5 Negara Tersehat di Dunia untuk Ditinggali Traveler

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

5 Negara Tersehat di Dunia untuk Ditinggali Traveler

Wahyu Setyo Widodo - detikTravel
Senin, 27 Apr 2020 22:15 WIB
Ilustrasi pria di Jepang.
Foto: Ilustrasi Jepang (Philip Fong/AFP)
Tokyo -

Dari seratus lebih negara di dunia, ada 5 negara yang dinilai paling sehat untuk ditinggali. Menurut para dokter, 5 negara ini sudah terbukti tahan terhadap Corona.

Pandemi virus Corona yang terjadi secara global melahirkan sebuah pertanyaan: Adakah negara di dunia yang siap dalam menghadapi serangan virus tersebut? Jawabannya tentu saja ada.

Dilansir dari BBC, Senin (27/4/2020) ada setidaknya 5 negara yang dinilai paling baik dalam hal penanganan COVID-19. Menurut penuturan para dokter, 5 negara ini sangat layak untuk ditinggali traveler, karena sudah memiliki sistem jaminan kesehatan yang sangat bagus.

Mari kita bahas satu per satu:



1. Jepang

Wabah virus corona telah menyebar ke Timur Tengah dan Eropa. Puluhan ribu orang dilaporkan terinfeksi COVID-19 dan lebih dari 2.800 orang tewas akibat virus ituIlustrasi Foto: AP Photo


Tahun 2019 lalu, Jepang menduduki peringkat kedua dalam 10 Negara Tersehat di Dunia menurut Legatum Prosperity Index. Tidak salah memang, sistem jaminan kesehatan di Jepang sudah sangat baik.

Mika Washio, seorang dokter yang berbasis di Tokyo, mengatakan orang yang tinggal di Jepang bisa datang ke klinik lokal dan mendapat diagnosis cepat COVID-19 lewat CT Scan.

"Pasien tanpa gejala bisa mendapat diagnosis pneumonia dengan CT Scan, meskipun pasien itu berada di stage paling awal dari pneumonia," kata Mika.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Setelah itu pasien bisa mendapat perawatan dengan cepat. Ini salah satu alasan mengapa Jepang tidak memiliki kasus yang parah," imbuhnya.

Selain diagnosis cepat, Jepang juga berusaha untuk menemukan dan mengelompokkan kluster-kluster infeksi COVID-19 untuk kemudian meminimalisasi penyebaran virus tersebut.

Kebiasaan orang Jepang yang sadar betul akan kesehatan juga menolong. Banyak dari warga Jepang yang terbiasa mengenakan masker saat pergi kemana-mana, membuat Jepang sampai saat ini tidak terjadi kasus outbreak yang luar biasa.

"Ditambah lagi, lebih dari 60% orang Jepang melakukan medical check up tahunan. Kita ingin tetap sehat, jadi ini juga menyebabkan rendahnya kasus yang parah," terang Mika.

Berikutnya... Korea


2. Korea Selatan



Korea Selatan juga termasuk 10 Negara Tersehat di Dunia menurut Legatum Prosperity Index tahun 2019. Korea Selatan duduk di peringkat 4, berada di bawah Jepang (peringkat 2) dan Swiss (peringkat 3).

Korea Selatan sudah berpengalaman dalam menghadapi outbreak. Negara K-Pop ini sudah teruji dalam menghadapi serangan infeksi MERS pada 2015 silam. Provider kesehatan dan rumah sakit di Korea Selatan sudah dilatih untuk menghadapi krisis seperti ini.


Lebih dari 450 ribu orang sudah dites COVID-19 di Korea Selatan. Setiap warga negaranya sudah ditanggung oleh National Health Insurance Service (NHIS).

"Saat ada outbreak COVID-19, banyak orang yang didiagnosa sejak awal dan manajemen yang bagus dilakukan tepat waktu. Biaya medis yang rendah, semuanya berkat asuransi publik yang dipadukan dengan pengaturan harga oleh pemerintah, ditambah tes lab yang dilakukan secara luas oleh sistem kesehatan Korea Selatan," ungkap Dr Brandon Suh, yang berdomisili di Seoul.

Diagnostic kit atau alat tes virus Corona diproduksi secara massal di Chuncheon, Korea Selatan. Penasaran seperti apa proses pembuatannya?Diagnostic kit atau alat tes virus Corona diproduksi di Chuncheon, Korea Selatan. Foto: Getty Images/Chung Sung-Jun


Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan, serta otoritas pemerintah lainnya, dinilai bekerja sangat bagus dalam menghadapi COVID-19. Mereka bekerja keras berada di garis depan untuk memastikan wabah ini cepat berlalu.

Kuncinya lagi, 77% penduduk Korea Selatan mempunyai asuransi kesehatan pribadi. Asuransi kesehatan ini akan mengcover biaya yang tidak dicover oleh pemerintah lewat National Health Insurance Service (NHIS).

"Secara objektif, outbreak di Korea Selatan sudah dalam trend penurunan. Orang-orang sudah mulai beraktivitas di luar ruangan, meski mereka harus selalu mengenakan masker," imbuh Dr Brandon.


"Kami sudah bisa keluar di lingkungan sekitar, tapi kami masih tidak boleh pergi ke tempat yang ramai. Saya percaya itu yang terbaik, untuk keamanan masyarakat dan diri sendiri," imbuh Won-Jeung Wang, penduduk kota Daegu yang terhantam Corona sangat parah.


3. Israel

Israel disebut-sebut sebagai negara teraman di dunia dari virus Corona. Israel menempati peringkat teratas dengan total skor 632.32 dari 76 kriteria penilaian menurut hasil studi dari Deep Knowledge Group.

Lantas apa yang bisa membuat Israel mendapat predikat seperti itu? Jawabannya ada di peran pemerintah. Sejak akhir bulan Januari 2020, Menteri Kesehatan Israel sudah menandatangani Dekrit yang isinya memperluas wewenang Menteri Kesehatan dalam menghadapi potensi outbreak virus Corona.


Larangan bepergian ke luar negeri yang tidak penting hinggga isolasi mandiri 14 hari buat warga yang baru pulang dari 'hotspot' Corona, juga ditegakkan dengan tegas. Pemerintah Israel juga melakukan tes COVID-19 sejak awal secara akurat.

"Tes diagnostik molekular (RT-PCR) untuk mendeteksi virus Corona sudah dirancang sejak awal oleh Laboratorium Pusat Virologi, dan dikembangkan di berbagai laboratorium lain di penjuru Israel," jelas Dr Khitam Muhsen, Profesor Epidemiologi Universitas Tel Aviv.

People wearing masks visit the Church of the Nativity, revered as the birthplace of Jesus Christ, in the West Bank city of Bethlehem on March 5, 2020. - The Palestinian health ministry called for local churches, mosques and other institutions to close after suspected cases had been detected at the hotel in the Bethlehem area, the first in the Palestinian territories. (Photo by Musa Al SHAER / AFP)Pengunjung mengenakan masker di Church of the Nativity (Photo by Musa Al SHAER / AFP) Foto: AFP/MUSA AL SHAER


"Saya sangat bangga dengan jumlah tes yang kami lakukan di sini dan kami termasuk negara terbanyak melakukan tes. Di lain sisi, tingkat kematian Israel termasuk salah satu yang terendah dan saya percaya karantina yang cepat merupakan bagian dari hal itu," imbuh Talia Klein Perez, penduduk Israel yang tinggal di kotta Kfar Saba.

Sistem kesehatan publik Israel juga judah sangat baik. Sistemnya sudah terpusat dan terintegrasi. Professor Arnon Afek, Deputi Direktur Sheba Medical Center membenarkan hal tersebut.

"Orang-orang tidak takut untuk mencari bantuan medis karena mereka tahu akan dicover dan bebas biaya. Biaya dari sistem kesehatan nasional sangatlah penting, karena di situasi seperti sekarang, orang-orang harus mencari bantuan medis sehingga kami bisa menemukan mereka dan mereka berhenti menulari yang lainnya," kata Professor Arnon.


4. Jerman



Dengan tingkat kematian akibat Corona terendah dibandingkan negara-negara Eropa lainnya, Jerman merupakan negara yang dinilai sukses dalam menghadapi wabah COVID-19.

Jerman dinilai sukses dalam hal memisahkan orang yang sakit dan pasien tanpa gejala dari populasi penduduk yang sehat. Ini sangat membantu untuk menahan laju penyebaran virus tersebut.


Jerman berhasil melakukan tes Corona secara luas di negaranya. Meski begitu, ada kekhawatiran dari para ahli bahwa keberhasilan ini hanya sementara karena bila tidak waspada ditakutkan akan ada serangan gelombang kedua.

"Dengan sedikit orang yang terkena COVID-19, ada sedikit pula orang yang kebal. Untuk itu, merilekskan kebiasaan social distancing kita hanya bisa terjadi jika kasus COVID-19 sudah disapu bersih dari negara ini, atau jika tidak akan ada gelombang berikutnya yang lebih besar," ungkap Francis de Vericourt, Profesor Manajemen Sains di Berlin.

Perdebatan soal Rumah Sakit di Jerman Muncul Lagi karena Krisis CoronaTenaga medis di Rumah Sakit di Jerman Foto: DW (News)



Penduduk Jerman menyadari situasi tidak akan bisa kembali normal seperti sedia kala. Tapi mereka sangat percaya kepada pemerintah, bahwa mereka akan melakukan yang terbaik untuk rakyatnya.

"Setelah jumlah infeksi menurun. Saya percaya sudah saatnya kita melonggarkan parameter. Saya percaya otoritas Jerman akan menemukan cara terbaik untuk menyeimbangkan antara kembali normal dan tetap menegakkan regulasi untuk melindungi rakyat," kata Ingrid Gruhs, penduduk kota Murnau am Staffelsee.


Sistem kesehatan di Jerman sudah sangat siap dalam menghadapi pandemi Corona. "Ada banyak tempat tidur, ruang ICU dan dokter yang tersedia," kata de Vericourt.

"Manajemen dari komponen ini kemudian didesentralisasi kepada pemerintahan lokal. Ini berarti semua partai politik, dari kanan ke kiri bertanggung jawab. Kerja sama dalam mengoperasikan fasilitas ini kunci untuk menghadapi pandemi dan memberikan pelayanan kepada para pasien," imbuhnya.

"Saya merasa sangat beruntung tinggal di Jerman. Saya sangat senang ketika pemerintah Bavaria menetapkan lockdown, reaksi yang baik dan diperlukan di saat yang sulit seperti sekarang," tambah Laura Gruhs, mahasiswa Universitas Teknik Munchen.


5. Australia

Australia juga termasuk negara yang sukses menekan laju pertumbuhan virus Corona di bawah 5%. Angka tersebut termasuk di atas ekspektasi para ahli dan proyeksi model yang dilakukan pada 7 April lalu.

Sistem kesehatan nasional Australia merupakan campuran antara sistem coverage universal lewat Medicare dan sistem asuransi pribadi. Perpaduan itu terbukti menolong Australia dalam menghadapi skenario terburuk yang mungkin akan terjadi.

"Di pandemi seperti sekarang, sistem gabungan ini rupanya cocok untuk mengakomodasi kenaikan permintaan terhadap pelayanan kesehatan darurat dan ruangan ICU," ungkap Dr Alex Polyakov, dosen senior Universitas Melbourne.


Pemerintah negara bagian dan federal memerintahkan rumah sakit untuk menunda kegiatan operasi yang non-esensial untuk mengantisipasi meningkatnya pasien COVID-19.

"Kombinasi pemerintah federal yang setuju untuk memback up finansial rumah sakit swasta dengan syarat tersedianya tempat tidur dan staff, menjadikan kapasitas kesehatan publik meningkat dua kali lipat," lanjut Polyakov.

Pemerintah Australia juga melakukan pelacakan terhadap mereka yang berpergian ke luar negeri, serta memerintahkan mereka untuk karantina mandiri agar tidak menginfeksi orang lain.

"Saya mengantisipasi peningkatan yang sangat rendah dalam periode waktu yang lama. Ini baru yang namanya meratakan kurva," imbuh Polyakov.


Sementara itu, menurut penuturan salah seorang warga, Chris Stevens. Sistem kesehatan di Australia lebih baik daripada di Eropa. Setidaknya itu menurut sang ayah, yang sudah jadi dokter selama 40 tahun.

"Ketika pandemi COVID-19 mulai, saya sedang ada di Sri Lanka. Saya punya 2 opsi, kembali ke Eropa ke tempat orang tua atau pulang ke Australia. Setelah berbincang singkat dengan ayah, dia menyarankan untuk ke Australia sebagi opsi terbaik," tutup Chris.

Halaman 2 dari 5
(wsw/wsw)

Hide Ads