Batu Parsidangan, Tempat Hukuman Mati Pelanggar Adat di Samosir

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Batu Parsidangan, Tempat Hukuman Mati Pelanggar Adat di Samosir

tim detikcom - detikTravel
Kamis, 21 Mar 2024 14:35 WIB
Batu Persidangan Siallagan
Batu Persidangan Siallagan (Tasya Khairally/detikcom)
Jakarta -

Pulau Samosir yang indah itu punya cerita yang menarik. Di sana terdapat sebuah batu, yang digunakan sebagai tempat persidangan orang yang melanggar adat.

Namanya Batu Kursi Persidangan Huta Siallagan. Sesuai namanya, batu ini dijadikan tempat hukuman mati di Huta Siallagan, Samosir.

Batu Kuris Persidangan dipaparkan juga dalam MUKADIMAH Jurnal Pendidikan, Sejarah, dan Ilmu-ilmu Sosial berjudul 'Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Objek Wisata Sejarah Batu Kursi Persidangan Siallagan, Desa Siallagan Pindaraya, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir' oleh Deliana Sinaga, Arkilaus Wabia & Aidina Rizky Salsabilah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Batu Kursi Persidangan Huta Siallagan diperkirakan sudah berusia 200 tahun dan dikelilingi dengan batu-batu yang disusun setinggi 1,5 meter. Dahulu, batu persidangan digunakan untuk mengadili pelaku kejahatan atau pelanggar hukum adat.

Batu Kursi Persidangan di Huta Siallagan, Samosir. (instagram.com/hutasiallagan)Batu Kursi Persidangan di Huta Siallagan, Samosir. (instagram.com/hutasiallagan) Foto: Batu Kursi Persidangan di Huta Siallagan, Samosir. (instagram.com/hutasiallagan)

Batu kursi di kampung Siallagan ditempatkan di dua lokasi sesuai aturan dan fungsi yang berbeda. Kelompok batu pertama diletakkan di tengah Huta Siallagan sebagai tempat rapat bagi raja atau pengetua adat untuk membicarakan dan mengadili perkara kejahatan.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, kelompok batu kedua diletakkan di bagian timur dari batu kursi pertama sebagai kursi untuk raja, penasihat raja, tokoh adat serta masyarakat yang ingin menyaksikan pelaksanaan hukuman mati.

Pelaksanaan hukuman di Batu Persidangan

Konon, hukuman mati juga dilaksanakan tidak disembarangan hari. Biasanya, dilakukan pada hari baik atau di 'hari buruknya' si pelaku kejahatan. Biasanya, yang melakukan kejahatan berat adalah orang-orang yang punya ilmu hitam.

Beberapa waktu lalu, detikcom berkunjung ke Huta Siallagan. Kejahatan ringan hingga berat diputuskan di batu ini. Ada lima orang yang akan memutuskan hukuman, yaitu dua penasehat korban, dua penasehat terdakwa dan satu penasehat kerajaan.

"Mencuri, itu dipanggil kemari. Kalau mau bebas harus tebus, itu keputusan raja, dua tindak pidana umum, membunuh, memperkosa. Perkelahian antar kampung, kalau tidak ada hubungan dengan kewibawaan kerajaan biasanya keputusannya di tangan kelima penasehat ini," kata Tour Guide Batu Siallagan, Gading Jonson.

Batu Persidangan di Huta Siallagan Samosir (Farid/detikSumut)Batu Persidangan di Huta Siallagan Samosir (Farid/detikSumut) Foto: Farid Achyadi Siregar

Hukuman tertingginya adalah dipenggal oleh raja. Warga yang mendapatkan keputusan hukuman mati di antaranya mereka yang mengganggu kewibawaan kerajaan, panglima perang musuh yang tertangkap, serta orang yang mengganggu keluarga atau istri raja.

Pelaksanaan hukuman pancung dilakukan di Batu Parsidangan kedua, dimana ada batu panjang untuk tempat memenggal orang. Terdakwa akan ditutup matanya, tangannya diikat ulos. Jika menyimpan ilmu kebal atau ilmu gaib, kemampuannya akan dihisap oleh raja dengan semacam tongkat sakti.

Setelah itu, barulah dia akan dipenggal oleh algojo. Tidak hanya dipenggal, jantung dan hatinya diambil. Nah, ada cerita, di zaman dahulu, daging terdakwa dibagikan kepada seluruh hadirin yang menonton pengadilan itu untuk dimakan.

Namun, jangan lantas ini dianggap praktek kanibalisme yang liar ya. Dahulu memang ada kepercayaan untuk memakan daging, hati, jantung dan darah terdakwa untuk mendapatkan ilmu tinggi.

Sekarang batu ini menjadi salah satu daya tarik wisata di Samosir. Lokasinya di Desa Siallagan Pindaraya, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.




(sym/sym)

Hide Ads