Suku-suku tertentu di dunia memiliki tradisi kedewasaan yang unik. Banyak juga yang tak biasa sampai bikin geleng-geleng kepala, seperti di Papua Nugini.
Ada banyak suku di Papua Nugini yang punya ritual kedewasaan. Kebanyakan dari ritual ini hanya ditujukan kepada anak laki-laki. Contohnya adalah Suku Sambia dan Etoro yang hidup terpencil di pegunungan. Bisa dibilang dua suku ini hidup berkelompok dengan jumlah yang tak banyak.
Dua suku ini memiliki ritual pendewasaan yang tak biasa. Tak ada nama atau sebutan dari ritual kedewasaan ini. Yang jelas, mereka harus mengikuti beberapa tahapan penting untuk dianggap sebagai pejuang sejati.
Sebelum masuk dalam ritual kejantanan ini, traveler harus tahu dulu bagaimana peran pria dan wanita dalam Suku Sambia dan Etoro. Wanita memiliki status yang lebih rendah dari laki-laki.
![]() |
Mereka percaya bahwa saat anak laki-laki dilahirkan kejantanannya sudah layu. Untuk mengembalikan kejantanan, anak laki-laki harus dipisahkan dari ibunya dan melewati inisiasi kedewasaan.
Yang berhak untuk mengikuti ritual kedewasaan ini adalah anak lelaki yang berumur 6-10 tahun. Mulai dari sini, mereka tak lagi dekat dengan ibu dan terus berkumpul bersama pria-pria dewasa dalam sebuah desa khusus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahap pertama ritual...
Tahapan pertama yang harus mereka lewati adalah hidung yang berdarah. Para tetua adat akan mengambil kayu atau rumput runcing dan memasukkannya ke dalam hidung anak-anak sampai berdarah.
Begitu darah keluar, pria-pria dewasa di dalam gubuk akan menangis bersama. Kemudian mereka juga akan dipukuli dan dicambuk.
Kalau ada yang berani melarikan diri maka akan dihukum dengan sadis. Tentu saja, tak ada yang berani kabur dari ritual kejantanan ini. Semua anak laki-laki membuktikan diri bahwa mereka pantas disebut pejuang.
![]() |
Setelah merasakan kesakitan, peserta inisiasi akan dianggap sedikit lebih dewasa. Di tahap selanjutnya mereka harus mengisi kejantanan yang dianggap layu dengan sperma dari para pria dewasa.
Pria dewasa ini akan berusia 13-21 tahun dan belum menikah. Mereka sudah lebih dulu lulus dalam ritual kejantanan dan kini menjadi mentor bagi anak yang baru mengikuti inisiasi ini.
Para tetua adat percaya, bahwa dengan minum sperma dari pria dewasa, anak-anak akan kembali jantan dan mampu berjuang untuk melindungi desa mereka.
Ritual minum sperma ini akan dilakukan terus-menerus hingga mereka menikah. Semakin banyak akan semakin baik. Mereka juga boleh memilih untuk minum sperma dari bujang yang berbeda-beda.
Ritual ini pun dianggap kontroversial oleh dunia luar. Namun para penduduk asli percaya bahwa semua pria telah memakan penis dan menjadi jantan.
Meski sudah menikah, namun mereka tidak akan langsung dianggap dewasa. Jika mereka berhasil memiliki anak, maka pria di dua suku baru akan dianggap memiliki hak penuh atas maskulinitas.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum