Pabrik cerutuTaru Martani terletak di Jalan Kompol BambangSuprapto,Gondokusuman, Yogyakarta.detikJogja sempat mampir ke sana dan melihat sejumlah lukisan dan foto pendiri pabrik yakni Adolphe Antoine Louis Marie Mignot.
Selain itu, ada pula sederet foto kunjungan tamu ke Taru Martani, di antaranya ada potret pejuang revolusi Kuba Ernesto 'Che' Guevara dan beberapa tokoh Indonesia.
Hingga saat ini, traveler juga dapat melihat aktivitas pegawai yang menjemur daun tembakau di belakang pabrik. Selain itu, ada pula proses pemisahan daun tembakau dari tulang daunnya.
Lalu tampak pula perempuan yang sibuk melinting cerutu dengan alat linting manual.
![]() |
Kepala Divisi Produksi Taru Martani 1918, Adam Santosa menjelaskan jika perusahaan ini mulanya berada di Jalan Magelang, Jogja, pada tahun 1918. Perusahaan ini dulunya dimiliki oleh seseorang berkebangsaan Belanda keturunan Perancis.
"Jadi berdirinya (Taru Martani) tahun 1918 dulu dimiliki oleh pribadi bukan company. Awalnya di Jalan Magelang itu, pemiliknya bernama Adolphe Antoine Louis Marie Mignot, dia berkebangsaan Belanda tapi punya keturunan Perancis juga," kata Adam saat ditemui di Taru Martani, pada Kamis (30/11/2023).
Seiring berkembangnya waktu, pabrik cerutu ini mengalami perkembangan yang pesat dan Adolphe memutuskan untuk membeli tanah di daerah Baciro yang menjadi lokasi saat ini. Di kawasan Baciro inilah, Adolphe memutuskan untuk mendirikan perusahaan yang lebih besar pada 1921 dan diberi nama N.V. Negresco.
"Kemudian 1921 (pabrik) dipindahkan, dia (Adolphe) merasa bahwa perlu mendirikan perusahaan yang cukup besar maka dia beli tanah di daerah sini, Baciro dari dulu tanah itu seluas ini. Karena usahanya berkembang dengan baik, waktu itu (nama) perusahaan N.V. Negresco waktu itu," jelasnya.
![]() |
Namun, pada masa penjajahan Jepang pada 1942 perusahaan ini diambil alih. N.V. Negresco ini pun berganti nama menjadi Jawa Tobacco Kojo.
"Ketika Jepang menduduki Indonesia saat itu tahun 1942, maka otomatis perusahaan ini direbut oleh Jepang kemudian diganti lah namanya menjadi Jawa Tobacco Kojo. (Mereka) Kemudian mengeluarkan produk-produk, kalau dulu ada namanya merek Panther dan lain sebagainya, oleh Jepang produknya diubah namanya menjadi ada Mizuho, Momo Taro, Koa," ujar Adam.
Setelah masa pendudukan Jepang, pabrik ini diambil alih Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada 1945. Nama pabrik lantas diganti menjadi Taru Martani.
Pada 1961, pemerintah Indonesia melalui Bank Industri Negara menghidupkan kembali pabrik cerutu ini dengan melakukan kerja sama.
Namun, upaya tersebut kurang membuahkan hasil. Akhirnya, Taru Martani di bawah kepemilikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX melakukan kerja sama dengan perusahaan Belanda yaitu Douwe Egberts.
Semenjak saat itu, mulai ada peningkatan penjualan yang pesat, bahkan karyawan pada saat itu mencapai 1.000 orang.
Taru Martani mencapai masa kejayaan pada 1997.
"Saya pertama masuk tahun 1997 itu pas gemilangnya, saat itu cerutunya lho sangat gemilang. Dulu di tahun 1997 satu bulan hanya Amerika saja itu 1,2 juta batang per bulannya," kenang Adam.
Baca juga: 10 Destinasi Wisata Gadis Kretek |
Berita selengkapnya baca di detikJogja.
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan
Foto: Aksi Wulan Guritno Main Jetski di Danau Toba