Terletak di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Goa Gajah merupakan peninggalan bersifat Buddhisme dan Hindu. Dulu, ini adalah tempat belajar dan meditasi spiritual.
I Nyoman Sukadana, anggota tourism guide Goa Gajah, menjelaskan bahwa Goa Gajah diperhitungkan dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa yang merupakan raja ke-6 di Bali pada abad ke 10 - 11. Pembangunan goa itu dibantu oleh anak-anaknya, yaitu Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu.
Menurut I Nyoman Sukadana, dahulu pembangunan Goa Gajah bertujuan sebagai tempat belajar dan meditasi. Pada abad 10 masehi, Bali mengalami pergolakan antar sekte-sekte, sehingga Raja Udayana meminta Mpu Kuturan datang ke Bali dan memimpin sekte yang ada di Bali.
"Ini adalah tempat belajar dan meditasi tentang hal hidup dan keagamaan atau spiritual. Sampai sekarang juga masih menjadi destinasi spiritual," katanya.
Dahulu, sesuai dengan Prasasti Pandak Badung tahun 975 saka atau 1049 yang ditulis dengan nama Kunjarakunjapada atau Antakunjarapada. Kata "kunjara" berarti gajah, "kunja" merupakan gunung di India Selatan dimana Rsi Agastya membangun asrama, dan "pada" artinya menyamai atau sama.
"Tempat ini adalah menyamai dengan asrama Rsi Agastya di lereng Gunung Kunja, India Selatan yang mana asramanya banyak dikelilingi oleh gajah liar," kata dia.
Setelah Bali ditaklukan oleh Majapahit di bawah kepemimpinan Gajah Mada tahun 1343, di dalam kitab suci Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, tempat ini ditulis dengan nama "Lwah Gajah". "Lwah" yang berarti air dan "gajah" itu artinya besar.
"Nama ini karena ia menemukan sungai besar di sebelah selatan goa. Terakhir tempat ini disebut dengan Goa Gajah karena setelah digali oleh arkeologi itu banyak ditemukan arca Ganesha. Kurang lebih tahun 1960an tempat ini disebut dengan nama Pura Goa Gajah," papar I Nyoman Sukadana.
Penemuan pertama adalah Goa Gajah berawal dari LC. Heyting pada tahun 1923 yang menemukan arca Ganesha, Trilingga serta arca Hariti. Hal tersebut ditindaklanjuti oleh Dr. WF. Stutterheim untuk mengadakan penelitian lanjut pada tahun 1925 - 1927.
I Nyoman Sukadana menjelaskan penemuan kedua adalah komplek Sungai Pangkung pada tahun 1931 oleh Conrat Spies. Penemuan ini berupa stupa bercabang tiga yang terpahat pada dinding batu yang telah runtuh tergeletak di dasar Tukad Pangkung.
Setelah Indonesia merdeka, baru ditemukan permandian oleh J.L Krijgman melakukan penelitian dan penggalian pada tahun 1954. Pemandian kuno ini disebut dengan Sapta Gangga. Pada pemandian ini terdapat patung widyadara dan widyadari serta arca Ganesha.
Pura Goa Gajah mulai dibangun sekitar tahun 1930 an untuk pemujaan terhadap Siwa Budhha. Itu karena di sebelah selatan Sungai Pangkung juga ditemukan peninggalan Budhha. Dahulu di sana berdiri sebuah relief Buddha atau kuil Buddha yang didirikan pada abad ke-8.
Simak Video "Mencicipi Aneka Dessert Manis yang Menggugah Selera di Bali"
(fem/fem)