Peranakan menjadi kultur percampuran di Singapura. Kultur ini memadukan adat China dan Eropa dan menjadi hal baru dalam sejarah budaya Singapura.
Bagi peranakan atau anak yang lahir dari persilangan China dan Eropa ada banyak hal yang berbeda dari masyarakat umum. Mereka yang lahir di keluarga peranakan harus belajar tatakrama layaknya bangsa Eropa. Bicara bahasa Inggris bukan mandarin dan makan dengan sendok garpu bukan sumpit
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat peranakan melangsungkan pernikahan, pesta pun digelar habis-habisan. Pesta pernikahan akan digelar selama 14 hari.
Namun pesta tak akan digelar setiap hari. Kegiatan pesta akan berlangsung di hari-hari tertentu, misalnya hari pertama, ketiga, kelima dst.
Hari tanpa pesta akan digunakan untuk istirahat. Tujuannya agar pengantin dan keluarga tidak sakit saat pesta berlangsung.
Hal menarik lainnya adalah tempat tidur yang dihias sedemikian rupa. Kemudian ada hiasan berupa kain yang dijahit dan dipigura.
Kain ini haruslah sepasang sebagai tanda pasangan pengantin. Kain hiasan biasanya dijahit langsung oleh Nonya. Selain kain hiasan ada pula perhiasan sebagai mahar.
Namun pernikahan peranakan ini sudah tidak ditemui lagi dalam masyarakat Singapura. Selain semakin minimnya kelahiran peranakan asli, pengadaan pesta selama 14 hari juga dinilai sulit terkait izin cuti dan mahal.
The Intan menjadi tempat yang cocok bagi kamu yang ingin tahu tentang peranakan dan mengejar passion traveling ke Singapura. Berada di kawasan Joo Chiat, kamu bisa masuk dengan membayar tiket masuk SGD 60 atau sekitar Rp 600.000 per orang.
Berikut keseruan detikTravel dan 20Detik saat berada di Intan. Like and share ya!
(bnl/fay)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum