Menelusuri Jejak Pertempuran Sengit di Karangresik Tasikmalaya

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Menelusuri Jejak Pertempuran Sengit di Karangresik Tasikmalaya

Faizal Amiruddin - detikTravel
Selasa, 15 Agu 2023 11:40 WIB
Puing jembatan Karangresik yang menjadi saksi sejarah pertempuran di Tasikmalaya.
Puing jembatan Karangresik yang menjadi saksi sejarah pertempuran di Tasikmalaya. (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar )
Tasikmalaya -

Selain pernah menjadi ibu kota Provinsi Jawa Barat, Tasikmalaya juga sempat menjadi sasaran agresi militer Belanda pada 1947. Serangan ini membuat Sewaka, Gubernur Jawa Barat pada saat itu harus mengungsi ke pelosok Tasikmalaya.

Namun upaya Belanda menduduki Tasikmalaya diwarnai perlawanan sengit. Salah satunya adalah pertempuran epik yang terjadi di jembatan Karangresik, perbatasan Tasikmalaya dan Ciamis.

Saat itu tentara Divisi Siliwangi dan masyarakat berhasil memukul mundur konvoi tentara Belanda. Belanda tak bisa masuk ke Tasikmalaya karena bangunan jembatan telah dihancurkan. Hal tersebut pasukan Belanda kebingungan karena tentara Indonesia menembaki mereka hingga kocar-kacir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi keesokan harinya Belanda mengamuk dengan mengerahkan dua pesawat Mustang untuk membombardir pejuang Indonesia. Sehingga akhirnya tentara kita mundur hingga ke Singaparna, dan Tasikmalaya pun jatuh ke tangan Belanda.

Momen pertempuran ini diulas dalam buku Siliwangi dari Masa ke Masa yang diterbitkan oleh Kodam III Siliwangi.

ADVERTISEMENT

"Sekitar tanggal 7 Agustus 1947 tentara Belanda dari arah Ciamis mulai mengadakan gerakan menuju Kota Tasikmalaya dengan tujuan sekaligus menghancurkan kekuatan TNI Siliwangi dan Komando Divisi Siliwangi yang saat itu diwakili oleh Kolonel Hidayat dan Kolonel Subroto," tulis buku tersebut.

Puing jembatan Karangresik yang menjadi saksi sejarah pertempuran di Tasikmalaya.Puing jembatan Karangresik yang menjadi saksi sejarah pertempuran di Tasikmalaya. Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar

Konvoi besar pasukan Belanda itu terdiri dari satu batalyon tempur dengan senjata bantuan terdiri dari eskadron kavaleri brencarrier, mobil lapis baja dengan persenjataan berat.

Mereka tiba di mulut jembatan sekitar pukul 9 pagi, namun mereka tak dapat melintas karena jembatan sudah dihancurkan oleh tentara dibantu masyarakat.

Sementara di mulut jembatan dari arah Tasikmalaya tentara Siliwangi sudah siaga melakukan pengadangan. Pasukan yang memimpin pertempuran itu Detasemen II Garuda Kodongan, yang dipimpin oleh Kapten Kodongan.

"Mereka menempati posisi pertahanan yang sangat strategis di seberang jembatan bagian selatan dengan menggunakan bukit-bukit, batu-batu yang terlindung oleh hutan-hutan kecil dan rumpun-rumpun," demikian tertulis di buku tersebut.

Di seberang jembatan tentara Belanda yang tidak menyadari, stand by dengan keadaan santai hingga berjam-jam. Mereka berada di jalan sebelah utara jembatan sepanjang 350 meter, belokan letter S. Posisi mereka terlihat jelas oleh pasukan Indonesia.

Kontak senjata mulai terjadi sekitar pukul 3 sore, pasukan Detasemen II Garuda langsung menembaki pihak Belanda. Mereka langsung kocar-kacir mencari perlindungan. Mereka akhirnya mundur, menjauh dari jembatan hingga ke daerah Sindangkasih Ciamis.

Mendapati musuh mundur, tentara Indonesia memilih bertahan di posisi ideal itu. Hanya saja pada malam harinya, beberapa tentara menyeberangi sungai untuk mengambil senjata, pakaian dan perbekalan yang ditinggalkan. Setelah itu mereka bertahan sampai keesokan harinya.

Baca selengkapnya di sini.




(sym/sym)

Hide Ads