7 Fakta Jalan Braga, Kawasan Ikonik di Paris Van Java

Ni Made Nami Krisnayanti - detikTravel
Senin, 06 Mei 2024 14:47 WIB
Jalan Braga saat bebas kendaraan (Rifat Alhamidi/detikJabar)
Jakarta -

Jalan Braga merupakan kawasan legendaris di Bandung. Kini, tiap akhir pekan Jalan Braga bebas kendaraan, dinamai Braga Beken.

Dibangun sejak zaman Hindia Belanda, Jalan Braga disebut sebagai saksi bisu perkembangan zaman. Jalan sepanjang 850 meter itu merupakan pusat perbelanjaan dan tempat berkumpul pada masa Hindia Belanda.

Di sisi kanan kiri Jalan Braga terdapat komplek toko yang memiliki arsitektur kuno pada masa Hindia Belanda. Kini, di sepanjang Jalan Braga terdapat berbagai restoran, kafe, penginapan, hingga apotek, dan sejumlah kantor.

Jalan Braga juga masih menjadi salah satu jalur utama di jantung kota Bandung. Jalan itu padat dengan lalu lalang kendaraan dan para pejalan kaki, juga pedagang, serta mobil dan motor yang parkir.

Akhir pekan lalu, Jalan Braga memiliki wajah berbeda. Pemerintah Kota Bandung menjadikan Jalan Braga bebas kendaraan. Rencananya setiap Sabtu dan Minggu Jalan Braga bakal bebas kendaraan.

Berikut lima fakta tentang Jalan Braga:

1. Mulanya Disebut Pedatiweg

Jalan Braga dulu dikenal sebagai Pedatiweg merupakan jalur yang vital di masa kolonial Belanda. Mulanya merupakan jalan becek dan berlumpur yang kerap dilewati oleh pedati pengangkut kopi.

Nama Pedatiweg berasal dari kata "pedati," sejenis kereta kuda yang banyak digunakan pada zaman itu dan "Weg" dalam bahasa Belanda bermakna "jalan".

Baru sekitar tahun 1882, Pieter Sijthoff, asisten residen Bandung, mengubah nama Pedatiweg menjadi Bragaweg. Diambil dari nama seorang penulis drama Theofila Braga.

Para ahli sastra Sunda menyebut bahwa nama Braga merujuk pada kata "Baraga" yakni jalan di tepi sungai, dimana Jalan Braga memanglah terletak di tepi Sungai Cikapundung.

Penamaan Braga juga disebut-sebut berasal dari minuman keras khas Rumania yang sering disajikan di Societeit Concordia (sekarang Gedung Merdeka) di bagian selatan Bragaweg.

Dalam bahasa Sunda, nama Braga juga berasal dari kata "Ngabaraga" yang memiliki arti bergaya memamerkan tubuh, nampang, atau mejeng.

2. Dahulu Disebut "Jalan Culik"

Tak seperti sekarang, dahulu Jalan Braga dikenal sebagai jalan yang kecil dan sepi yang rentan terhadap aksi penculikan. Membuatnya kerap mendapat julukan "Jalan Culik"

Jalan Braga yang sepi membuat reputasinya sebagai tempat yang mengerikan di mana banyak orang terluka dan bahkan meninggal karena kegiatan kriminalitas. Jalan Braga menjadi tempat patroli tentara kolonial, yang mengakibatkan banyak pembantaian.

3. Asal Mula Julukan Kota Kembang

Meskipun Bandung juga terkenal dengan keberagaman taman bunganya, namun julukan "Kota Kembang" tidak berasal dari kesejukan bunga-bunga itu. Sebaliknya, julukan merupakan sebuah kiasan berkonotasi negatif di era Belanda.

Bersamaan dengan ramainya Jalan Braga sebagai tempat pertemuan para bangsawan, kehadiran hiburan malam di sudut remang-remang, membuatnya juga dikenal oleh turis mancanegara yang mencari wanita-wanita cantik di kota ini. Sejak saat itulah, Bandung dijuluki sebagai "Kota Kembang".

Walau begitu, Jalan Braga tetap menjadi simbol sejarah dan budaya yang mencerminkan perubahan zaman dan peranannya dalam perkembangan kota Bandung.

Wisatawan kini dapat menjelajahi Jalan Braga untuk menikmati perpaduan antara sejarah dan gaya hidup kontemporer yang menarik.

4. Toko Senjata Api Jadi yang Pertama Berdiri di Jalan Braga

Bukan kafe atau toko pakaian, melainkan toko senjata api adalah toko pertama di Jalan Braga didirikan pada tahun 1894 oleh C.A. Hellerman. Selain menjual senjata api, toko tersebut juga menawarkan berbagai macam barang seperti sepeda, kereta kuda, dan melayani sebagai bengkel reparasi senjata api.

Namun, bangunan pertama tempat toko tersebut berdiri, yang sekarang dikenal sebagai bangunan tua nomor 51, telah runtuh dan ditinggalkan oleh pemiliknya.

5. Tempat Komersil dan Hiburan

Dalam e-book Mengembalikan Citra Kawasan Jalan Braga Bandung disebutkan pada 1910 Jalan Braga dirancang oleh pemerintahan kolonial menjadi pusat perbelanjaan bagi orang-orang Eropa di Hindia Belanda. Bahkan, kawasan ini disebut pula sebagai Het meest Europeesche Winkelstraat van Indië, atau kawasan pertokoan Eropa terkemuka di Hindia Belanda.

Jalan Braga kemudian ramai diisi oleh pengusaha Belanda dengan membangun toko, bar, hingga tempat hiburan. Tak hanya menjadi trendsetter mode pakaian, pada 1931 salah seorang anggota Komisi Loggemann, Ir. Thomas Karsten membuat Stadsvormings Ordonantie (SVO) memberi panduan perencanaan kota di Hindia Belanda.

Bersama sejumlah profesor lainnya, ada sejumlah hal yang ingin ditata dari kawasan Braga, antara lain: bangunan langsung berhadapan dengan tepi jalan, tanpa adanya halaman teras, antara satu bangunan dengan bangunan lainnya harus saling berdampingan, tanpa ada ruang kosong sedikit pun, ketinggian bangunan hanya 2 lantai, yakni lantai pertama untuk komersial dan halaman belakang dan lantai atas untuk hunian, dan bangunan harus memberi kesan yang selaras baik secara horizontal maupun vertikal.

Lantai pertama dilengkapi pintu masuk dan dinding kaca etalage. Jendela kaca boven-licht untuk penerangan ruang dalam yang dilengkapi lubang ventilasi alami, alias gesloten bebouwing.

6. Mati Suri

Masa kejayaan Braga tidak berlangsung terus-menerus. Jalan Braga mati suri akibat situasi politik dunia yang bergejolak di tahun 1942.

Yakni, saat Jepang memulai 'kisah'-nya di Tanah Air, kawasan ini seperti ditinggalkan hanya meninggalkan jejak-jejak bangunan bergaya Indische Style saja.

7. Bangunan Bersejarah yang Tersisa

Braga kembali bangkit usai ditetapkan sebagai historical district oleh Pemerintah Kota Bandung lewat Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009. Sejumlah bangunan kolonial masih tersisa.

Dari Jalan Asia-Afrika, terdapat Hotel Savoy Homann dan Gedung Merdeka yang menjadi saksi terjadinya Konferensi Asia-Afrika pertama di tahun 1955 silam. Lalu, ada pula Bioskop de Majestic dengan bentuk unik menyerupai kaleng biskuit. Serta, Sarinah Braga yang kini beralih fungsi menjadi tempat penginapan berkelas di Bandung.

Bergeser sedikit ke arah utara, terdapat Gedung Gas Negara hingga restoran Braga Permai eks Maison Bogerijen yang pernah menyajikan makanan istimewa bagi kaum Belanda. Terakhir, ada pula Gedung Bank Indonesia dan Gereja Katedral St. Petrus Bandung dengan menyimpan sejarah perkembangan umat Katolik di Kota Kembang.



Simak Video "Video: Healing Santai di Taman Hutan Juanda Bandung"

(fem/fem)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork