB

Faruk Nickyrawi - detikTravel
Minggu, 17 Jul 2022 14:48 WIB
Sunat adat NTB
Sunat adat di Dompu (Istimewa)
Dompu -

Nusa Tenggara Barat (NTB) terkenal dengan budayanya yang kental dan terus dijaga kelestariannya, mulai dari pulau Lombok hingga pulau Sumbawa. Salah satunya adalah tradisi sunat adat yang memakai sesajen menyerupai gunung.

udaya ini hanya dapat ditemukan di Desa Saneo, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu, Pulau Sumbawa. Jangan harap bisa menemukan tradisi unik ini di daerah lain ya.

Jika Anda berkesempatan jalan-jalan di Desa Saneo saat ini, Anda pasti akan menemukan kegiatan ini. Karena upacara sunat adat hanya digelar ketika musim panen selesai atau pada Bulan April hingga Juli.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam prosesinya, seorang anak laki-laki yang akan disunat terlebih dahulu harus mengikuti ritual adat yakni mengucapkan sumpah atau Makka (dalam bahasa Dompu) yakni pengucapan cita-cita atau harapan di masa depan. Ritual ini dilakukan ditandai dengan atraksi anak dengan mengacungkan keris pusaka di hadapan para orang tua.

"Tas Ruma ee, Mada ra maru ku awa sori la Miri, maru pita ku diwu manteko, ku nee raka wei mantika, huumm" teriak seorang anak yang akan disunat ketika mengucap Makka.

ADVERTISEMENT

"Ya Allah, saya tidur di sungai yang memutar. Meniduri kolam sungai yang berbelok, saya ingin mendapatkan istri yang elok (cantik)," artinya dalam bahasa Indonesia.

Sunat adat NTBSunat adat NTB Foto: (Istimewa)

Setelah prosesi itu, anak yang akan disunat kemudian dibawa ke tempat sunat yang telah dipersiapkan. Tapi sebelum itu, anak terlebih dahulu dimandikan menggunakan air suci yang dicampur bunga dan dedaunan. Air tersebut dipercaya bisa membuat anak yang disunat tidak merasakan kesakitan.

"Bukan dimandikan tapi semacam disirami dengan air suci yang disimpan dalam wadah gentong kecil. Ini dipercaya agar anak tidak merasakan sakit saat disunat," tutur salah seorang warga Saneo, Abakar pada detikBali, Minggu (17/7/2022).

Dalam proses sunat, para orang tua yang mendampingi anaknya menaburkan beras kuning pada sekeliling, hal itu dilakukan karena dipercaya dapat mengusir roh jahat yang dapat merasuki anak yang disunat.

Tak hanya itu, saat proses sunat berlangsung diiringi dengan suara tabuhan gendang dan suling. Lagi-lagi hal itu dilakukan untuk mengusir roh jahat dan sebagai alat untuk mengabarkan kepada warga lain bahwa ada anak yang sedang disunat.

Sunat adat NTBSunat adat NTB Foto: (Istimewa)

Berbagai Macam Jenis Sesajen Hingga Menyerupai Gunung

Salah satu yang sakral dalam upacara sunat adat warga Saneo adalah sesajen. Masyarakat Saneo mengenalnya dengan sebutan Soji ra Sangga. Berbagai jenis sesajen seperti nasi ketan, beras kuning, pisang, telur, hingga jajanan tradisional yang disebut pangaha Bunga.

Jajanan pangaha Bunga inilah sesajen yang menyerupai gunung. Karena tingginya harus melebihi tinggi anak yang disunat ketika dibentuk dengan cara disusun. Jajanan tradisional ini dibuat menggunakan bahan dasar beras ketan.

Warga Saneo secara turun temurun percaya bahwa jika ada sesajen atau Soji yang kurang atau tidak lengkap, maka anak yang akan disunat akan mengalami gangguan kejiwaan.

"Semua jenis sesajen harus ada. Jika ada yang kurang maka anak yang disunat bisa gila. Itulah kepercayaan sejak jaman nenek moyang kami yang kami percayai sampai sekarang," kata salah seorang warga Saneo, Abakar.

Tradisi sunat adat sudah mulai dikenal di kalangan masyarakat sejak jaman kesultanan Dompu. Bahkan jauh sebelum itu pun sudah ada namun kelestariannya kadang timbul dan hilang. Meski sedang berada pada era modern, tradisi ini masih ada dan terus kelestariannya.

Menurut penuturan warga Saneo, seiring berkembangnya jaman, prosesi sunat perlahan berubah. Awalnya pemotongan ujung kemaluan anak yang disunat menggunakan pisau tajam yang diasah dan dilakukan oleh orang yang dituakan pada desa.

Kemudian kemaluan yang dipotong tidak dijahit. Kini kebiasaan itu tak lagi digunakan melainkan diganti dengan prosesi medis dari petugas Puskesmas Desa. Namun itu tidak menghilangkan nilai budaya yang terkandung di dalamnya.




(bnl/bnl)

Hide Ads