Welcome d'travelers !

Ayo share cerita pengalaman dan upload photo album travelingmu di sini. Silakan Daftar atau

ADVERTISEMENT

Minggu, 14 Mar 2021 20:40 WIB

PHOTOS

Foto: Tradisi Tedak Siten yang Sarat Makna

Eko Susanto
detikTravel

Magelang - Masyarakat Magelang masih melaksanakan Tradisi Tedak Siten bagi anak mereka. Tradisi yang sarat makna ini masih terus dilestarikan meski digerus zaman.

Inilah tradisi Tedak Siten yang dilakukan pasangan Abbet Nugroho dan Siti K untuk putra pertama mereka yang bernama Gahez Rakai Pramudya Maheswara yang tepat berusia 7 bulan dalam perhitungan Jawa. Mereka tinggal di Dusun Karangtengah, Desa Ngadiharjo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. (Eko Susanto/detikTravel)
Inilah tradisi Tedak Siten yang dilakukan pasangan Abbet Nugroho dan Siti K untuk putra pertama mereka yang bernama Gahez Rakai Pramudya Maheswara yang tepat berusia 7 bulan dalam perhitungan Jawa. Mereka tinggal di Dusun Karangtengah, Desa Ngadiharjo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. (Eko Susanto/detikTravel)
Urutan pelaksanaan tedak siten dimulai dengan sungkeman. Maheswara digendong orangtuanya meminta doa restu kepada neneknya. Setelah itu, anak tersebut dibersihkan kedua kaki, tangan maupun mukanya dengan air yang telah diberi bunga. (Eko Susanto/detikTravel)
Urutan pelaksanaan tedak siten dimulai dengan sungkeman. Maheswara digendong orangtuanya meminta doa restu kepada neneknya. Setelah itu, anak tersebut dibersihkan kedua kaki, tangan maupun mukanya dengan air yang telah diberi bunga. (Eko Susanto/detikTravel)
Selanjutnya, dia didandani dengan pakaian Jawa dan melakukan urut-urutan tedak siten. Mulai dari berjalan di atas jadah, kemudian menaiki tangga tebu, terus menginjak tanah. (Eko Susanto/detikTravel)
Selanjutnya, dia didandani dengan pakaian Jawa dan melakukan urut-urutan tedak siten. Mulai dari berjalan di atas jadah, kemudian menaiki tangga tebu, terus menginjak tanah. (Eko Susanto/detikTravel)
Usai dari menginjak tanah, Maheswara dimasukkan di bawah kurungan ayam yang berisi mainan, buku, alat tulis, alquran, uang dan lain sebagainya. Diharapkan saat berada di bawah kurungan tersebut dia bisa memilih apapun yang disukainya. (Eko Susanto/detikTravel)
Usai dari menginjak tanah, Maheswara dimasukkan di bawah kurungan ayam yang berisi mainan, buku, alat tulis, alquran, uang dan lain sebagainya. Diharapkan saat berada di bawah kurungan tersebut dia bisa memilih apapun yang disukainya. (Eko Susanto/detikTravel)
Harapannya, apa yang si anak ini pilih akan jadi cita-citanya yang kesampaian di masa depan. Acara tedak siten ini dipandu oleh seorang dalang bernama Ki Eko Sunyoto dan mengundang anak-anak lainnya. (Eko Susanto/detikTravel)
Harapannya, apa yang si anak ini pilih akan jadi cita-citanya yang kesampaian di masa depan. Acara tedak siten ini dipandu oleh seorang dalang bernama Ki Eko Sunyoto dan mengundang anak-anak lainnya. (Eko Susanto/detikTravel)
Dalam tradisi tedak siten tersebut banyak filosofinya. Mulai dari proses siraman, menginjak jadah tujuh warna, menaiki tangga tebu dan seterusnya. Prosesi siraman untuk menyucikan lahir batin, kemudian menginjak jadah dengan berwarna tujuh adalah rangkaian warna gelap ke warna terang, anak ini diharapkan menuju pencerahan. (Eko Susanto/detikTravel)
Dalam tradisi tedak siten tersebut banyak filosofinya. Mulai dari proses siraman, menginjak jadah tujuh warna, menaiki tangga tebu dan seterusnya. Prosesi siraman untuk menyucikan lahir batin, kemudian menginjak jadah dengan berwarna tujuh adalah rangkaian warna gelap ke warna terang, anak ini diharapkan menuju pencerahan. (Eko Susanto/detikTravel)
Kemudian, meniti 7 anak tangga yang terbuat dari tebu arjuna atau tebu wulung. Tebu dari kata antemping kalbu, dari orangtua membimbing anak tersebut supaya menapaki tujuh tingkatan kehidupan. Tujuh atau pitu ini dimaksudkan dengan pitulungan, kalau anak sudah pada level pitulungan, maka semuanya diserahkan pada Allah SWT. (Eko Susanto/detikTravel)
Kemudian, meniti 7 anak tangga yang terbuat dari tebu arjuna atau tebu wulung. Tebu dari kata antemping kalbu, dari orangtua membimbing anak tersebut supaya menapaki tujuh tingkatan kehidupan. Tujuh atau pitu ini dimaksudkan dengan pitulungan, kalau anak sudah pada level pitulungan, maka semuanya diserahkan pada Allah SWT. (Eko Susanto/detikTravel)
Tradisi tedak siten masih dilestarikan di wilayah Magelang yang berlangsung di kawasan Gunung Merbabu, Merapi, Andong, Sumbing dan kawasan Menoreh. Kehadiran anak-anak dalam tedak siten sekaligus untuk mengenalkan dan melestarikan kepada generasi selanjutnya. (Eko Susanto/detikTravel)
Tradisi tedak siten masih dilestarikan di wilayah Magelang yang berlangsung di kawasan Gunung Merbabu, Merapi, Andong, Sumbing dan kawasan Menoreh. Kehadiran anak-anak dalam tedak siten sekaligus untuk mengenalkan dan melestarikan kepada generasi selanjutnya. (Eko Susanto/detikTravel)
Acara kemudian dilanjutkan, sang anak mengambil uang dan diberikan kepada teman-temannya yang diundang tersebut. Terakhir, seorang tokoh agama Islam setempat, Mbah Jupri diminta memimpin doa. (Eko Susanto/detikTravel)
Acara kemudian dilanjutkan, sang anak mengambil uang dan diberikan kepada teman-temannya yang diundang tersebut. Terakhir, seorang tokoh agama Islam setempat, Mbah Jupri diminta memimpin doa. (Eko Susanto/detikTravel)
 Acara ditutup dengan makan bersama. Dalam tradisi Jawa, anak usia 7 bulan ini mengalami fase dia mulai yang namanya tedak siten atau turun tanah. Jadi anak ini mulai mengenal yang namanya Ibu Pertiwi karena dia akan mulai aktivitas di bumi. (Eko Susanto/detikTravel)
 Acara ditutup dengan makan bersama. Dalam tradisi Jawa, anak usia 7 bulan ini mengalami fase 'dia mulai yang namanya tedak siten atau turun tanah'. Jadi anak ini mulai mengenal yang namanya Ibu Pertiwi karena dia akan mulai aktivitas di bumi. (Eko Susanto/detikTravel)
BERITA TERKAIT
BACA JUGA